Semua Bab DIBENCI KELUARGA DICINTA RAJA MAFIA: Bab 201 - Bab 210

"Ren, batalkan saja."Max kembali membujuk Serena. Perempuan tersebut tengah membebat tangannya dengan kain. Ekspresinya dingin tak tersentuh. Selain itu wajahnya juga terlihat lebih pucat.Max benar-benar cemas. Dia takut hal buruk terjadi pada Serena. Kalau hal itu terjadi selain dia akan merasa bersalah, ada Al yang pasti akan menghajarnya.Sejak semalam Al tidak pulang. Hal ini sudah cukup untuk membuat Serena makin bulat dengan keputusannya."Tidak bisa mundur lagi." Serena menyelipkan satu senjata api di pinggang juga sebilah belati.Max melotot saat melihatnya. "Ren, kamu serius? Nanti kalau ada yang luka bagaimana?""Setidaknya sakit hatiku terbalas. Dia tidak akan mati dengan mudah, kamu tahu itu."Max menganga, dia kehabisan kata untuk membujuk Serena. Perempuan itu jika sudah memutuskan susah diubah pendiriannya."Aku pergi dulu."Serena yang mengenakan kaos ketat juga celana kulit berjalan menuju area duel dengan suaminya sendiri. Hatinya serasa beku sekaligus sakit. Langk

"Kalau dia sampai hamil, aku akan menghabisi bayinya. Dia tidak boleh hamil."Penggalan kalimat itu yang membuat Serena membabi menyerang suaminya sendiri. Dalam hati dia berpikir, kenapa Al begitu kejam. Bahkan darah dagingnya sendiri ingin dia lenyapkan.Serena tidak tahu untuk siapa kalimat itu ditujukan, dia sudah buru-buru menyimpulkan.Dalam kekalutan pikiran, otak yang sejak kemarin tertekan. Saat Alterio memojokkan Serena, perempuan itu reflek menarik senjata lantas menumpahkan isinya ke dada sang suami."Ren, kamu menembakku?""Aku tidak mau kamu mencelakai anakku.""Kamu hamil?""Tidak tahu! Tapi aku tidak ingin kamu mencelakainya."Serena menjauhkan diri. Saat itulah dia melihat tubuh besar Alterio tumbang. Tangan pria itu sempat terangkat, seolah meminta Serena untuk tidak pergi.Tapi Serena mengambil langkah seribu, tanpa menoleh kembali. Wanita itu sempat mendengar Ara berteriak, memerintahkan anak buahnya untuk menangkapnya.Serena tentu ketakutan. Setelah sadar kalau d

Hampir tengah malam ketika Edgar kembali ke vila. Dia pilih pulang ke sana, ketimbang ke kediaman Martinez. Ada damai yang Edgar rasa saat dia berada di tempat ini.Ditambah lagi, di sini kemarin jadi lokasi dia dan Serena bertemu. Pria itu ternyata terus teringat akan putrinya. Helaan napas terdengar setelahnya.Edgar terngiang perkataan Max saat mereka bertemu tadi."Putri yang kau sia-siakan, yang tidak pernah kau akui. Ternyata sangat berbakti. Lihat, dia berikan sumsum tulang belakangnya supaya kau tetap hidup. Lakukan operasi secepatnya. Aku sarankan jangan sampai asistenmu tahu.""Serena," sebut Edgar dengan mata berkaca-kaca."Tuan, ada laporan kalau nona Vasti sedang party di klub."Edgar mendorong napasnya kasar. "Biarkan saja. Oh iya, Rud. Tolong cari Serena Valencia, dia pergi kemarin. Lacak jejaknya sampai seluruh negeri. Aku ingin menemukannya."Yang dipanggil Rud tersenyum. "Baik, Tuan.""Satu lagi, aturkan operasi untukku."Senyum Rud makin lebar. "Tentu saja, Tuan. Ak

Suara muntah terdengar dari arah dapur. Membuat Gaby langsung berlari ke tempat itu."Tante, Tante kenapa? Sakit?"Serena mendongak, demi mendapati wajah Gaby melihat cemas ke arahnya. Bocah enam tahun itu memang sudah jadi temannya sejak dia menyewa rumah sang kakek.Gaby memberi tahu Serena banyak hal soal kota ini. Di mana dia harus berbelanja sayur, membeli makanan. Gaby juga menunjukkan toko tempat Serena bisa membeli baju.Gaby adalah tour guide Serena sekaligus orang yang mengenalkan Serena pada lingkungan sekitar. Berkat Gaby, dalam sekejap nama Serena sudah dikenal warga lokal sebagai penyewa rumah Rodrigo.Tentu saja hal ini sangat menguntungkan Serena. Dia perlu beradaptasi cepat dengan lingkungannya yang baru."Tante gak apa-apa. Ya begini keadaan orang kalau mau punya bayi."Bola mata Gaby melebar. Campuran antara kaget dan senang. Dia bahagia akhirnya bakal punya teman bermain. "Yang benar, Tan?"Serena mengangguk. Soal kehamilannya Serena tidak menutupinya sama sekali.

Serena muntah lagi pagi itu. Dia sudah mulai terbiasa meski tampak kepayahan. Walau lemas mendera, dia tetap beranjak pergi ke warung sayur. Dia harus masak, tidak mungkin mengandalkan Rodrigo tiap hari. Dia malu juga segan. Wanita itu telah membagi uang Beita. Untuk hidup sampai dia bisa menghasilkan uang sendiri. Uang sewa sudah ia bayar selama satu tahun. Sisa uang dia simpan untuk kontrol kehamilan juga persiapan persalinan meski masih kurang.Selain itu dia juga membeli laptop juga tablet second untuk bekerja. Serena benar-benar menggunakan uangnya dengan cermat.Sempat jadi orang kaya beberapa waktu tidak membuatnya lupa setelan jadi orang kere yang motto hidupnya cuma satu, ngirit alias hemat."Wah, si Eneng sudah mruput aja beli sayur. Mau masak apa Neng?"Si ibu tukang sayur menyapa Serena. "Enaknya masak apa, Bu?" Serena balik bertanya. Dia harus menyesuaikan lidahnya dengan sayur yang ada. Dia tidak mungkin mencari daging steak, atau salmon atau menu kelas atas di tempat