Aku menggeleng lemah, masih enggan menatapnya secara langsung. "Maaf, Pak, ini bukan soal kita menyelesaikan masalah atau tidak. Saya cuma ingin tenang."Setiap kali aku melihat dia, semua kenangan itu kembali. Dan aku tidak sanggup terus-terusan terjebak dalam rasa sakit itu."Tenang? Kamu nggak betah kerja di sini sejak ada aku, Ta?"Aku akhirnya mengangkat wajahku dan menatapnya, berharap dia bisa memahami alasan di balik keputusanku. Mata kami bertemu, dan untuk sesaat aku melihat sesuatu di sana—mungkin kepedihan, atau mungkin hanya refleksi dari kesedihan yang selama ini aku pendam.Tapi apapun itu, aku tak bisa membiarkan diriku terus terjebak dalam lingkaran ini."Semesta, kita sudah dewasa. Kita seharusnya bisa mengatasi ini. Aku keberatan dengan keputusanmu untuk resign," ucap Jagad dengan nada serius, mencoba menahan sesuatu yang jelas terasa di antara kami."Saya mohon, Pak," potongku pelan, suaraku hampir bergetar. "
Last Updated : 2025-06-07 Read more