Lahat ng Kabanata ng Wanita Lain di Hati Papa: Kabanata 81 - Kabanata 90

“Mas, nanti malam aku pergi sama Papa juga Mama ya, ke rumah teman lama Mama,” kata Alya pada Arjuna, ketika Arjuna baru selesai mandi setelah pulang dari kantor. “Kalau Mas mau ikut, boleh aja.”Alya sengaja mengajak Arjuna agar tidak curiga. Alya sudah tau kebiasaan Arjuna yang tak suka diajak keluar saat baru pulang. Di saat kondisi sedang lelah, tentu tak ada semangat untuk bepergian, makanya Alya memanfaatkan momen tersebut. “Ada urusan apa?” tanya Arjuna sembari memakai baju. “Nggak ada sih. Mama kangen aja, teman Mama itu sudah lama di luar negri. Dulu, aku ketemu dia waktu aku masih kecil, makanya Mama ajak aku,” jelas Alya, tentu hanya pura-pura.“Kamu aja lah, Mas capek. Mau istirahat. Tadi Mas tinjau proyek yang baru,” jelas Arjuna. “Um, ya udah. Tapi janji loh, istirahat,” seru Alya, padahal dia senang rencananya berhasil. Arjuna tak mau ikut. “Iya, Sayang,” kata Arjuna. “Yuk makan, Mas lapar.” ~~~~~Alya, Bastian, Ratna, Reza, Laras dan Gatot kini berkumpul di ruang

“Al, apa kamu benar-benar nggak bisa maafin aku?” tanya Arjuna lagi sebelum dia keluar dari rumah Bastian. Nanik sudah membukakan pintu dengan lebar setelah mendapat kode dari Alya. “Nggak!” tegas Alya. “Aku nggak suka pengkhianat, apalagi orang yang sengaja datang dengan niat yang tak baik, terutama pada keluarga kami.”“Aku, cuma ingin menyelamatkan perusahaan keluargaku,” kata Arjuna. “Tapi bukan dengan cara menghancurkan perusahaan orang lain!” hardik Alya. “Kamu bukan hanya punya niat buruk mau menghancurkan perusahaan keluargaku, tapi juga mau menghancurkan keluargaku juga Bang Reza!” Arjuna hanya bisa menelan ludah seraya menatap Alya tak percaya. Dia tak menyangka Alya bisa setegas ini.“Kenapa? Apa kamu sangka kami Nggak tau kalau kamu kerjasama, sama si Axel itu!?” ketus Alya membuat lidah Arjuna benar-benar kelu. Tangan Arjuna mengepal, karena menahan rasa malu. Akhirnya, Arjuna berbalik. Semakin lama mendengar amarah Alya, semakin membuatnya merasa malu. “Oh iya,” uc

“Tumben datang kesini,” kata Reza pada Alya yang duduk di sofa berwarna coklat di ruangannya. “Aku dari pengadilan agama, Bang,” balas Alya tak nyambung dengan pertanyaan Reza.“Jadi, gugat cerai Arjuna?” “Ya jadi lah. Siapa yang mau bertahan sama penipu kayak dia.” “Mau cerai, kok nggak sedih?” “Gimana mau sedih, orang belum cinta? Masih lagi mau belajar cinta sama dia,” balas Alya cuek. Reza duduk di hadapan Alya, sambil membawakan satu botol air mineral dan diletakkan di meja tepat dihadapan Alya. Alya mengambilnya dan langsung minum. “Ibu bilang, kamu lagi hamil?” “Iya.” “Apa kamu sudah memikirkan matang-matang? Apa nggak kasihan sama anak kamu nanti?” “Justru kasihan kalau anak ini tau ayahnya menikahi ibunya karena maksud terselubung,” jawab Alya. Diletakkan kembali botol minumnya ke atas meja. “Anakku nggak akan kekurangan kasih sayang. Dia punya dua pasang Kakek nenek yang pasti menyayangi dia. Dia juga punya Om, yang pasti juga sayang sama dia.” Reza tersenyum, teta

“Kamu ngapain sih, mondar-mandir, pusing tau lihatnya!” sungut Axel melihat sepupunya yang jalan mondar-mandir seperti orang bingung di ruangan kantor mereka. “Aku memikirkan cara supaya Alya membatalkan gugatan cerainya,” kata Arjuna tetap sambil mondar-mandir. “Ah, percuma! Aku yakin, dia nggak akan mau lagi balik sama kamu,” kata Axel mematahkan semangat Arjuna. “Lagian, buat apa kamu balik sama dia? Toh, kamu nggak suka sama dia. Sekarang kita harus mikirin, supaya perusahaan ini nggak bangkrut total. Kita harus cari investor.” “Investor mana yang mau berinvestasi di perusahaan yang nyaris kolaps dan punya rekam jejak buruk?” sahut Arjuna, akhirnya berhenti melangkah dan menjatuhkan diri ke sofa kantor. Wajahnya murung, kedua tangannya menutupi muka. “Aku benar-benar butuh Alya.” Axel menyipit melihat sepupunya yang tampak frustasi itu. “Jangan bilang kamu sekarang benar-benar sudah jatuh cinta sama Alya,” katanya dengan tatapan menyelidik. “Entahlah,” desah Arjuna. “Aku han

Alya menatapnya lama, tatapan yang penuh amarah. Seolah-olah semua kepercayaan yang pernah ia miliki tentang lelaki di depannya telah hancur.“Apa bedanya?” tanya Alya dengan suara ketus. “Kamu pikir kalau aku kembali sama kamu, Axel akan berhenti? Dia orang serakah. Kamu pun … kamu juga sama saja.”Arjuna menunduk. Untuk sesaat, ia bahkan tak sanggup membela diri. Karena di dalam hatinya pun ia tahu, Alya benar.“Aku nggak akan pernah bisa percaya sama kamu lagi,” lanjut Alya, suaranya lebih pelan. “Dan bukan cuma soal kebohonganmu. Tapi karena kamu tega memanfaatkan masa lalu keluargaku … untuk kepentinganmu sendiri.”“Alya, dengar–”“Cukup!” potong Alya cepat. “Kamu nggak sadar, ya? Kamu mau menjerat aku dengan aib keluargaku! Terus kamu pikir aku akan bilang ‘iya’ dan kembali jadi istrimu, cuma karena takut?”Arjuna memejamkan mata. “Alya, bukan begitu–”“Lalu apa?” Alya menunduk. Bahunya bergerak naik turun, karena nafasnya yang terasa sesak. “Aku lebih baik sendiri, meski kamu