All Chapters of Suami Preman Ternyata Sultan: Chapter 121 - Chapter 130
132 Chapters
121. Panik Setengah Mati
Qasam mengemudikan mobil dnegan kelajuan tinggi. Wajahnya panik menatap ke depan. Jalanan terlalu ramai. Sulit sekali untuk menyalip kendaraan di depan. Padat merayap. "Ya ampun! Gila, apakah harus sepadat ini?" Qasam menatap jam di tangan. Jam segini memang sedang padat- padatnya kendaraan di jalan raya. "Ah ya ampun!" Qasam kesal sendiri jadinya. Sesekali ia memukul bundaran setiran sambil merutuk. "Ya Tuhan, maafkan aku terus saja menjadi kesal. Kenapa di saat begini selalu saja ada kendala. Selalu saja tidak ada yang berpihak kepadaku. Sebenarnya terbuat dari apa isi kepala Qizha, sudah diperlakukan dengan sangat buruk, masih saja diam- diam mengorbankan dirinya demi aku." Qasam bicara sendiri saking tak habis pikir dengan kelakuan Qizha. Andai saja Qizha dengan sengaja berbuat baik di hadapan Qasam, jelas itu adalah sikap untuk mencari perhatian. Tapi ini Qizha melakukannya tanpa sepengetahuan Qasam. Wanita itu tidak sedang cari perhatian, tidak juga sedang mencuri hati Qas
Read more
122. Disambar
"Dimana kau?" tanya Qasam cepat.Bukannya menjawab, malah terdengar suara isakan tangis di seberang. Jantung Qasam berdentuman, rasanya panas membara, juga panik. "Dimana kau? Katakan! Jangan malah menangis!" tuntut Qasam. "Tt tolong aku!" Suara Qizha terbata. "Qizha, ayolah bicara! Iya aku akan menolongmu, tapi katakan dimana kau!" Qasam sambil menyalakan mesin mobil. "Jalan Ambarawa!"Sambungan telepon langsung terputus.Qasam langsung menjalankan mobil menuju ke alamat yang disebutkan. Saking terburu- buru, sampai- sampai ia beberapa kali hampir menabrak kendaraan lain. Untung saja Qasam lumayan gesit dan lihai dalam hal menyetir mobil. Apa yang terjadi dengan Qizha? Kenapa dia menangis? Apakah Khazim berbuat macam- macam pada Qizha? Qasam ngebut, selip sana selip sini. Mobil yang berlawanan arah sampai harus membunyikan klakson berkali- kali saat Qasam menyalip. Qasam kembali menelepon Qizha, namun ponsel wanita itu sudah tak aktif. "Heei... Kenapa malah mati? Oh tidak!"
Read more
123. Cinta
Qasam menggapai tangan Qizha. Namun tak mungkin ia menarik tangan itu dengan paksa, tubuh Qizha terjepit di dalam. Akan Berbahaya jika ditarik paksa. Qasam menarik pintu, berusaha membukanya. Namun tak mehgasilkan apa pun. Pintu yang sudah penyok itu sulit dibuka. Qasam lalu menendang pintu supaya terbuka. Sia- sia. Pintu tetap saja tak bisa dibuka. Dengan panik, Qasam berlari menuju mobilnya mengambil dongkrak. Lalu ia segera mendobrak pintu dengan dongkrak. Mengerahkan semua tenaga untuk bisa mencungkil pintu. Krak! Suara pintu berderak. Sedikit terbuka. Tangisan Qizha terdengar sangat keras, ia kesakitan. Qasam makin panik mendengar jerit tangis Qizha. Gerakan tangannya yang tengah berusaha membuka pintu dengan dongkrak pun jadi tak karuan. Semakin merasa gusar dan panik, semakin tak becus arah yang dia tonjok dengan dongkrak. Krak! Lagi, pintu berderak. Kali ini pintu berhasil dibuka. Qasam melempar dongkrak ke sembarang arah. Ia berjongkok, menggapai tan
Read more
124. Bohong
