All Chapters of Sebatas Teman Tidur : Chapter 81 - Chapter 90

Dea tengah berkumpul dengan teman-teman arisannya saat sang suami pulang. Melihat wajah suaminya yang bertekuk kesal, bahkan terkesan marah. Ia pun langsung meninggalkan teman-temannya, dan beranjak menyusul suaminya ke kamar.“Ada apa sih, Pa? Pulang-pulang kok wajahnya kusut begitu. Terus mana Adrian. Kamu katanya ke Makassar mau nyusulin dia. Kenapa hanya pulang sendiri?” tanyanya heran.Darwin melepaskan jasnya kemudian menarik dasi yang menggantung di lehernya, dan melemparkannya secara asal. Lalu mendudukan dirinya di sofa. Ia mengusap wajahnya dengan gerakan kasar. “Anak itu ternyata sudah menikahi Lea."“Apa?!” pekik Dea spontan. Wajahnya terlihat begitu terkejut. Bagaimana bisa anak yang paling ia sayangi menikah secara diam-diam tanpa melibatkan orang tuanya. “Kok bisa, Pa? Adrian tidak menganggap kita orang tuanya lagi!” lanjutnya. Nalurinya sebagai seorang ibu merasa terenggut, bukankah menikah adalah persoalan yang sakral, bagaimana bisa Adrian tidak melibatkan dirinya.

“Aku sebenarnya bingung, Kak.” Adrian tiba-tiba membuka suara usai kepergian Lea ke kamar mandi. “Bingung kenapa?" sahut Maya bertanya memasang wajah serius, dan telinganya dengan baik-baik.“Papa...”“Kenapa dengan Papa?”“Kemarin dia menemui, Lea. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas setelah itu aku lihat Lea lebih banyak murung. Lea tidak bercerita apapun padaku. Tapi, aku yakin bukan sesuatu yang baik yang mereka bicarakan.” Adrian menghela napasnya panjang. “Apa yang harus aku lakukan ya, Kak?”Lea yang baru selesai dari kamar mandi pun menghentikan langkahnya mendengar pembicaraan suami dan kakak iparnya. Ia tidak mengira jika ternyata Adrian sudah mengetahui perihal Ayah kandungnya yang menemui dirinya. Pantas saja Adrian terlihat mencurigai dirinya. “Coba saja kamu pulang bawa Lea. Minta restu dari mereka. Kamu kan menikah secara diam-diam, bisa jadi Papa itu hanya kecewa soal itu.“Aku tidak yakin.” Adrian berdecak ragu mengingat bagaimana watak Papanya yang selalu m

Adrian meraba tempat tidur mencari istrinya, tapi tidak ia temukan. Terkejut, dan spontan ia langsung merubah posisinya menjadi duduk. Matanya mengedarkan pandangannya ke isi kamar yang ternyata sama sekali tidak ada siapapun selain dirinya. Beranjak keluar ia melihat Lea tengah berada di meja makan menyiapkan bekal untuk sekolah Naka. Tapi, yang membuat ia heran penampilan Lea yang sudah rapi dengan pakaian kerja. Mendekatinya ia langsung mengecup pipi istrinya.Cup! “Pagi, sayang.”“Pagi juga.” Lea menghela napasnya menoleh ke arah suaminya yang masih bermuka bantal. “Bisa-bisanya langsung cium pipi aja. Tidak tahu malu ada Naka dan Leo juga,” cibir Lea kemudian.Adrian pun langsung menoleh ke arah anak dan adik iparnya. Leo hanya menganggapinya dengan senyum. Sementara Naka tetap asyik dengan makanannya. “Gak apa-apa anggap saja aku itu tidak ada.” Leo mengangkat cangkir teh miliknya. “Naka juga sepertinya tidak begitu peduli tuh.”“Aku lihat kok, Om.” Naka yang tengah makan itu

Leo melajukan mobilnya dengan kencang menuju Bandara. Usai memarkirkan mobilnya ia pun langsung berlari mencari seseorang yang akan ia jemput.“Dokter Leo!”Seorang gadis cantik dengan rambut diikat ekor kuda, kemeja biru dipadukan dengan celana jins panjang melambaikan tangan ke arahnya. Leo mendengus berjalan ke arahnya. “Manja. Minta dijemput segala!” omelnya dengan nada dingin.Eve hanya terkekeh. “Gak boleh begitu sama teman.”Leo mencebikan bibirnya pasalnya gadis itu minta dijemput secara dadakan. Ia baru selesai praktek tiba-tiba telpon minta dijemput di bandara tanpa ada aba-aba sebelumya. “Orang mah ngomong dulu dari sebelumnya tidak dadakan seperti tahu bulat begini. Kamu tidak tahu ya aku menyetir mobil sudah seperti kesetanan!"“Makanya kalau mau beraktivitas apapun itu baca doa dulu bukan pakai emosi,” balas Eve tak mau kalah. “Jadi, setannya ikut nyetir deh,” lanjutnya.Leo mencebik. “Lagian kamu itu aneh aku kan udah bilang bisa pakai jasa titip saja black forestnya. I

Lea telah membuka kedua matanya. Keningnya mengerut melihat langit-langit kamar yang tampak asing. Tiba-tiba ia meringis merasakan nyeri pada bagian perut bawahnya. “Ishh... Aduh...”“Mama...” Naka yang sejak tadi duduk di sofa pun langsung beranjak mendekati Lea begitu melihat Mamanya telah sadar.“Naka.”“Mama sudah sadar?” Naka langsung memeluk mamanya. “Maafin Naka ya, Ma. Maaf...”“Hei ada apa sayang? Kenapa minta maaf sama Mama?” Dengan susah payah Lea berusaha merubah posisinya menjadi duduk. Matanya menyapu ke arah sekitar. Ia baru sadar jika ternyata ia baru di rumah sakit. “Karena Naka. Mama jadi berdarah... Huhuhuu...” Naka terus terisak sambil menyusupkan kepalanya di dada Lea. “Bukan sayang. Bukan salah Naka, memang Mama yang tidak hati-hati. Sudahlah Mama sudah baik-baik saja."“Tapi, darah Mama sangat banyak...”Lea menghela napas panjang, mengingat kejadian naas yang menimpanya itu. Tangannya bergerak me raba perutnya. Tidak perlu bertanya pada siapapun. Ia pun sudah