All Chapters of Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek: Chapter 541 - Chapter 550

Dalam perjalanan kembali ke ruang kerja, aku mengirim pesan pada Steven menanyakan apakah dia sudah kembali. Dia tampak sangat sibuk dan hanya membalas dengan dua pesan singkat.[Ya, aku sudah kembali ke Rumah Sakit Muliajaya.][Raisa, apakah kamu merindukanku?]Semakin akrab dengannya, Steven semakin suka menggodaku. Aku tidak tahu harus menjawab apa, jadi hanya membalas. [Aku belum sempat mengucapkan terima kasih atas pertolongan Dokter Steven. Lain kali kalau kembali ke Kota Nowa, Dokter Steven harus memberitahuku.]Setelah mengirim pesan itu, aku tidak mendapat balasan. Aku pun tidak menunggunya dan segera kembali tenggelam dalam kesibukan pekerjaan.Selama seminggu berikutnya, aku sangat sibuk sampai waktu makan pun harus dipaksakan. Untungnya Rian sangat perhatian, sesekali membawakan makanan untukku, sehingga perut dan pencernaanku tidak berulah.Namun Rian hanya membawakan makanan, bahkan tidak sempat mengantarkanku pulang, karena departemen bedah saraf juga sangat sibuk.Siang

"Lepaskan aku. Aku akan membunuhnya! Aku ingin dia mati!" Mata Zelda berkobar amarah, wajahnya yang kurus sampai cekung memerah karena marah. Kebencian meledak dari tatapannya dan terpancar di rahang yang menegang ketika dia menggigit giginya.Jari-jarinya menggeliat menyerupai cakar, meluncur ke arahku dengan sekuat tenaga, berusaha mencengkeram dan mencekik leherku, tapi ujung jarinya tidak berhasil menyentuhku.Saat ini, Ardi merangkul erat pinggangnya, berusaha sekuat tenaga menariknya menjauh dariku. "Tenanglah, jangan membuat keributan."Di kantin, rekan-rekan kerja tertegun menyaksikan kejadian itu. Mereka tampak ketakutan, tak berani bergerak, apalagi maju untuk membantu.Aku menatap wajah Zelda yang bengis dan terdistorsi, tubuhku mendadak kaku. Otakku kosong, aku tidak tahu harus menghindar atau melawan, hanya bisa terpaku menatapnya."Aduh, Dokter Zelda, apa yang mau kamu lakukan? Kalau lapar, makan saja. Dokter Raisa bukan makanan, untuk apa kamu menyerangnya!" Padahal yang

"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Yang penting masalah hari ini sudah selesai." Aku tidak ingin memikirkannya lebih jauh. Dengan kondisiku sekarang, tak ada energi lagi untuk hal-hal seperti ini.Aku pasti salah paham karena pemikiran Devi. Ardi tidak mungkin menegur Zelda.Bahkan jika Ardi menegur Zelda, itu juga demi kebaikan Zelda. Tujuannya tetap sama, yaitu melindungi Zelda.Devi mengiyakan. "Semoga Pak Ardi bisa mengurus Zelda dengan baik. Kalau dia berani bertingkah seperti itu lagi, aku benar-benar akan mengambil tindakan!"Saat berbicara, Devi menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan, membuat hatiku terasa hangat kembali.Dia hanyalah gadis lembut, tapi dalam situasi tadi, dia berani melindungiku di belakangnya, sama sekali tidak memikirkan kemungkinan Zelda yang kehilangan kendali bisa melukai wajahnya.Aku merangkul bahunya. "Lain kali juga jangan bertindak, utamakan keselamatanmu sendiri.""Tidak bisa begitu. Kak Raisa, sekarang kamu adalah orang penting departemen kita.

Hanya Dokter Galak yang tampak tidak senang. Mimpinya untuk promosi kandas, jadi suasana hatinya tentu buruk. Namun, Steven adalah sosok terkenal di bidangnya. Meskipun direkrut baru dari luar, kemampuan profesional Steven tidak diragukan, jadi meskipun Dokter Galak tidak senang, dia tetap berusaha tersenyum agar terlihat wajar.Hanya saja, senyumnya terlihat lebih menyedihkan daripada menangis.Kepala perawat tersenyum senang, tapi sedikit menoleh dan berbisik menghentikan kegembiraan Devi. "Jangan terlalu senang dulu. Pikirkan baik-baik, kalau kedua orang ini bersaing untuk Kak Raisa, kamu akan membantu siapa?"Devi yang tadi bersemangat dan gembira, tiba-tiba terdiam. Dia memonyongkan bibirnya, kedua tangannya saling menggenggam sampai pucat.Setelah terdiam cukup lama, Devi akhirnya bertanya balik, "Bu Ratna, kalau Ibu, pilih siapa?""Aku pasti berpihak pada orang sendiri. Dokter Steven memang tampan dan cakap, tapi aku sudah lama kenal Rian, jadi aku lebih menyukai dia." Kepala pe

Aku tercengang. Wakil dokter spesialis yang baru saja mulai bekerja, bahkan hanya sempat melihat-lihat rumah sakit sebentar, tapi langsung diminta melakukan operasi? Apakah ini benar-benar pantas?Devi yang berada di sampingku langsung tersenyum lega, sangat senang. "Bagus sekali. Dokter Steven turun tangan, operasi ini pasti berhasil.""Kalau begitu, ayo kita segera bersiap. Operasi tidak menunggu siapa pun." Steven masih menampilkan senyum santainya, sambil menepuk bahuku.Kekhawatiran dan rasa takutku tadi seolah sirna setelah tepukannya. Sebuah keberanian muncul dari hatiku dan aku langsung mengikuti Steven menuju ruang operasi di departemen bedah jantung.Saat Dokter Galak masih dalam masa pemulihan akibat luka bakar, aku memang beberapa hari melakukan operasi sendirian. Berbagai operasi, besar maupun kecil, telah melatih kemampuan klinikku sekaligus menguji mentalku. Pertumbuhan dan kemajuanku sangat pesat.Namun operasi untuk pasien khusus ini tetap membuatku cemas. Terlebih lag