All Chapters of Skandal Panas Presdir Tampan: Chapter 31 - Chapter 40

Damien terus membelai bibir bawah Dona, sentuhannya lembut saat ia membimbing Dona melewati masa-masa klimaksnya. Damien mencium mesra leher Dona, menggigit lembut kulitnya yang lembut sebelum naik ke telinga Dona dan berbisik, "Kamu sangat cantik saat kamu mencapai puncak."Tubuh Dona masih bergetar karena kenikmatan, dan dia dapat merasakan basah di antara kedua kakinya saat jari-jari Damien perlahan-lahan menyelinap pergi. Damien mundur selangkah, matanya tidak pernah lepas dari wajah Dona. Udara di dalam ruangan terasa penuh dengan gairah, nafas mereka saling berbaur saat mereka mengatur nafas.Tangan Damien perlahan merangkul pinggul Dona, memeluknya dengan lembut, dan kemudian Damien mendekatkan wajahnya ke wajah Dona, bibirnya menempel pada bibir Dona. Ciuman itu lembut pada awalnya, tetapi segera berubah menjadi semakin liar saat lidah mereka menari bersama. Tangan Damien meluncur ke atas punggung Dona, mencengkeram bahu Dona, sementara Dona melingkarkan tangannya di leher Dam

Beberapa jam kemudian, Damien baru saja menyelesaikan pertemuan dengan perwakilan perusahaan terakhir yang ada dalam jadwalnya hari ini.Saat dia berjalan kembali ke kantornya, dia tidak bisa menahan rasa sedih yang mendalam. Percakapan dengan Nathalie masih membekas di benaknya, dan ia bertanya-tanya apakah ia telah membuat keputusan yang tepat. Dia tahu bahwa dia telah membuat Nathalie terluka, dan tidak bisa menyangkal jika dia masih tertarik pada Nathalie.Damien duduk di kursi kerjanya, tatapannya kosong menatap langit-langit ruang kerjanya. Tiba-tiba ponselnya bergetar karena ada panggilan masuk, dan ia melirik ke layar dan menadapati nama Tessa sebagai pemanggil, sekretarisnya di Hotel Diamond Rose Amerika.Damien menarik napas dalam-dalam lalu menjawab panggilan tersebut. "Halo, Tessa," sapanya, "Ada apa?""Pak Damien, aku hanya ingin memberitahu. Jika Ibu Nathalie baru saja menyerahkan surat pengunduran dirinya," terang Tessa.“Mengundurkan diri!” seru Damien terkejut.“Iya P

Damien mengatur posisi duduknya, memastikan kerah kemejanya rapi, dan dengan senyuman lebar dia mengajak masuk Chiara yang membawa sebuah nampan dengan hidangan lezat."Selamat siang, Chiara. Terima kasih telah mengantar makan siang untukku," ucap Damien dengan nada ramah.Chiara membalas senyum, meskipun sedikit terkejut melihat Damien begitu ramah padanya. "Selamat siang, Pak Damien. Ini makan siang untuk Anda," jawabnya sopan sambil meletakkan nampan di atas meja.Damien menatap Chiara dengan penuh pesona, mencoba mencairkan kekakuan yang mungkin dirasakan Chiara. "Maaf mengganggu, tapi apakah kamu punya sedikit waktu untuk duduk bersamaku? Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu," tambah Damien sambil menunjuk ke kursi di seberangnya.Chiara sedikit ragu namun kemudian mengangguk. "Tentu, Pak Damien. Ada yang bisa aku bantu?"Damien menggeleng pelan. "Tidak, sebenarnya aku ingin mengucapkan terima kasih langsung kepadamu. Aku melihat betapa rajin dan profesional kamu dalam pekerja

Chiara terbangun pada pukul 6 sore, matanya terbuka perlahan memandang kegelapan kamar yang diselimuti oleh bayangan senja yang redup. Saat ia bergeser sedikit, ia merasa sesuatu di sisinya. Dan ketika ia menoleh, ia melihat Damien tertidur pulas di sebelahnya.Hatinya berdebar kencang ketika ingatan semalam membanjiri pikirannya. Ia merenung sejenak, mencoba memahami apa yang terjadi. Tubuhnya terasa kaku dan lelah, menyisakan jejak-jejak peristiwa yang tak terlupakan.Dengan hati-hati, Chiara mencoba menyentuh tubuhnya yang terasa berdenyut-denyut perih. Rasa sakit itu masih terasa, mengingatkannya pada apa yang telah terjadi semalam.Dia berusaha untuk bangkit dari tempat tidur tanpa mengganggu tidur Damien. Langkahnya ragu, seolah takut akan membangunkannya. Dengan langkah ragu dan perasaan yang campur aduk, Chiara berjalan menuju kamar mandi, meninggalkan Damien yang masih tertidur lelap di tempat tidur.Langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi. Dia memandang pintu itu deng

Semakin mendekat, Damien menyibakkan tangan Chiara yang gemetar, nafas hangatnya terasa saat ia menundukkan kepalanya untuk menjelajahi area paling sensitif Chiara. Dengan keahlian yang terlatih dan gairah yang tidak terbendung, lidah Damien menari dan menggoda, menyalakan sensasi di dalam Chiara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.Damien membenamkan wajahnya di antara kedua paha Chiara, melahapnya dengan penuh nafsu. Chiara tidak bisa menahan desahannya yang terdengar semakin jelas di dalam kamar mandi."Pa... Pa... Pak Damien..." desis Chiara, wajahnya semakin memerah oleh rasa malu dan gugup yang melanda."Ya, sayang?" Damien menjawab dengan suara serak, namun tetap penuh gairah."Ah... Aku... Aku merasa... a-ah..." Chiara terisak, kesulitan menemukan kata-kata yang tepat di tengah sensasi yang melanda tubuhnya.Damien menoleh ke atas, matanya bertemu dengan mata Chiara yang penuh dengan kekaguman dan kegugupan."Kau merasa apa, sayang?" Damien bertanya, suaranya lembut namun