Tangannya sibuk membalut luka di lutut seorang anak perempuan kecil, yang menangis tertahan. Pipinya merah membeku, rambutnya sedikit kusut, tetapi matanya tetap tenang dan lembut saat bicara pada si anak. “Tak apa, sebentar lagi selesai. Kamu hebat sekali, ya. Satu lagi, ya?” Dea berusaha membujuk agar anak kecil itu mau menelan pil anti nyeri untuk meringankan rasa sakit pada lukanya. Suara itu—masih sama. Sama seperti yang dulu ia dengar saat mereka duduk berdua di pinggir sungai kecil, saat dunia masih terasa sederhana. Tapi kini, dunia mereka penuh luka dan rahasia. Yama berdiri mematung. Untuk beberapa detik, waktu terasa berhenti. Dadanya sesak oleh sesuatu yang tidak bisa ia uraikan: rasa bersalah, harapan, dan kerinduan yang ia sembunyikan terlalu lama. Namun sebelum sempat ia membuka suara, langkah lain mendekat dari sisi tenda yang lain. “Sayang
Terakhir Diperbarui : 2025-04-15 Baca selengkapnya