Alena tampak lemas. Tubuhnya bergantung sepenuhnya pada Arga saat pria itu membantunya berjalan keluar dari dapur, langkahnya gontai dan wajahnya masih memucat. Tangan Alena mencengkeram lengan Arga erat-erat, seolah jika ia melepaskannya, maka tubuhnya akan roboh seketika.Arga menelan ludah pelan. Hatinya bergejolak. Bukan karena cinta, tapi karena rasa bersalah yang tak kunjung pergi. Karena janji yang gagal ia tepati. Karena nama Amara terus terbayang di kepalanya—dalam wujud perempuan yang menunggunya pulang malam ini.Namun sekarang, ia sedang menuntun perempuan lain ke ranjang.Sampai di kamar, Arga membuka selimut dan membantu Alena duduk di tepi tempat tidur. Tapi sebelum ia bisa berbalik pergi, tangan Alena menarik pergelangan tangannya. Lembut, memohon.“Jangan pergi dulu …” bisiknya. Suaranya lirih, nyaris patah.Arga mematung.“Aku… aku merasa jauh lebih tenang kalau kamu di sini…,” lanjut Alena, menatapnya dengan mata sembab. “Kamu tahu, aroma tubuh kamu … bisa bik
Terakhir Diperbarui : 2025-06-26 Baca selengkapnya