Qasam tertidur di mushola rumah sakit, di lantai sembilan belas. Ah ya ampun ia sampai tak sadar dengan apa yang terjadi saking mengantuk berat. Jam besuk untuk menjenguk Qizha hanya di waktu tertentu saja, itu pun satu jam saja. Dan di setiap waktu yang ditentukan, Qasam tak pernah lalai membesuk. Sebenarnya Qasam ingin membawa Qizha ke rumah sakit milik Husein. Di samling fasilitas lebih hebat, dokternya handal, juga tak perlu pikir panjang untuk meminta keistimewaan. Namun, ia tak mau ada satu pun keluarganya yang tahu kondisi Qizha. Terutama mama dan papanya. Kalau mamanya sampai tahu keadaan Qizha, bisa panjang urusannya. Bahkan, Qasam akan menjadi orang pertama yang selalu disalahkan. Kemudian tatapan mamanya akan terlihat seperti orang yang sedang menghakimi pembunuh itu tak sudi menatapnya lagi karema menganggapnya sebagai sosok yang jahat. Pekerjaan kantor sudah diserahkan kepada Fahri, ia tak perlu merasa cemas dengan urusan kantor. Justru yang ia cemaskan ad
Read more
125. Penjelasan
Dua minggu, Qasam tidak pulang ke rumah. Dia tidur di hotel, siang hari mengurus pekerjaan tanpa harus masuk kantor. Sesekali ke rumah sakit untuk membesuk Qizha. Mamanya tidak pernah menanyakan keberadaannya. Siapa pun tak akan pernah menanyakannya. Mereka paham bahwa Qasam adalah orang sibuk yang tak bisa stay di rumah. Semenjak Habiba dijelaskan bahwa Qizha ke luar kota bersama dengan Qasam, mamanya itu tak pernah lagi menanyakannya. Hanya sekali pernah menelepon namun hp Qizha tidak aktif, sengaja dimatikan oleh Qasam. Dan akhirnya Habiba menelepon Qasam, menanyakan kabar Qizha. Dia juga minta supaya bicara dengan Qizha, namun Qasam mengatakan kalau Qizha sedang mandi. Entah alasan apa lagi yang akan ia katakan saat Habiba kembali menghubunginya lagi nanti.Qasam kini berjalan di koridor rumah sakit. Ia baru saja mendengar kabar kalau Khazim sudah siuman dari koma. Qasam harus menemui Khazim. Khazim berhutang banyak penjelasan kepada Qasam tentang apa yang sudah terjadi hingg
Read more
126. Ketahuan Bohong
Dengan langkah lebar, Qasam berjalan melintasi koridor. Dia berhenti ketika sampai di depan pintu. Di sanalah Qizha dirawat. Tangannya terjulur memegang handle, lalu membukanya dengan pelan. Matanya membelalak melihat Qizha duduk berhadapan dengan suster yang sedang mengecek infus dan peralatan medis lainnya. Wanita itu tersenyum ceria. Wajahnya berbinar, selayaknya orang yang tidak sedang sekarat. Baru kemarin Qasam membesuk Qizha dan menggenggam tangan wanita itu sambil membisikkan kata- kata penyemangat, kata cinta, kata sayang, dan banyak kata lainnya. Tak hanya itu saja, bahkan Qasam kemarin juga sempat menciumi wajah Qizha sambil membisikkan kalimat indah sebagai motivasi supaya Qizha terjaga. Lalu, kenapa sekarang sudah sehat begitu? Kalau pun Qizha baru siuman, setidaknya masih lemah. Ini kelihatan seperti sudah seminggu baikan. Peralatan medis di wajah Qizha juga sudah dilepas."Sus, kemarin saya kan minum obat tiga macam tuh, kok sekarang jadi empat ya?" tanya Qizha men
Read more
127. Baper
“Berapa kamu bayar dokter dan perawat untuk akting pura- puramu ini?” tanya Qasam ketus.Wih, masih pura- pura ketus juga. Padahal kemarin memohon- mohon minta Qizha cepat bangun.“Aku nggak bayar berapa pun. Aku Cuma ceritakan kisah cintaku ke meraka. Dan mereka iba. Lalu ya… beginilah kejadiannya,” jelas Qizha, kemudian melempar senyum lebar saat Qasam menatap ke arahnya.“Pulang sekarang!”“Tapi kan aku mash butuh perawatan. Kakiku juga masih sakit. Belum bisa jalan tanpa bantuan.”“Mama menanyakanmu terus. Aku tidak bisa terus menyembunyikan keadaan ini dari mama.”“Loh, jadi kamu nggak ngabarin mama kalau aku sekarat begini?” tanya Qizha.“Tidak. Aku akan katakan nanti saja. ketika kondisimu sudah lebih baik begini, maka aku akan lebih nyaman mengatakan semuanya ke mama. Tapi saat kau dalam keadaan sekarat, tentu mama akan terus mencemaskanmu, juga menyalahkan aku.”“Oke, aku akan pulang. Tapi kakiku masih belum bisa berjalan. Bagaimana caranya aku akan mengurus diriku
