All Chapters of Istri Warisan Sahabat: Chapter 171 - Chapter 180

Happy Reading*****Hampir setahun pernikahan Ilyas dan Nafeeza. Sikap Latifah masih belum berubah. Dia masih saja bersikap sinis pada putri dan menantunya, padahal sering kali Khoirul memberinya pengertian. Namun, semua tak ada yang diraukan.Berbeda dengan sang menantu yang makin bersikap baik pada Mama mertuanya. Ilyas tak peduli seberapa sering Latifah telah melukai harga dirinya sebagai lelaki. Lelaki itu tetap bersikap lembut dan sapon pada sang mertua. Seperti kali ini, saat ada acara arisan keluarga, sang ibu mertua menyindir tentang kehadiran seorang anak di tengah pernikahan si abang dan Nafeeza."Maafin Mama, ya, Bang. Selalu saja beliau begitu. Padahal urusan anak kita sudah berusaha, tapi emang Allah belum ngasih amanah mau gimana." Nafeeza menautkan jemarinya pada jemari sang suami.Ilyas tersenyum. "Abang baik-baik aja, Sayang. Anggap aja itu doa Mama yang pengen banget nimang cucu.""Iya, tapi ndak gitu juga caranya, Bang. Menjelek-jelekkan Abang sama seluruh keluarga

Happy Reading ***** Di depan kaca rias yang terbingkai ukiran kayu menyatu dengan meja, Latifah melamun. Sejak Nafeeza menikah, dia tidak pernah berbincang dan bersenda gurau lagi dengan putrinya. Benteng pemisah terciptakan sendiri pada hubungan mereka seiring kebencian perempuan itu pada keluarga mertua putrinya. Angannya melayang pada sosok Nafeeza kecil. Seorang bayi perempuan yang telah lama dinantikan kehadirannya di tengah-tengah kesedihan yang dialami setelah kepergian saudara kembar Latifah. Jarak Nafeeza dengan si tengah memang cukup jauh, sekitar lima tahunan. Bahagia, sedih, kecewa sudah Latifah lalui bersama sang buah hati. Tak ada keluhan dari perempuan itu padanya bahkan jika lelaki yang dipilih Nafeeza bukanlah Ilyas mungkin dengan senang hati dia menyetujui. Sayang, lelaki pujaannya adalah putra dari perempuan yang sangat dibenci. Terbayang percakapan Latifah dengan Nafeeza saat usianya menginjak 17 tahun. "Ma, jatuh cinta itu kayak apa?" tanya sang putri.

Happy Reading*****Luka bacok pada lengan kanan Khoirul cukup dalam. Sampai di klinik, lelaki itu sudah lemas kehabisan tenaga. Setelah ditelepon Ridwan, si Abang gegas membawa sang mertua ke klinik terdekat. Saat itu juga Ridwan menghubungi montir yang bekerja di bengkelnya untuk membawa mobil Khoirul."Ma, gimana bisa terjadi?" tanya Nafeeza cemas. "Mama nggak tahu, Dik. Mobil Papa kempes dan ada dua penjahat yang ngedeketi kita." Suara Latifah mulai bergetar.Di sebelah mereka duduk, Ilyas tampak sibuk menelepon pihak bank agar memblokir jika ada yang akan mencairkan cek yang diambil oleh penjahat tadi. Ridwan masih setia mendampingi keluarga sahabatnya, meskipun dia masih memiliki kesibukan. "Sabar, Ma. Ini yang disebut blai iseh selamet (musibah, tapi masih selamat). Untung aja Papa ndak diapa-apain sama mereka." Nafeza menangkupkan tangan kanan di atas tangan kiri mamanya. "Ya, tapi kasihan papamu, Dik. Dia pasti mikirin cek yang dikasih suamimu. Susah payah Papa minta bantu

Happy Reading*****Empat hari sudah Ilyas menginap di rumah sang mertua. Namun, Eza dan Dwi belum juga menjenguk. Sekedar basa-basi menelepon untuk mengetahui keadaan papanya saja mereka tak melakukannya. Khoirul sudah mengabaikan keberadaan kedua anak itu. Setelah sempat berunding dengan Ilyas dan Nafeeza beserta sang istri. Lelaki sepuh itu mengambil keputusan untuk sementara waktu usaha dan semua pekerjaan yang berkaitan dengannya akan di-handle oleh sang menantu.Bukan mengambil alih usaha mertuanya, tetapi lebih kepada membantu mengelola selama sang Papa sakit. Sementara pekerjaan Ilyas sendiri, dia limpahkan pada Alfi dan Ridwan sementara waktu. Peran keluarga itu memang sangat diperlukan saat keadaan darurat seperti yang dialami Khoirul. "Pa, Abang minta doanya. Maaf, kalau mendahului kersane njenengan (kehendakmu). Kemarin, ada kerjasama dengan seorang temen lama. Dia mau bangun sekitar 10 ruko. Kontraktornya meminta kita yang menyuplai seluruh bahan yang diperlukan. Abang

Happy Reading*****Acara musayawarah keluarga Khoirul diwarnai cekcok mulut. Eza dan Dwi tidak percaya apa yang dikatakan papanya. Rumah yang ditinggali saja sudah dijadikan agunan untuk modal usaha bahkan kontrak perjanjian kredit juga lelaki sepuh itu tunjukkan. "Papa nggak perlu bohong sampai segitunya," kata Eza. "Aku sudah tanya pada semua karyawan sebelum menuntut hak dan mereka mengatakan usaha Papa baik-baik saja."Latifah membelalakkan mata. Tenggorokannya seakan tercekat menahan pilu dan tangisan karena ucapan si sulung. "Mas, kamu itu putra tertua di keluarga ini. Sikap dan perilakumu contoh buat adik-adik. Kamu dulu nggak gini," ucap perempuan dengan gamis bunga sakura."Mas bisa ngerti. Kalau aja Papa nggak bohong, ya, nggak bakalan Mas ngelakuin ini semua," alibi Eza.Khoirul mengelus dada. "Memang siapa yang kamu tanya di kantor Papa? Kalau itu karyawan biasa atau OB jelas mereka bilang usaha Papa baik-baik saja."Diam, Eza tak mampu menjawab pertanyaan Khoirul. Di si