All Chapters of RAHASIA ISTRI BERCADARKU: Chapter 31 - Chapter 40

Abidzar tidak dapat berkutik karena kedua tangannya terikat ke belakang tiang. Mulutnya disumpal seolah tidak boleh berkata-kata. Di hadapannya berdiri seorang lelaki bertubuh kekar dan lebih tinggi sedikit darinya. Ia tidak tahu tujuan atau kenal siapa orang yang telah membekuk dirinya dengan cara seperti ini. Namun, kalau dilihat dari ciri-cirinya persis seperti orang yang menyandera Miss Flo. Miss Flo adalah teman dekat Yura, lalu ada hubungan apa dengan pria itu? Lagi-lagi semua pertanyaan itu hanya berputar di benak Abidzar. Tiba-tiba ia mendengar suara tembakan dan pria itu segera menuju ke sumber suara. "Senang sekali akhirnya kita bisa bertemu lagi Lea," ujar pria itu dengan menggunakan bahasa Rusia. "Jangan campuri urusanku Dragon, bebaskan dia!" sahut Yura dengan serius. Dragon menatap Yura dengan tajam seraya bertanya, "Jadi kamu lebih memilih menjalani hidup bersamanya daripada bersamaku?" "Aku sudah hijrah, jadi tidak ada alasanku untuk kembali denganmu lagi!" sahut

"Aku tidak apa-apa, cuma lagi apes saja dikeroyok begal," sahut Abidzar dengan santai. Renita yang tidak percaya begitu saja kembali bertanya, "Tapi kenapa kamu bisa babak belur seperti ini?" "Sebagai seorang intel perkelahian seperti ini sudah biasa bukan. Oh ya dari mana kalian tahu aku di sini?" sahut Abidzar sambil balik bertanya. Abidzar tampak mendengarkan penjelasan dari Renita dan sahabatnya Rio. Ternyata selama ini secara diam-diam inteligen telah menyadap ponsel Abidzar. Semua itu dilakukan untuk melindunginya karena diyakini masih diburu oleh pembunuh bayaran. Ketika ponsel Abidzar tidak bisa dihubungi, tim langsung bergerak menuju lokasi terakhir yang terlihat di GPRS. "Aku rasa itu terlalu berlebihan," ujar Abidzar yang merasa diintai dengan alasan keamanan. Padahal ia tahu biaya pengobatannya saja dibatalkan sepihak dengan alasan melebihi batas. "Percayalah semua ini demi keamananmu!" ujar Renita dengan cemas. "Tapi itu melanggar privasi, aku rasa apa yang terjadi

Abidzar melihat beberapa gepok uang merah. Ia tidak kaget dari mana istrinya punya uang sebanyak ini. Akan tetapi, dua buah benda tidak asing membuatnya sangat tidak mengerti. "Ini kan ponsel dan dompetku, bukankah Yura bilang diambil rampok?" tanya Abidzar dengan heran. "Tidak salah lagi Yura kenal dengan orang yang mencarinya," tebaknya kemudian. Selain itu di bawah lemari ada sebuah kotak lagi. Akan tetapi, Abidzar tidak bisa membukanya karena terkunci dan perlu kode khusus. "Kotak apa ini, seperti tempat senjata api laras panjang?" ujar Abidzar menduga. "Tapi kalau benar buat apa Yura memilikinya? Jangan-jangan selain barang mewah mereka menjual ..."Belum sempat Abidzar memikirkan kemungkinan lain, tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering. Ia segera ke luar dari rumah itu karena tidak mau siapa pun melacak keberadaanya. Kalau sampai kepolisian tahu rumah ini bisa jadi masalah buat Yura. Setelah merasa cukup jauh meninggalkan rumah Yura, Abidzar baru menerima panggilan masu

Yura membuka matanya dengan perlahan. Ia kembali terpejam ketika melihat sorot lampu yang menyilaukan. Aroma air garam begitu kuat tercium ditambah lagi suara kicauan burung camar. Seolah bersatu membuat nada yang merengkuh kesadarannya berada di sekitar laut. Gadis itu langsung terjaga dan melihat seorang pria sedang menatapnya dengan penuh kekhawatiran. "Licik, sudah kehabisan akal kau menangkap aku dengan cara pengecut seperti ini?" maki Yura dengan kesal. "Kalau aku tidak datang tepat waktu, kau sudah mati sekarang," sahut Dragon sambil menatap kelepas laut. Yura terdiam menelaah kata-kata Dragon. Ia kemudian berkata dengan ketus, "Dasar munafik, kalau bukan kamu siapa lagi yang melakukannya?" "Seharusnya aku yang bertanya siapa orang yang telah berhasil mengalihkan duniamu Lea. Sehingga kau jadi lemah dan lengah seperti ini?" sahut Dragon dengan lantang. "Tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku harus pulang sekarang juga!" sahut Yura sambil beranjak, tetapi tiba-tiba ambruk di

Suara takbir bergema di langit malam. Semua orang bersuka cita menyambut hari kemenangan. Seperti Umi Hafsah dan anak-anak serta menantunya. Akan tetapi, untuk kali ini mereka akan merayakan idul fitri dengan sederhana. Tidak ada lagi masakan yang melimpah ruah seperti tahun-tahun sebelumnya. Tentu saja tidak ada yang pernah membayangkan atau menginginkan keadaan jadi seperti ini. Namun, Umi Hafsah selalu mengingatkan musibah demi musibah yang mereka alami jangan membuat iman jadi goyah. Pasti ada hikmah dari semua cobaan hidup ini. "Reyhan dan Farid belum datang, Umi?" tanya Abidzar ketika melihat ibunya sedang menatap ke luar jendela melihat orang-orang mengumandangkan takbir. "Reyhan, katanya mau beli apa gitu sama Santi, kalau Farid dan Risa belum ada kabar mau datang kapan jadinya sekarang atau besok," jawab Umi Hafsah sambil mendekati dan duduk di samping Abidzar. "Maafkan aku Umi, kali ini kita harus lebaran di rumah sakit," ucap Abidzar dengan sendu. Umi Hafsah tersenyum