Udara subuh terasa lembap dan sejuk, menelusup pelan di antara jemari Nayla yang menggenggam secangkir teh hangat. Di balkon rumahnya yang menghadap taman kecil, aroma tanah basah berpadu dengan wangi melati dari pot di sudut. Dunia masih tenang, seolah menunggu matahari muncul untuk memulai segalanya lagi.Di pangkuannya, sebuah surat terlipat rapi — kertas yang sama, tulisan yang sama, tapi maknanya kini terasa berbeda. Ia sudah membacanya entah berapa kali, namun pagi ini… setiap kata seolah memiliki makna baru.Ia menyentuh sudut kertas yang mulai menguning itu, lalu tersenyum samar.“Aku membacanya lagi, Galan,” bisiknya pelan, suaranya nyaris tertelan embun. “Dan kali ini, bukan sebagai mantan kekasihmu. Tapi sebagai aku… yang tak lagi patah.”Angin subuh meniup pelan helai rambutnya. Dalam sekejap, ia merasa ringan. Dulu, setiap kali membaca surat itu, ada getir yang menyesak, seperti sesuatu yang belum selesai. Tapi kini—yang tertinggal hanyalah pemahaman, bukan penyesalan.La
Last Updated : 2025-10-19 Read more