All Chapters of Prince of Darkness (Karena Kita Berbeda): Chapter 21 - Chapter 30

Raja Airlangga membuka gulungan surat yang ada di balik bajunya. Dan memberikannya pada Sagara untuk di baca. Sagara hanya duduk mematung, tak mengambil surat itu sama sekali. Raja Airlangga pun meletakkannya di meja, karena tak mendapat respon dari Putranya.Sagara membiarkan surat itu tergeletak di meja tanpa ada keinginan untuk membacanya. Hatinya benar-benar hancur, menerima kenyataan bahwa ia resmi dijodohkan dengan wanita yang tidak sama sekali dicintainya.“Bacalah! Agar kamu tahu isi surat itu apa Nak.”Sagara menggelengkan kepala. Ia tak ingin membaca surat yang telah memporak-porandakan hati dan mimpinya. Jika ia tak menahan diri, mungkin surat itu sudah di sobek dan dilemparnya.Ratu Sekar Ayu pun mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Putranya. Ia menggenggam tangan Putranya dengan penuh kelembutan.“Pangeran. Kami menerima perjodohan ini setelah mempertimbangkan ucapan Pamanmu, Keamanan kerajaan dan kemajuan Negeri ini. Pamanmu mengataka

Sebelum suruf, Ibu-ibu dan anak-anak sudah datang bergerombol berkumpul di halaman rumah Maryam. Kebetulan sekali halaman rumah itu sangat luas, bisa menampung warga satu kampung untuk berkumpul. Karena halaman rumah itu merupakan halaman 4 rumah warga yang berdiri berdempetan dan saling berhadapan, membentuk segi empat.Bapak-bapak pun sudah berdatangan dengan membawa obor yang belum dinyalakan, beserta beberapa keuntungan, sebagai alat komunikasi mereka nanti. Mereka berkumpul di halaman rumah membentuk shaf barisan untuk melaksanakan shalat Magrib berjamaah, sebelum masa pencarian. Abah Arya berdiri paling depan, selaku Imam shalat. Sedangkan ibu-ibu dan anak-anak diatur untuk masuk ke dalam 4 rumah tersebut dengan berdesakan. Karena hanya rumah itu yang dirasa paling aman untuk warga kampung saat ini. Mereka harus rela berimpit-impitan demi keselamatan dan keamanan mereka.Naima memandang Bapak-bapak yang shalat berjamaah itu dengan perasaan tenang.Melihat wajah

Naima dengan nafas terengah-engah berlari menuju jalan yang di lewatinya semula, namun sayang ia tak menemukan jalan keluar dari hutan tersebut. Sudah berapa kali ia memutari tempat itu, namun tetap sama. Ia berakhir di tempat semula. Keringat membasahi tubuhnya, jubah yang dikenakannya sudah tak berbentuk dengan banyak robekan akibat tersangkut ranting. Naima menyelonjorkan kakinya di bawah pohon besar, tenggorokannya mulai kering, lututnya kembali gemetar. Ia menatap kosong kearah sekitar, hutan belantara dengan pohon yang tinggi menjulang. Hanya ada kegelapan.Hutan apa ini? Terlihat sangat menyeramkan.Gelang ditangannya kembali bercahaya, Naima kembali tertegun mengamatinya. Tiba-tiba segerombolan makhluk tinggi besar menyeramkan berjalan dari arah ujung, dan melewatinya begitu saja. Mata makhluk itu berwarna merah dengan wajah yang sangat menyeramkan menyerupai wajah orang utan.“Mak Rompang menyuruh kita menjaga tempat ini agar tidak ada makhluk menjijikkan ma

HiiiyyyaaaaaaaTeriak Sagara memulai pertarungan. Ia dengan sigap menahan pukulan dari lawan dengan tangan kosongnya, gerakannya sangat lincah menghindari serangan dari beberapa Genderuwo sekaligus.Naima yang sedang menyaksikan pertarungan itu di buat melongo, melihat kelihaian Sagara menyerang lawan-lawannya dengan tangan kosong. Tubuhnya mengeluarkan sinar putih kebiru-biruan, yang mampu membuat lawannya terjungkal ke belakang.Kekuatan apa yang dimiliki Pangeran Sagara hingga dengan mudah menumbangkan lawannya? Tubuhnya mengeluarkan sinar putih kebiru-biruan yang sangat memukau. Dia memang bukan orang sembarangan. Srettt Dugggg“Sudah kubilang, jangan mengganggu perjalananku! Jika tidak ingin kubinasakan!” Sagara menginjak dada Genderuwo itu dengan kuat. Hingga Genderuwo itu mengaduh kesakitan. Sementara Genderuwo yang lain, ada yang terkapar tak berdaya di tanah, ada juga yang terkapar pingsan dengan berlumuran darah.“Siapa kau seb

“Ibu ingat malam itu? Malam ketika Nana keluar melihat keadaan sekitar. Ibu Ingat suara Nenek-nenek tua yang sedang tertawa? Nana melihat Nenek-nenek tua itu sedang duduk di atap rumah yang berada di samping rumah Maryam. Nenek-nenek tua itu memandang kearah kita dengan penuh kebencian dan amarah yang berkobar.”“Nenek-nenek itu berusaha beberapa kali masuk ke rumah yang ditempati warga, namun terpental karena tidak bisa menembus ke 4 rumah ini. Dia marah-marah lalu pergi, dia mengancam akan datang lagi kesini. Nana mengikutinya, karena Nana merasa nenek-nenek tua itu dalang di balik terornya kampung ini. Entahlah kalian akan percaya atau tidak dengan cerita Nana. Tapi itulah yang terjadi, Nana tidak mengada-ada. Nana juga bingung, kenapa Nenek-nenek tua itu tidak menyadari keberadaan Nana.” Naima menceritakannya dengan terbata-bata. Tetesan demi tetesan air mata membasahi wajahnya yang putih pucat. Ia menangkupkan kedua tangannya ke wajah dengan sangat frustasi. Kam