All Chapters of IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT : Chapter 161 - Chapter 170

Nabila sangat penasaran, sedang melihat apa satpam dengan tukang kebun itu, sehingga mereka tidak mendengar jika Nabila menyuruhnya membukakan pintu gerbang.Lekas Nabila mendekati mereka berdua. Namun, menyadari Nabila berjalan mendekati mereka, tukang kebun itu kemudian menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.“Kalian sedang apa?” tanya Nabila.Tampak satpam dan tukang kebun itu terkejut lalu menunduk. Wajah mereka seketika berubah gugup.“Em … anu, Nabila. Saya sedang minta diajari dibuatkan sosmed. Em … apa kamu sedang membutuhkan sesuatu?” tanya satpam.“Saya mau keluar bawa Sandi jalan-jalan, tadi saya panggil Bapak, mau minta dibukakan pintu gerbang. Tapi kalian malah sibuk main ponsel sampai tidak sadar kalau saya ada di sini,” jawab Nabila.“Ah … iya maaf, Nabila. Saya tidak mendengar tadi. Ya sudah biar saya bukakan,” ujar satpam.Satpam pun langsung membukakan pintu gerbang. Nabila keluar sambil mendorong stroller sambil berjalan santai.Tukang kebun mengusap dadanya, sepe

Hingga keesokan paginya saat Nabila membuka mata. Sampai saat ini Gala belum juga pulang. Bahkan memberi kabar pun, Gala tidak melakukannya.Waktu terus berjalan dengan cepat. Hingga satu minggu kemudian. Nabila selalu menangis seorang diri di dalam kamar. Ia cenderung mengurung diri, tidak ingin keluar walau hanya sekedar menginjakkan kaki di depan kamar. Entah ada apa dengan Gala, hingga ia lupa jika di rumah, anak dan istrinya selalu menunggu kepulangannya.“Bodoh, kenapa aku tidak menanyakan alamat tempat kerja mas Gala di luar kota. Kalau sudah begini, aku harus mencarinya ke mana?” gumam Nabila.Nabila meremas kasar rambutnya. Di atas nakas, terhidang makanan yang masih penuh. Beberapa hari ini, Nabila tidak bernafsu makan. Bahkan oma Nira, dan semua pembantu di sana telah membujuknya untuk makan. Namun, Nabila selalu menolak. Jikalau pun mau makan, Nabila hanya sanggup meminum air putih dan sedikit makan buah saja.“Mas Gala … kamu ke mana? Kenapa kamu tidak pernah menghubungi

Di rumah Bianca, Gala terdiam dengan pandangan kosong ke arah jendela. Ia berada di dalam kamar seorang diri, dengan perasaan yang berkecamuk.“Maafkan aku, Nabila. Aku telah membohongi kamu. Andai kamu tahu, di sini aku sangat tersiksa,” batin Gala.Gala merasa sangat bersalah terhadap Nabila. Bagaimana tidak, Gala berpamitan hendak melakukan bisnis di luar kota. Beralasan bahwa perusahaannya sedang tidak baik-baik saja. Nyatanya ia sedang berada di rumah Bianca. Terkurung dalam labirin kebimbangan. Jika ia nekat pulang, entah bagaimana dengan keadaan Bianca. Namun, jika ia tidak nekat pulang, bagaimana dengan Nabila dan juga Sandi.Gala meremas kasar rambutnya. Perasaannya sangat kacau. Tidak ada lagi hal yang membuatnya bisa tersenyum.Dari luar, seseorang membuka pintu kamar, lalu masuk ke dalam kamar yang ditempati Gala.“Sayang, kamu sedang apa? Aku belum makan, pengen makan bareng sama kamu,” ujar Bianca, ia mengalungkan tangannya di leher Gala.Gala berusaha melepas tangan Bia

Di rumah sakit, Gala, Nabila, Ello serta kedua orang tua Bianca tengah menunggu di depan ruang ICU.Ibunya Bianca lantas mendekati Nabila, dan duduk di sebelahnya.“Setelah melihat ini, kamu pasti paham, kan? Kenapa Tante meminta kamu untuk membiarkan Gala bersama Bianca,” bisik ibunya Bianca yang bernama Neti itu.“Ya, aku paham, Tante. Tapi bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan anak yang aku kandung?” tanya Bianca.Neti menghela napas panjang. Ia pun meraih dan mengusap punggung tangan Nabila.“Kamu hanya hamil, Nabila. Tapi kamu tidak sakit seperti Bianca. Dia anak Tante satu-satunya. Tante akan sangat merasa bersalah jika Tante membiarkan dia sakit, kalau sebenarnya ada yang bisa membuatnya semangat lagi untuk tetap hidup. Gala, dia yang bisa membuat Bianca bangkit dan kembali semangat menjalani hidupnya. Bianca tidak mau minum obat jika Tante membiarkan Gala pergi. Apa jadinya jika hal itu terjadi? Tante tidak mau kehilangan anak Tante satu-satunya,” pungkas Neti.Nabila terdiam

Ello membulatkan matanya, refleks ia menginjak rem mendadak. Membuat Nabila terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ello. Beruntung mereka telah memasang sabuk pengaman.“Maaf, Nabila, aku refleks. Kamu serius, mau bercerai sama Gala?” tanya Ello tak menyangka.Tidak disangka, Ello akan mendengar ucapan seperti itu dari mulut Nabila. Ucapan yang membuatnya sulit berkata-kata.“Ya, aku serius. Kenapa?” tanya Nabila balik.Ello menggelengkan kepalanya dengan cepat. Lantas ia kembali melajukan mobilnya.“Tidak apa-apa, hanya kaget saja. Apakah kamu sudah yakin dengan keputusan kamu itu?” sahut Ello.Nabila menghela napas kasar. Ia menunduk seraya meremas ujung bajunya.Nabila memejamkan matanya sejenak, lalu membukanya lagi. Berusaha meyakinkan diri, bahwa dengan jalan itu, mungkin ia bisa terlepas dengan rasa sakit oleh pengkhianatan Gala, walau pun itu tidak mudah.“Ya, aku sudah yakin,” ujar Nabila.Ello mengangguk, di dalam hatinya, ia tersenyum penuh kemenangan. Setidaknya ia tidak