Share

Bab 323

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-10-15 23:40:43

Sore itu, cahaya matahari menembus jendela besar sebuah kafe di pusat kota, membentuk garis-garis keemasan di antara meja kayu dan cangkir-cangkir kopi yang masih mengepul. Suasananya tenang, hanya terdengar suara lembut musik instrumental dan tawa kecil dari meja-meja sekeliling.

Nayla duduk di tengah, di antara dua sosok yang pernah menjadi bagian penting dari hidupnya — Damar di sebelah kiri, Arvino di sebelah kanan. Pemandangan yang dulu terasa mustahil, kini justru berjalan dengan begitu alami.

Damar mengenakan kemeja denim yang digulung hingga siku, dengan gaya sederhana yang khas dirinya. Ia bercerita tentang proyek lingkungan yang baru saja disetujui oleh lembaga internasional — program konservasi pesisir dan pemberdayaan masyarakat di wilayah timur Indonesia. Sementara Arvino, dengan setelan kasual dan kacamata di saku, sesekali menimpali dengan ide-ide kolaborasi lintas bidang.

“Kalau pemerintah daerah terbuka, aku bisa bantu di sisi logistik dan pendanaan awal,” ujar Arvino
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 338

    Malam itu, langit terbentang seperti kanvas hitam dengan taburan bintang-bintang yang berkilau lembut. Udara dingin pegunungan menggigit kulit, tapi di depan vila kayu kecil itu, api unggun menyala hangat—menyulut percakapan yang jarang lahir di tengah kesunyian.Nayla duduk bersila di atas karpet bulu yang dibentangkan di depan api, mengenakan sweater rajut abu-abu dan syal tebal. Rambutnya diikat asal, tapi di mata Arvino, tidak ada yang lebih mempesona dari kesederhanaan itu. Ia tampak tenang, tapi di matanya, ada pantulan nyala api yang hidup—seolah menyimpan seribu cerita yang pernah terbakar dan kini berubah jadi cahaya.Arvino melemparkan sepotong kayu ke dalam api. Suara letupannya terdengar kecil, lalu disusul percikan bunga api yang menari sebentar sebelum lenyap ke udara malam.“Kalau semua ini diambil lagi suatu hari nanti…” katanya pelan, menatap api dengan pandangan yang dalam. “Ketenangan ini, tempat ini, hidup yang kita punya sekarang… kamu bakal tetap baik-baik saja?”

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 337

    Langit sore itu seperti sedang menulis puisi dengan tinta abu-abu. Hujan turun perlahan, rintiknya menari di atas genting dan menuruni kaca jendela, meninggalkan jejak seperti garis waktu yang tak pernah berhenti.Nayla berdiri di balik jendela vila itu, jemarinya menelusuri butiran air yang mengalir lambat. Udara pegunungan yang dingin bercampur dengan aroma tanah basah menenangkan, tapi juga menghadirkan sesuatu—sebuah kenangan yang tak lagi menyakitkan, hanya… hangat.“Dulu,” katanya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri, “setiap kali hujan turun, aku merasa dunia ikut menangis bersamaku.”Arvino, yang duduk di sofa dengan buku di tangan, menatapnya. Suaranya lembut tapi penuh perhatian.“Dan sekarang?”Nayla tersenyum samar. “Sekarang, hujan hanya hujan. Tidak membawa siapa pun. Tidak menuntut apa pun.” Ia berhenti sejenak, menatap keluar lagi sebelum menambahkan, “Dan kamu… hanya kamu. Bukan pengganti siapa pun.”Arvino menutup bukunya, berjalan mendekat. Langkahny

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 336

    Kabut masih menggantung lembut di lereng pegunungan ketika aroma roti bakar memenuhi dapur kecil vila kayu itu. Arvino berdiri di depan kompor tua, memegang spatula dengan gaya seperti chef profesional, padahal roti di atas pan sudah sedikit gosong di pinggirnya.“Chef-nya belum profesional, tapi senyumnya tulus,” katanya dengan nada jenaka sambil menoleh ke arah Nayla yang duduk di meja makan kecil, menatapnya dengan senyum geli.Nayla tertawa ringan, suaranya pecah di udara pagi yang dingin. “Setelah semua restoran bintang lima, aku baru sadar… kebahagiaan itu ternyata bisa sesederhana ini,” ucapnya sambil menerima piring roti dari tangan suaminya.Arvino duduk di hadapannya, membawa dua cangkir teh manis yang masih mengepul. “Coba, chef ingin tahu komentar jujur pelanggan pertamanya,” ujarnya sambil menaikkan alis.Nayla menggigit sepotong kecil roti itu, lalu pura-pura merenung serius seperti juri kuliner. “Hmm… tekstur agak keras, aroma sedikit… terbakar. Tapi ada rasa yang langk

