All Chapters of Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif: Chapter 71 - Chapter 80

Narumi terbangun di tengah malam, keringat membanjiri punggungnya. Matanya membelalak, tangannya meraba sekeliling hingga menyentuh dada Kaisar yang masih tertidur pulas. Mimpi itu… terasa nyata. Ia berada dalam lorong gelap, dinding-dinding lembap beraroma karbol dan debu terbakar. Suara-suara tangis anak kecil bergema samar. Di ujung lorong, ada sebuah ruangan—terkunci. Tapi dia tahu… sesuatu penting ada di sana. “Narumi…” Suara wanita tua terdengar dari balik pintu. “Kau masih hidup karena pengorbanan yang tak pernah kau tahu…” Narumi menggigil. Tangannya bergetar. “Siapa… aku… sebenarnya?” Bu Prasasti, ibu kandung Narumi, selama ini hanya menceritakan bahwa Narumi diculik dan dibuang di depan rumah Pak Nusantara setelah panti asuhan tempat ia dibawa terbakar. Tapi tidak pernah ada penjelasan rinci soal apa yang terjadi di dalam panti itu. Sa

Dewa berdiri dengan bahu tegap. Matanya tajam, tidak berkedip. Bukan karena tidak menyukai Ara secara pribadi. Tapi karena ia telah terlalu lama menjadi dinding penjaga dalam hidup Narumi. Dan sekarang... dinding itu retak oleh seseorang yang datang dari masa lalu, membawa darah yang sama namun dengan luka yang belum sembuh.Ara menatapnya. Wajahnya tidak lagi setegang kemarin. Tapi sorot matanya penuh tanya dan... tantangan.“Kau diam sejak aku datang. Tapi aku tahu tatapanmu. Kau pikir aku musuh, kan?” “Kau bukan musuh, Ara. Tapi kau... ancaman.”Ara mengernyit sinis “Ancaman? Aku hanya... mencoba mengembalikan apa yang dulu dirampas dariku.”“Dan kau kira itu dengan menuntut Narumi? Mendekati keluarga ini seolah kau bagian dari semua ini? Kau tahu berapa tahun kami mencarinya? Kau tahu berapa darah dan uang yang aku habiskan untuk menyatukan keluarga ini kembali?” “Kau ingin kredit? Minta tepuk tangan karena menyelamatkan ad

Usia Aruna baru menginjak enam bulan, namun keberadaannya terasa seperti benih cahaya yang mekar di antara riuh kehidupan keluarga Gumilar-Dewangga. Senyumannya lembut, tapi tatapannya tajam—menyiratkan keteguhan jiwa yang tak biasa dimiliki bayi seusianya. Kaisar sering berbisik pada Narumi di malam hari:“Matanya seperti milikmu saat menahan tangis, tapi tatapannya… seperti seseorang yang tahu banyak hal.”Narumi hanya tertawa kecil, memandangi Aruna yang tertidur di antara mereka. Namun, dalam keheningan itu, ada satu perasaan yang tak bisa diabaikan, Aruna membawa sesuatu yang lebih dari sekadar kebahagiaan. Ia seperti titik balik, pembuka rahasia, atau bahkan kunci terakhir dari teka-teki yang belum selesai.Sejak kelahiran Aruna, Narumi mulai mengalami mimpi-mimpi aneh. Ada sosok wanita yang memanggil-manggil dari tengah kabut. Ada nyanyian tua berbahasa kuno yang belum pernah ia dengar, namun terasa akrab. Di salah satu mimpinya, Aruna duduk dalam t

“Aku ingin kamu dan anak-anak tahu dari mana aku datang. Tapi aku juga takut… mereka tahu apa yang pernah aku sembunyikan.”– Kaisar GumilarNegeri itu terletak di Eropa Timur—tempat Kaisar menghabiskan remaja dan awal usia dewasanya, setelah krisis besar yang memisahkannya dari keluarga Indonesia dan menjadikannya anak angkat diplomat Indonesia yang tewas dalam konflik wilayah rahasia. Negara yang indah tapi penuh bayangan di ingatannya.Narumi, Aruna, dan anak kedua mereka, Aurea, menyertai perjalanan ini. Aruna tampak antusias, tapi Narumi bisa merasakan kegelisahan suaminya yang mendalam. Kaisar tidak menunjukkan senyum senyap biasanya—ia terlalu hening. Matanya terlalu waspada.Begitu mereka tiba, seseorang bernama Gregor Milovic, pria setengah baya dengan jas panjang, langsung menjemput mereka. Ia memperkenalkan dirinya sebagai pengurus lama "protokol perlindungan dinasti terselubung".“Selamat datang kembali, Tuan Muda Alvaro.”Narumi menggenggam tangan Kaisar erat. “Siapa Alva

“Ini… pertama kalinya kita benar-benar berhenti,” bisik Kaisar, memeluk Narumi dari belakang.“Dan benar-benar merasa… sudah sejauh ini.”Di tepi pantai saat matahari nyaris tenggelam, Narumi menggelar tikar dan menyiapkan makan malam piknik: nasi kepal, telur dadar berbentuk bintang, dan sup jagung hangat.Kenzo tertidur di atas pasir dengan botol susu masih tergenggam. Aurea merebah di lengan ayahnya, menceritakan impian lucunya tentang kuda laut yang bisa bicara. Aruna menguap kecil, lalu tertidur di dada Narumi.Di saat itulah Narumi menangis pelan. Tanpa sebab.Bukan karena sedih, tapi karena terlalu bahagia.“Aku dulu takut tak bisa punya ini semua… Dan sekarang, Tuhan memberiku lebih dari yang bisa aku minta.”Kaisar mencium ubun-ubunnya.“Kita lewati banyak badai, tapi lihat sekarang.Kamu adalah pelabuhan yang selalu bisa kutuju.”Tiba-tiba, saat semua mulai tertidur...Aurea terbangun dan i