Read more
128. Rasa Sayang
“Ingat semua pesanku tadi!” titah Qasam saat membukakan pintu mobil untuk Qizha.Ya ampun, sudah ketahuan bucin, masih saja bersikap ketus dan dingin begini? gengsi amat sih? Pikir Qizha menatap wajah lempeng suaminya.Qizha mengangguk. Ingat banyak pesan yang lumayan banyak dari Qasam di sepanjang jalan, yang bila ditulis ke dalam tulisan maka akan menjadi sebuah novel utuh. Haduh!Intinya, Qizha harus menceritakan yang baik- baik saja kepada Habiba, jnagan sampai menceritakan yang jelek. Apa lagi soal kecelakaan itu, sebisa mungkin menutupi, memberikan alasan yang baik pula.Itu sih sebenarnya tidak perlu diajarin, sebeb tanpa disuruh, Qizha sudah melakukannya sejak dulu. Kalau tidak, tentu Husein sudah mencabut kesempatan emas bagi Qasam untuk menjadi sosok yang dipercayai memimpin di banyak perusahaan.Qasam eraih pundak Qizha dan membimbingnya keluar dari mobil, lalu menuntun wanita itu.“Duh, payah mau jalan. Kruknya mana?” tanya Qizha. Kesultan melangkah jika hanya ditu
Read more
129. Maaf
Qizha malah terbengong menatap Qasam yang sedang berusaha menyuapinya. “Ini beneran kamu mau nyuapin aku?”“Menurutmu? Apakah arah sendok ini ke mulutku? Jelas ini sendok mengarah ke mulutmu, tentu saja ini untukmu!” sahut Qasam.Qizha tersenyum dan menyantap makan dengan lahap. “Sebenarnya yang sakit itu kakiku, bukan tangan. Aku masih bisa makan sendiri, kok.”Qasam membelalak. “Maksudmu, kamu menolak disuapi olehku?”“Bukan begitu. Cuma penjelasan aja itu tadi.”“Terlanjur, makanannya juga sudah habis.” Qasam meletakkan piring yang sudah kosong ke meja. Dia mengambilkan minum dan memberikannya kepada Qizha.“Ternyata begini rasanya diperhatiin suami. Aku bahagia.” Qizha menatap Qasam haru. Sunyi. Keduanya membisu. Suasana jadi terasa kaku.“Beri aku penjelasan, kenapa kau meracuni Qansha, adikku?” tanya Qasam.“Jawaban dan penjelasanku nggak akan berubah. Percaya atau nggak percaya, kenyataannya adalah aku nggak tahu apa- apa soal itu. aku dijebak. Ayah yang memi
Read more
130. Kedok Terbongkar
Qizha senyum- senyum sendiri di depan cermin, menatap wajahnya. Kelihatan lebih bersinar. Sejak semalam, Qasam memeluknya sepanjang tidur. Tak hanya itu saja, Qasam juga tadi membimbingnya saat turun ke lantai bawah untuk makan.Dan satu lagi, Qizha ingat perkataan Qasam tadi sebelum pergi ke kantor. Pria berpakaian stelan jas lengkap itu berkata, “Tidak perlu bekerja. Stay di rumah saja.”“Pekerjaanku bagaimana?” tanya Qizha tadi.“Sebelum ada kamu, perusahaanku tetap jalan. Jadi jangan cemas. Tanpa kamu, perusahaan tetap beregrak kok.”“Dih, kamu melarang aku kerja, tapi kalimatmu itu sama saja kayak bilang kalau aku tuh nggak berarti apa- apa di perusahaanmu.”Qasam balik badan hanya untuk menyembunyikan senyumnya sambil emmasang dasi. Pria itu mencari pakaian sendiri tanpa bantuan Qizha.“Aku pergi kerja. Aku tidak mau mendengar ada masalah di rumah!” pesan Qasam.“Masalah apa maksudmu?”“Entah itu kau terjatuh, kakimu patah, atau apa saja.”“Oh.” Qizha tersenyum senang.
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status