“Arfan, Ma… Mama cuma takut kamu terluka,” ucap Yuliana pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh dentuman rasa bersalah yang mulai menyesakkan dadanya.Namun Arfan tak menanggapi. Ia membuang muka ke arah jendela ICU, matanya menatap kosong ke luar sana. Sejenak, hanya suara mesin detak jantung dan helaan nafas pelan yang mengisi ruangan.“Pergi, Ma,” ulangnya lirih, tapi kali ini nadanya tegas, mengiris.Yuliana mundur perlahan, tubuhnya seolah kehilangan tenaga. Ia keluar dari ruang ICU dengan langkah gontai, tanpa menoleh lagi. Begitu pintu tertutup, Arfan memejamkan mata. Air mata mengalir di kedua pipinya. Ia menahan isak, tapi dadanya bergetar hebat. Luka yang dulu tertanam dalam, kini kembali menganga dengan kesadaran baru.Di luar ICU, Nafeeza duduk di bangku lorong rumah sakit, sambil memangku Danis. Wajah Danis mengingatkannya pada Arfan. Wajah kecil itu, mata bulat penuh rasa ingin tahu, alis tipis yang melengkung lembut, dan garis senyum semuanya adalah cermin dari pria yang
Last Updated : 2025-05-14 Read more