All Chapters of Istri Palsu Presdir: Chapter 171 - Chapter 180

Napas Stella masih berat. Sesekali bau rambutnya yang terbakar tercium tajam oleh hidungnya. Ia baru sempat menarik napas panjang, ketika tiba-tiba mendengar suara langkah pantofel dari arah lorong. Refleks menoleh, bahu Stella menegang sesaat sampai akhirnya santai kembali saat mengetahui siapa yang menghampirinya. “Nona Stella, jemputan Anda sudah disiapkan. Tuan memerintahkan agar Anda segera pulang ke apartemen Anda,” jelas asisten sang ayah. Stella menatap pintu beberapa detik, menimbang. Mana mungkin dia kembali ke apartemen, sementara nyawanya jelas terancam begini. Tidak, ia harus tetap bersembunyi untuk sementara waktu. Entah permainan macam apa lagi yang sudah Ethan siapkan untuknya. Kalau ia tidak pintar menilai situasi dengan tepat, maka kematian menjadi sangat dekat. Walau kepalanya masih pusing, kulit kepalanya perih, dan matanya pedih oleh asap, Stella tidak bisa buang-buang waktu. Ia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan balasan dari Ethan. Sehi

Ketika sadar dari pingsan yang entah berapa kali hari ini, ia sadar masih berada di ruangan yang sama saat disuntik paksa. Namun ruangan itu kini gelap. Lampu di langit-langit sudah padam, hanya cahaya samar dari luar jendela kecil di atas pintu.Kepalanya berat, tenggorokannya kering. Ia duduk perlahan, menyadari sesuatu. Tali pengikat di pergelangan tangannya sudah dilepas.Tidak mungkin. Tapi sebenarnya, ini kesempatan untuknya.Ia menoleh ke samping, melihat tirai yang terbuka dan pasien wanita yang tadi menempati ruangan ini bersamanya sedang tertidur pulas.Stella menajamkan pendengaran. Suara langkah perawat samar terdengar di koridor. Ia menahan napas, mempersiapkan diri. Kemudian mencari-cari di mana pakaiannya berada.Ia tidak boleh melarikan diri dari sini dengan seragam rumah sakit jiwa atau orang-orang yang melihat dan menyadari, akan langsung memulangkannya ke tempat ini lagi.Karena tidak menemukannya di manapun, akhirnya Stella melihat tas besar milik wanita di ranjan

Ivy terpaku, nyaris tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. Mulutnya terbuka, matanya melebar.Pandangannya berhenti pada dokumen yang masih dipegang Ethan, lalu perlahan beralih pada sosok itu.“Kau … kau …” Ivy terbata, antara rasa lega dan takut yang bercampur. Lega karena Ethan ternyata bertindak jauh dari yang bisa ia perkirakan, lalu membiarkannya tahu semua itu, dan takut andai penyelidikan Ethan menyasar ke hal-hal lainnya. Identitas asli dirinya, misalnya.“Bacalah, Sayang. Kau harus tahu tentang semua ini,” desak Ethan. Seakan menyadari keterkejutan Ivy, sehingga ia terkesan berharap sang istri tahu secepatnya.Ivy menerima dokumen itu dan langsung membacanya dengan pelan, teliti, dan mengamati setiap detail. Semua terbukti. Nyaris sampai di halaman terakhir di mana lokasi tempat persembunyiaan Stella tertera jelas di sana, Ivy bergumam pelan. “Ternyata … dia sangat menggilaimu, Ethan.”Lalu kepalanya mendongak, menatap Ethan di hadapannya.“Aku tidak pernah mengangg

“Aku sanggup,” bisik Ivy pelan, menekan dada Ethan sambil menjilati telinga pria itu. “Asal kau biarkan aku istirahat sebentar setiap kali kita selesai.”Ethan terkekeh geli karena bisikan dan jilatan sekaligus, mengantarkan sensasi tak tertahankan. Kejantanannya menegang di balik celana bahan mahalnya. Ia membiarkan Ivy sejenak terus memainkan hasratnya. Lalu berdiri tegak, seolah melepaskan diri dari kenikmatan sesaat untuk mendapatkan lebih dari itu.Tangan Ivy kini semakin liar meraba otot-otot Ethan, lalu lebih ke bawah, menyentuh pinggang. Jari-jarinya meraih dasi hitam yang masih longgar di leher pria itu.Sebenarnya, ia tahu Ethan akan menghadiri rapat dengan klien. Namun hasratnya tidak bisa menunggu. Sekali ini, biarkan ia bertingkah layaknya wanita yang tahu persis apa yang diinginkannya. Dan Ethan adalah satu-satunya hal yang ingin ia kuasai sekarang.“Gunakan ini,” pintanya, nada nakal bercampur dengan keberanian yang membuat Ethan tersenyum kecil.Ethan segera menarik d

Ethan mempercepat. Ivy semakin tidak karuan. Bunyi kulit bertemu kulit keras terdengar kali ini. Licin dan basah yang mempermudah proses menuju puncak mereka.“Sudah dekat, Sayang?” tanya Ethan, sambil berbisik mesra.Dengan napas tersengal Ivy mengangguk. “Hhh ... ya, Ethan. Mau keluar bersama?” Ia meraih tangan Ethan, diletakkan di dada, dipeluk dengan kesungguhan.“Ya, Istriku. Ayo lepaskan bersama.” Ethan mengecupi tiap inci kulit di sekitar pundak Ivy. Terus bergerak karena pelepasan sudah dekat.Ivy melengkungkan diri, bersandar sepenuhnya di dada Ethan dengan kepala miring ke kanan, terkulai ke pundak Ethan. Saat ia mendongak, sentakan dari Ethan memicu gelombang orgasme-nya datang dengan cepat.“Oh, Ethan ... hhh,” pekik dan desah silih berganti keluar dari mulutnya.“Akh!” erang Ethan, menggigit lembut daun telinga istrinya saat pelepasan menghampiri. “Yah, Sayang. Terima kasih, kau luar biasa,” lirihnya.Terengah, basah oleh keringat dan cairan sisa seks, Ethan dan Ivy salin