บททั้งหมดของ Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu: บทที่ 171 - บทที่ 180

Jarum jam nyaris menunjuk angka dua saat Kay membuka matanya. Cahaya lembut dari lampu tidur menyinari separuh wajahnya, malam yang sudah sunyi, namun terus mengusik pikirannya yang tak kunjung tenang.Dia perlahan beranjak dan duduk. Ia tidak ingin membangunkan Livy yang terlelap di sampingnya. Tapi baru saja tangannya meraih handphone dia tas nakas, suara lembut namun jelas menghentikannya.“Kay… kenapa?”Livy perlahan membuka matanya, menatap suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang.Kay menoleh, wajahnya tampak lelah. “Maaf, aku tidak bermaksud membangunkanmu.”Livy mengulurkan tangan, menyentuh lengan Kay. “Tapi kamu bangun terus setiap malam. Ada apa, Sayang? Semua baik-baik saja, kan?”Kay menatap layar handphone-nya. Ia memperhatikan CCTV kamar Albern. Anak itu tidur meringkuk di tempat tidurnya, wajahnya damai, satu tangannya memeluk boneka kelinci.“Aku cuma ingin lihat Albern,” bisik Kay. “Memastikan dia baik-baik saja.”Livy terdiam sejenak. Tapi matanya belum beralih da

Suasana hati Kay jelas jauh sangat tenang sejak di rumah sakit itu. Setelah melewati pagi yang mendebarkan dan penuh tekanan saat membaca hasil lab, kini dadanya terasa ringan. Lega. Beban yang selama ini seperti menghimpit paru-parunya, akhirnya rontok. Ia tak perlu lagi bertanya-tanya atau menyimpan curiga pada darah dagingnya sendiri.Karena itu, seperti yang Kay janjikan, mereka akan menghabiskan waktu bersama. Saat Livy mengusulkan mereka menghabiskan waktu di mall bersama Albern, Kay langsung setuju tanpa ragu.Jerry, sosok laki=laki asing yang tiba-tiba muncul di tengah ketenangan mereka, langsung hilang begitu saja. Lenyap dari kepala Kay. Hilang seperti debu yang ditiup angin. Tidak penting!Akhirnya mereka langsung ke mall dengan perasan yang haru, senang dan tenang. Bahkan semangat itu kembali muncul. Semangat yang selama ini seakan terkurung karena terhambat oleh pikiran Kay yang kalut.Begitu sampai…“Apa pun yang kamu dan Albern mau hari ini… aku akan kabulkan,” ucap Kay

Livy dan Kay sudah berada di kamar mereka. Sudah saling memeluk di atas ranjang. Namun, keduanya seakan sulit untuk memejamkan mata setelah munculnya berita itu. Belum lagi komentar-komentar datang menyertainya.“Sayang…” lirih Livy. Dia menatap wajah suaminya.“Hm?” sahut Kay berlagak santai.“Kamu yakin, baik-baik saja? Berita itu terlalu kejam. Aku tidak mau kamu kenapa-napa. Aku tidak bisa sabar jika melihat orang-orang akan menyerangmu.”“Tidak Sayang… tidak. Aku baik-baik saja. Kamu hanya perlu tutup mata dan telinga. Dan… setiap ada berita tentang ini, kamu hanya perlu skip. Semuanya demi ketenangan dan kesehatan kamu.”Kay mengelus perut Livy dengan lembut. “Kasihan kamu dan anak kita kalau kamu ikut stres.”“Mana mungkin aku tidak memikirkan suamiku,” ucap Livy.“Semua ada waktunya, Sayang. Biarkan dia merasa benar dan menang dulu. Kita harus tahu siapa lagi yang akan muncul di balik berita ini. Barulah kita mengangkat bukti tes DNA itu,” ucap Kay, tenang.Livy menghela napas

“Mama… takut!” Albern bersembunyi di belakang tubuh Livy yang juga sedang keram kesakitan akibat panik.“Sayang… kamu tenang, ya? Bi, tolong ambilkan minum untuk Livy.”Kay langsung menenangkan istrinya juga anaknya. “Tidak apa-apa, Al. Semua akan baik-baik saja. Papa di sini, bersama kalian.”Ia menatap ke luar kamar. Seolah sedang ragu. Setelah Bibi Edeng datang membawa air minum, dia pun meminumkan istrinya sambil memeluk anaknya.“Sebentar ya? Papa keluar dulu,” ucap Kay kemudian.Livy menangkap lengan Kay. Dia menggeleng. “Jangan keluar kalau kamu belum mau menunjukkan semua bukti itu… Dan kalau kamu mau klarifikasi aku ikut…” lirih Livy.“Tidak Sayang… belum saatnya. Jerry harus tahu siapa yang dia lawan. Aku juga harus tahu siapa saja yang memanfaatkan momen ini untuk menjatuhkanku. Sekarang, aku keluar hanya untuk meredam mereka. Setidaknya mereka tidak seperti ini,” jelas Kay. Dia langsung beranjak.Bibi Eden masih menemani Livy dan Albern di sana. Ia pun terlihat resah dan g

“Pose dan ekspresi wajah Selina serta Jerry dalam beberapa foto yang mereka klaim sebagai masa lalu yang nyata ternyata hasil AI composite. Tapi...”Kay mengernyit. “Tapi apa?”“Tapi tempat pengambilannya asli. Beberapa diambil di kota tempat tinggal Jenna. Bahkan ada di antaranya jelas-jelas terdeteksi di rumah orang tua Jenna. Kami cocokkan dengan dokumentasi lokal dan metadata digital lingkungan. Jerry memang pernah ada di sana.”Kay berjalan semakin menjauh dari depan kamar anaknya. Dia berjalan ke arah ruang tengah.“Teruskan penyelidikan,” ucapnya mantap. “Aku ingin kalian pergi langsung ke sana. Telusuri semua orang yang mengenal Jenna atau Jerry dan keluarganya. Cari siapa pun yang tahu apakah Jerry pernah dekat dengan Selina... atau jangan-jangan, dengan Jenna sendiri.”“Ya, dugaan kami juga begitu, Tuan. Siap! Kami akan menyelidiki.”“Dan satu hal lagi,” Kay berbalik. “Aku mau bukti. Bukti kuat. Semua yang bisa menjatuhkan Jerry secara hukum, sekaligus membersihkan nama Seli