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 335

    Mobil hitam itu melaju perlahan di jalanan yang mulai menanjak, diapit oleh hamparan sawah hijau dan kabut tipis yang turun dari pegunungan. Udara semakin sejuk, aroma tanah basah menembus kaca mobil yang sedikit terbuka. Nayla menatap keluar jendela, membiarkan angin menerpa wajahnya. Rasanya seperti menghirup kebebasan yang selama ini hanya bisa ia bayangkan.Di dashboard, ponselnya tergeletak dalam keadaan mati—sebuah pemandangan langka. Tidak ada notifikasi, tidak ada panggilan darurat, tidak ada jadwal rapat yang menunggu. Dunia bisnis, kamera, dan segala hiruk-pikuk kehidupannya terasa begitu jauh.Arvino melirik sekilas ke arah istrinya sambil mengemudi. “Kita jadi pelancong anonim hari ini, Nona Nayla yang terkenal,” ucapnya sambil tersenyum geli.Nayla terkekeh pelan, matanya tak lepas dari pemandangan luar. “Akhirnya aku bisa jadi Nayla yang biasa,” katanya, suaranya tenang tapi mengandung kelegaan yang dalam.Arvino meliriknya sekali lagi, kali ini lebih lama. Ia tahu, kali

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 334

    Langit sore berwarna keemasan, seolah menumpahkan cahaya lembut ke halaman belakang rumah itu. Angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore yang baru saja reda. Di tengah taman, di antara bunga kamboja yang sedang mekar, Nayla duduk di kursi kayu panjang bersama Arvino dan Harra.Mereka bertiga diam untuk beberapa saat, hanya menikmati suara jangkrik yang mulai terdengar dan sesekali tawa kecil Harra yang menggoda ibunya dengan cerita tentang teman-teman sekolahnya.“Bu,” Harra bersandar pada bahu Nayla, “kalau nanti aku jatuh cinta… kalian bakal dukung aku, kan?”Pertanyaan itu sederhana, tapi Nayla tahu, tidak ada yang benar-benar sederhana jika sudah menyangkut cinta. Ia melirik Arvino. Tatapan mereka bertemu—ada sesuatu yang hangat di sana. Pengertian yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata.Nayla mengelus rambut putrinya perlahan. “Kami tidak akan mengarahkan kamu ke siapa, Harra,” ucapnya lembut. “Tapi kami akan selalu ada untuk mengingatkan siapa dirim

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 333

    Udara pagi di aula pelatihan terasa hangat, bukan hanya karena matahari yang menembus kaca besar di langit-langit, tapi juga karena energi dari ratusan perempuan yang duduk di kursi dengan wajah penuh harap. Di depan mereka, Nayla berdiri — sederhana dengan blus putih dan celana hitam, rambut diikat rapi. Tak ada kemewahan, tak ada simbol kekuasaan. Yang ada hanya ketulusan yang menenangkan.Di belakangnya, layar menampilkan tulisan besar: “Perempuan dan Keberanian untuk Memulai Lagi.”Nayla menatap ruangan itu dengan mata lembut. Setiap wajah di hadapannya seperti cermin kecil dari masa lalunya — ada lelah, ada keraguan, ada luka yang disembunyikan di balik senyum sopan. Tapi juga ada sesuatu yang dulu sempat ia hilangkan: harapan.Ia menarik napas pelan, lalu mulai berbicara.“Beberapa tahun lalu,” ucapnya, suaranya tenang tapi dalam, “aku pernah duduk di kursi yang sama seperti kalian. Penuh mimpi, tapi juga takut. Takut gagal, takut ditinggalkan, takut tidak cukup baik untuk dunia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status