Semua Bab Penderita Kanker Jadi Manusia Super: Bab 221 - Bab 230

Distrik San Polo sebagian besar merupakan kawasan permukiman. Meskipun turis masih menjelajahi daerah itu, sebagian besar yang dia lewati tampak seperti penduduk lokal. Renzo terus bergerak, mengingat dari peta cara kembali ke Hotel Danieli. Dia berharap itu adalah tempat terakhir yang mereka duga akan dia kunjungi.Gang berikutnya terbuka ke sebuah piazza kecil tempat sekelompok anak laki-laki mengoper bola di depan sebuah gereja kecil. Para pria bermain kartu di bawah payung di sebuah kafe terbuka. Dua ibu mengayun kereta dorong bayi sambil mengobrol di bangku taman. Renzo memperlambat lajunya. Lalu lintas pejalan kaki lebih lengang di sini, tetapi masih banyak penduduk setempat yang dengan senang hati akan menunjukkan jalan kepada pria gila yang berlari cepat melewatinya.Dia sudah setengah jalan melintasi piazza ketika lonceng gereja berdentang. Getarannya mengejutkannya, bergema di kepalanya, masing-masing berdentang seperti bel pintu pada ingatan yang terkunci. K

Si pendayung gondola menyanyikan "'O Sole Mio" sambil mendorong perahu melintasi Grand Canal. Dua puluh gondola hanyut di dekatnya. Para pendayung gondola ikut bernyanyi. Tenor suara mereka yang tegang memberi alunan lagu yang terdengar lebih seperti seruan tentara untuk berperang daripada iringan romantis. Setiap perahu memiliki satu atau lebih pendayung, beberapa di antaranya dengan ponsel di telinga mereka. Meskipun mereka menyamar sebagai turis, tak satu pun dari mereka adalah penumpang berbayar.Deburan vaporetto yang lewat mengguncang perahu-perahu saat mereka bertemu di dekat pintu masuk kanal cabang. Sebuah taksi air berhenti di dekatnya.Papa Zoya berada di kemudi. Eric dan dua teman pendayung gondola Leonardo berada di belakang. Mereka mengangguk kepada Jack.Sudah waktunya untuk basah kuyup.***Tangan dan kaki Renzo masih terikat. Dia duduk di pojok kiri kursi belakang. Selimut yang melingkari bahunya menutupi kesulitannya, tetapi tak m

Pegunungan Alpen, SwissKemarahan Otto atas berita bahwa ilmuwan Amerika itu telah melarikan diri dari rumah sakit tanpa jejak tidak sebanding dengan keterkejutan yang dia rasakan ketika mengetahui bahwa pemuda itu memiliki piramida mini. Otto telah mengetahui keberadaan replika-replika kecil itu enam tahun lalu, setelah peluncuran tak terduga dua objek induknya. Salah satu miniatur itu masih ada, dan dia ingin memilikinya sejak saat itu—sampai dia mengetahui bahwa miniatur itu tidak berguna tanpa bantuan orang Amerika yang koma itu. Bagaimanapun, dia telah putus asa untuk memilikinya ketika agennya di badan ilmiah AS melaporkan bahwa miniatur itu telah hancur dalam kebakaran—yang dinyalakan empat bulan lalu dalam upaya untuk membunuh Khaled Thunderhawk.Namun mereka salah.Kegagalan itu membangkitkan amarahnya.Apakah agen-agennya sengaja dijauhkan dari informasi? Atau apakah ilmuwan bernama Timmy itu menyimpannya untuk dirinya sendiri? Kalau begitu, Otto bertanya-tanya rahasia apa l

Mereka telah berganti perahu dua kali sebelum tiba di dermaga yang sepi. Pakaiannya yang kusut akhirnya kering.Malam telah tiba dan kabut tipis menyelimuti air. Serangga-serangga berdengung dalam lingkaran tak berujung di sekitar lampu tunggal di atas dermaga beton. Dua pria muncul dari kabut. Mereka mengenakan jaket anti angin, topi rajut, dan berwajah waspada. Masing-masing membawa senapan serbu antik.Leonardo memberi isyarat agar mereka memimpin jalan."Tetaplah dekat," katanya.Mereka berbaris satu per satu melalui gerbang melengkung menuju jalan setapak tanah yang dibingkai pepohonan cemara. Sinar dari salah satu senter pendayung gondola menyimpang dari jalan setapak dan memantulkan bentangan nisan yang luas. Hanya beberapa yang dihiasi bunga segar.Kematian di sekelilingku."Menyeramkan," bisik Eric.Seorang biarawan berambut putih menunggu mereka di pintu samping gereja yang terbuka. Sebuah rosario tergantung di satu tangan,

Zoya adalah seorang ibu. Dia tahu cara bersembunyi di balik dinding kekuatan yang dibuat-buat. Namun, kalau pria di hadapannya—ayah dari anak-anaknya—mampu merasakan emosinya semudah dia membaca emosi Khaled, pria itu pasti tahu dia ketakutan.Ya, dia sangat gembira Khaled masih hidup. Itu sebuah keajaiban. Lalu ayahnya menelepon untuk memperingatkannya bahwa ingatan Khaled telah hancur. Dia menguatkan diri, bersiap untuk yang terburuk. Namun, sementara dia menunggu kedatangan Khaled, sebagian dirinya telah memupuk keyakinan rahasia bahwa kekuatan cinta mereka sebelumnya akan menembus tabir. Dia berpikir, Bagaimana mungkin tidak? Kalau dia dan Khaled tidak pantas mendapatkan akhir yang indah, lalu siapa yang pantas?Ketika pertama kali melihatnya, dia menyadari secercah pengenalan terpancar dari ekspresi Khaled. Jantungnya berdebar kencang dan dia meluap dengan kegembiraan. Kecuali sedikit uban di cambangnya, Khaled tampak sama. Garis tawa, mata hijau yang tegas, dan rambut ikal kekan