All Chapters of Pernikahan Dadakan : Dimanja Suami Presdir Yang Dingin: Chapter 241 - Chapter 250

Hari berikutnya di kantor polisi. Andre mulai gelisah karena sejak ditahan di sana, Hendry bahkan tidak menghubunginya dan hanya mendatangkan pengacara sekali.“Apa kamu sudah menemui Hendry?” tanya Andre dengan ekspresi wajah tidak tenang.“Saya sudah mencoba menemui Pak Hendry untuk meminta bantuan hukum, tapi Pak Hendry tidak bisa ditemui dan sekretarisnya bilang kalau beliau sibuk, bahkan sekarang pergi ke luar kota untuk urusan bisnis,” jawab pengacara Andre.“Apa?” Andre mengepalkan telapak tangan karena geram. “Apa dia menghindariku dan tidak mau membantuku?” Andre emosi.“Mungkin Pak Hendry memang belum sempat menjenguk Anda di sini, Pak,” balas pengacara Andre.“Dia terlibat tapi kenapa hanya aku yang menjalani hukuman ini?” Andre menatap penuh amarah. “Dia ingin kabur dan menyelamatkan dirinya sendiri? Jangan harap!” geram Andre.“Meskipun Pak Hendry terlibat, tapi Anda tidak bisa bertindak gegabah begitu saja,” ucap pengacara, “saya yakin, Pak Hendry pasti juga menyiapkan s

Saat dalam perjalanan pulang dari luar kota. Hendry mendapat panggilan dari anak buahnya. Dia segera menjawab panggilan itu.“Pak, Dua hari ini dia pergi ke luar kota mengurus mertuanya di rumah sakit. Bahkan saya melihat hubungan mereka sangat hangat.”Hendry mengepalkan satu telapak tangan mendengar penjelasan anak buahnya.Andre ditahan, bisa saja Briella juga tak berhasil mendekati Raynar, jadi sepertinya Hendry harus mengambil tindakan sendiri.Hendry mengakhiri panggilan itu, jika dia tidak bisa menyingkirkan Raynar dengan cara bersih, maka dia akan menggunakan cara kotor.“Lihat saja, apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu menghilang dari keluarga Mahendra,” gumam Hendry dengan tatapan penuh kebencian.Saat Hendry akan menyimpan kembali ponselnya di saku jas, dia kini mendapatkan panggilan dari informannya yang berada di kantor pengacara.“Apa? Apa yang mamaku lakukan di sana?” tanya Hendry begitu murka.“Saya hanya mendapatkan informasi kalau ibu Anda ke sana untuk membuat

Raynar masih berada di rumah Nenek Galuh. Dia diam memandang sang nenek yang masih belum sadarkan diri. Raynar tidak akan pergi sampai mendapat penjelasan pasti dari sang nenek akan maksud ucapan sang nenek pada pamannya tadi.Bahkan karena terlalu fokus pada sang nenek, Raynar sampai tidak menyadari kalau Arunika menghubunginya.“Nek.” Raynar langsung menegakkan badan ketika melihat Nenek Galuh mulai menggerakkan kelopak mata.Nenek Galuh menolehkan kepala dengan perlahan. Dia menatap Raynar yang sudah menatapnya. Wanita itu menatap lekat wajah Raynar.“Nenek harus menjelaskan semuanya, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Raynar langsung menuntut jawaban dari sang nenek.Nenek Galuh terus menatap dalam, lalu tiba-tiba Nenek Galuh menangis sampai membuat Miranda yang ada di sana langsung mendekat dan mengambil tisu untuk Nenek Galuh.Raynar diam. Sikap Nenek Galuh dan perkataan Miranda sudah mengungkap semuanya, tetapi Raynar juga butuh penjelasan langsung dari sang nenek.Nenek Galuh

Arunika menengok pada jam dinding berkali-kali karena Raynar belum juga pulang. Meskipun Erik mengirim pesan kalau Raynar baik-baik saja dan sekarang Erik menemaninya, tetapi tetap saja Arunika tak bisa abai begitu saja.“Nyonya, kenapa Anda tidak istirahat?” tanya Sarah.Arunika menatap Sarah, lalu menggeleng. “Aku mau nunggu Ray pulang.”Sarah mengembuskan napas pelan.“Tapi Anda juga harus menjaga kesehatan Nyonya.”Arunika tak bisa memikirkan dirinya sendiri karena mencemaskan Raynar.Saat mereka masih menunggu di ruang tamu, terdengar suara mobil berhenti di depan garasi yang membuat Arunika dan Sarah buru-buru keluar.Arunika melihat Erik keluar dari mobil, asisten suaminya itu membuka pintu lain, lalu terlihat Raynar keluar dari mobil dengan tubuh sempoyongan.“Apa yang terjadi dengannya?” tanya Arunika sambil berjalan cepat menghampiri Erik dan Raynar.“Pak Raynar mabuk,” jawab Erik sambil merangkulkan tangan Raynar ke lehernya untuk membantunya berjalan.Arunika terkejut. Dia

Raynar masih memeluk Arunika dengan erat, takut melepas dan kehilangan.“Kamu benar-benar tidak marah padaku, kan?” tanya Raynar memastikan. Dia menurunkan pandangan untuk melihat wajah Arunika.Arunika mengangkat wajah, memandang suaminya yang sudah menatapnya.“Aku marah,” jawab Arunika.Raynar melepas pelan dengan ekspresi bingung.“Tadi kamu bilang tidak marah?” tanya Raynar memastikan lagi.Arunika mengangguk-angguk kecil.“Iya, tidak marah soal kecelakaan itu, aku tidak menyalahkanmu. Tapi aku marah karena kamu malah mabuk, pengecut sekali!” gerutu Arunika lalu memukul pelan lengan Raynar.Raynar menahan senyum, lalu kembali memeluk. “Itu karena aku takut menghadapimu.”Arunika menghela napas pelan. “Tapi kalau kamu jujur langsung aku juga pasti akan memikirkan dengan tenang karena bukan kamu pelakunya.”Raynar menghela napas lega lagi, lalu dia memeluk erat sambil meletakkan dagu di pucuk kepala Arunika.“Bukankah wajar kalau aku cemas? Jika aku tidak cemas, artinya aku juga ta