Semua Bab OUCH IT'S YOU: Bab 21 - Bab 25
25 Bab
[ 21 ]
Mendengar kalimat Ben barusan, walaupun sempat terkesiap, aku reflek menepak bahu kirinya yang dia balas dengan kekehan. Ngelunjak ni anak. Setelah makan malam, dia mengantarku kembali ke hotel. Aku nggak nanya dia bakal balik kapan atau mau tidur dimana. Belajar untuk nggak terlalu mau tahu banyak, semoga bisa ngurangin resiko dikecewain lagi pas udah nyaman-nyamannya. Mari berdoa. “Dari mana aja kamu?” Mas Rumi yang entah udah sejak kapan berada di kamarku, menodong dengan pertanyaan orang tuanya. “Ngopi. Makan.” “Sama siapa?” “Orang?” “Oh ayolah Nat!” “Ya lagian ngapain nanya sih kalau kamu udah tahu jawabannya apa?” “Kok dia bisa nyampe sini?” “Pesawat Mas.” Ucapku seadanya, yang kemudian kena jewer. Jadi aku nggak punya pilihan selain ceritain semuanya. Eh nggak deh. Secukupnya. Mereka mendengarku dengan ekspresif. Mas Ru dan Mbak Nana. Bingung juga kok rasanya masalah pribadiku sekarang udah jadi konsumsi kantor gini. “Gue sih tim Ben ya di kasus ini.” Seru wanita yang
Baca selengkapnya
[ 22 ]
Aku melihat keluarga itu reunian. Saling peluk. Aku dan Ben mundur selangkah memberi ruang untuk mereka. “Hay Ben. Loh Mbak Nata? Kok kalian bareng? Kenal?” Tanya wanita yang sedang rangkulan dengan Tante Sarah tadi. Mamanya Gugi ternyata. “Hey Tar. Loh kamu kenal Nata?” “Kenal dong. Pernah ketemu. Yakan Mbak?” Aku cuma tersenyum sambil mengangkat tangan kananku. Melambai kecil pada gadis itu. “Hey, man.” Ben menyapa sepupunya itu tanpa maju sedikitpun. “Ben,” sambut Gugi menatap Ben, lalu menatapku, sebelum menatap pinggangku yang tengah dirangkul erat oleh Ben. Aku merasa seketika udara di sekitar kami nggak ada oksigennya. Karbondioksida semua. “Yaudah kalau gitu kita berdua pamit duluan ya Tant, Om. Aku harus nganter Jenata dulu soalnya.” “Loh naik apa? Nggak mau bareng aja? Cukup kok mobil Gugi. Cukupkan nak?” Gugi nggak menjawab. Hanya mengangguk. “Ben ada nyimpen mobil kok Tant di parkiran. Aman.” “Oh gitu. Yaudah kamu hati-hati nyetirnya. Jangan sampai anak orang ken
Baca selengkapnya
[ 23 ]
Dari semua benda tajam yang pernah melukaiku, kurasa tatapan Gugi salah satu yang paling menyakitkan. Melihatnya menatapku seperti sekarang, aku bisa melihat jutaan emosi dan kecewa di sana. Sedang yang bisa kulakukan hanyalah menambah kekesalannya. Tidak mengurangi. Tidak pula menenangkan. “Nat,” “Hm?” Aku memperhatikan tiap geriknya saat mencoba meraih tangan kananku untuk kemudian dia genggam. “Kasih aku waktu ya,” bisiknya lirih nyaris nggak terdengar. “Gi, ini nggak sesulit itu kok. Kita pernah lakuin ini sebelumyakan? Saling menjauh untuk ngehindarin apapun yang bisa merusak. Dan berhasil. Kita cuma perlu ngelakuin itu sekali lagi.” “Ini yang kamu bilang berhasil?” tanyanya mengangkat tanganku yang entah sejak kapan sudah membalas genggamannya. “Ini namanya sisa-sisa ego Gi. Bakal habis nggak bersisa. Cuma masalah waktu.” Gugi melepaskan tanganku. Sedikit dengan kekuatan hingga terasa dilempar. Aku cuma bisa tersenyum kecut. Ada kecewa saat itu terjadi. “Aku pikir perasaa
Baca selengkapnya
[ 24 ]
Aku bangun dengan keadaan yang, sebut saja berantakan. Rambutku yang awut-awutan, mataku yang bengkak, dan badanku yang terasa lemas. Ternyata nyakitin orang itu semelelahkan ini ya? Kok banyak yang doyan ngelakuin itu? Aku berjalan keluar kamar, menuju balkon. Menyibakkan tirai berwarna abu tua yang juga belum pernah kucuci sejak kubeli setahun lalu. Pandanganku jauh melihat langit di luar. Pagi ini mendungnya enak. Setelah beres mengamati cuaca Jakarta, aku berjalan ke arah westafel. Mencuci mukaku, sebelum mengambil dan meneguk segelas air putih. Mataku menangkap gelas yang digunakan Gugi tadi malam. Belum kucuci. Masih bertengger manis di meja depanku, sedang orangnya sudah pergi. Sudah benci. Saat sibuk dengan isi kepala, kudengar pintu unitku diketuk. “JENATAAAAAAAAAAA, BUKAAAAA!” Kalau kamu dengar teriakan itu langsung, minimal ritme jantungmu sedikit mengencang. Sensasinya seperti diteriakin Guru BP pas lagi usaha manjat pagar samping sekolah. “Utang lu banyak ke gue!” s
Baca selengkapnya
[ 25 ]
Suasana jalan siang ini cukup padat. Nggak beda jauh dengan isi kepalaku. Perjalanan menuju kantor kutempuh dengan perasaan yang bingung dan banyak takutnya. Kalian tahu betul alasannya apa. Aku nggak mau nyimpulin apapun di luar sepengetahuanku. Yang jelas, yang kutahu, sangat wajar jika seorang wanita dewasa mengalami terlambat datang bulan. Iyakan? Maksudku, nggak semua yang telat menstruasi itu hamil. Nggak perlu panik, nggak perlu takut. Aku juga nyoba buat kerja senormal mungkin. Mencari distraksi agar fokusku terpecah ke hal-hal lain. Seperti memperhatikan teman-teman kerjaku yang sedang santai. Beberapa bahkan asik ngobrol satu sama lain perihal kerjaan atau pasangan mereka masing-masing, sampai rasa itu muncul di satu pagi. Mual yang kurasa sejak bangun tidur dua hari belakangan ini, membuat pikiranku makin kacau. Aku nyoba mikirin kemungkinan-kemungkinan lain. Maagku kambuh misalnya. Atau efek dari makanan yang kukonsumsi di malam sebelumnya. Semua selalu dipatahkan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status