All Chapters of Penderita Kanker Jadi Manusia Super: Chapter 211 - Chapter 220

Pegunungan Alpen, SwissKhaled Thunderhawk masih hidup, pikir Otto Heinz. Dia sudah menduganya.Pria Amerika itu dilaporkan tewas empat bulan lalu—tubuhnya yang koma hangus terbakar. Namun, pembunuh yang dikirim Otto yang memicu kebakaran di fasilitas rahasia AS yang menampung pria Amerika itu belum pernah melihat jasadnya. Hal itu tidak akan terjadi dalam kasus ini. Tim di Italia akan segera melaporkan dengan konfirmasi.Dia menyandarkan kakinya di kursi ottoman dan membiarkan dirinya menikmati kenyamanan ruang utama kastil. Seekor kucing Persia putih melompat dan meringkuk di pangkuannya. Dia mengelus bulunya. Hewan peliharaan itu adalah teman setianya.Derak kayu bakar dari perapian besar, perabotan mewah dan permadani kuno, pencahayaan redup, dan bahkan kelembapan yang tumpah dari dinding batu berpadu untuk memeluknya dalam kepompong kenangan pahit yang akan membekukan tulang kebanyakan pria. Dia mendapatkan kekuatan dari semua itu.Château Heinz dibangun pada abad kesepuluh. Namu

Pistol itu terasa aneh di balik pakaiannya. Renzo telah mengambilnya dari mobil sebelum dia membuangnya. Rasanya membutuhkan senjata membuatnya marah.DiIa mengenakan mantel olahraga linen di atas kemeja polo, celana panjang berlipit, dan sepatu lari—dibeli dengan uang tunai dari penutupan rekening banknya yang terburu-buru.Dia meraih segenggam biji-bijian dan mengulurkan telapak tangannya. Sekumpulan sayap mengepak di sekelilingnya. Dua merpati hinggap di tangannya dan mematuk-matuk makanan itu.Lebih banyak burung melayang di dekatnya, kepala mereka berputar-putar mencari celah untuk pesta yang mudah. ​​Puluhan burung lainnya mengelilingi kakinya, menyambar sisa-sisa makanan. Turis lain ikut bersenang-senang, tangan mereka terentang ragu. Kamera berbunyi klik, pedagang tersenyum, dan anak-anak berlarian.Piazza San Marco terkenal karena banyak hal. Merpati adalah yang paling jarang diingat. Namun, mereka menjadi tempat persembunyian yang sempurna ketika Renzo mengamati sekelilingnya

Teriakan marah.Orang-orang di belakangnya telah berbelok di tikungan. Renzo melompat ke haluan salah satu gondola dan terus berlari, lengan terentang untuk menjaga keseimbangan, melompat dari satu perahu ke perahu berikutnya, bersyukur atas cengkeraman para pelarinya.Anak-anak berteriak melihat pemandangan itu. Mereka menyerbu bersama seperti penggemar di konser rock, ponsel dipegang di atas kepala. Massa mereka menciptakan pagar kayu yang tak tertembus.Tiga lompatan lagi dan dia melewati mereka dan kembali ke jalan setapak. Berlari cepat lalu berbelok di tikungan menuju jembatan. Dua orang di belakangnya telah menghilang, dan Renzo mengira mereka telah berbelok ke gang di belakang anak-anak. Inilah kesempatannya. Menaiki tiga anak tangga batu sekaligus, tetap berpegang pada jalan setapak luar di sepanjang langkan. Dia menghindari deretan tas tiruan yang dipajang di karpet dan bergegas ke atas.Pemandangan kacamata hitam dan sepatu bersol karet membuatnya berhenti mendadak. Pria it

Pemandangan panorama dari teras hotel membentang melintasi laguna hingga ke Isola di San Giorgio Maggiore, tempat sinar matahari memantul dari atap-atap kubah keemasan. Perahu-perahu berlalu-lalang, dan Jack bisa membayangkan para bangsawan masa lalu menyaksikan kedatangan kapal-kapal dagang dari Timur yang penuh dengan barang-barang eksotis.Tak ada sejarah seperti ini di LA, pikirnya.Eric dan Kalinda bergandengan tangan menghadap para tamu. Mereka berada di bawah teralis lengkung bunga-bunga warna-warni yang menjuntai hingga ke lantai. Jack dan Iskhan berdiri di samping Eric. Zoya dan Serafina berada di samping pengantin wanita. Ahmad berdiri di satu sisi.Rombongan pengantin berhadapan dengan para tamu yang memenuhi delapan baris kursi. Sekelompok fotografer pilihan berdiri di belakang mereka. Sebuah kuartet gesek memainkan birama terakhir Bridal Chorus dari Wagner.Bahkan di balik kerudungnya, senyum Kalinda menerangi kerumunan.Dia sudah cuku

Jack mengamati anak laki-laki itu. Hubungan yang dia alami di ruangan lain dengan Iskhan sangat kuat. Benar atau tidak, Jack tahu dari ikatan itu bahwa anak laki-laki itu mempercayai apa yang dia katakan. Kejar-kejaran mendadak di luar kemungkinan besar memicu ingatan akan cerita-cerita tentang papanya. Imajinasinya telah mengisi sisanya.Tentu saja itu tidak mungkin benar, pikir Jack. Tapi itu tidak penting. Dia tahu dari pengalamannya sendiri sebagai seorang ayah bahwa tidak akan ada kedamaian—dan tidak akan ada upacara pernikahan—sampai dia membuktikannya.Dia bangkit dan membisikkan sesuatu kepada Eric. Temannya menatapnya seperti orang gila."Lakukan saja, Rick," kata Jack. Dia memberi isyarat ke arah papa Zoya. "Dan sebaiknya kau bawa Leonardo bersamamu. Karena mereka tidak akan menyerahkannya dengan sukarela."Eric mengangguk. Dia dan Leonardo meninggalkan ruangan.Jack mendengar keributan di luar.Semenit kemudia