Hanna terduduk di tepi ranjang, memandangi pintu yang baru saja ditutup Rafael. Helaan napasnya berat, matanya berkaca-kaca. “Kenapa harus seperti ini?” gumamnya pelan.Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Hatinya menolak untuk menangis lagi, tapi tubuhnya lemah. Seolah setiap kata Rafael tadi mencabut sisa tenaganya."Kenapa aku merasa semua tidak sesuai dengan rencana awal? Aku pikir semua akan berjalan mudah. Dua tahun, hamil, lalu melahirkan, dan setelahnya aku bisa pergi," ucap Hanna mulai emosional. "Kenapa harus muncul perasaan yang sejak awal sudah aku tekadkan tak ada." Hanna menangis dalam diam. Di luar kamar, suara langkah Rafael terdengar samar. Sesekali ada bunyi kertas diseret, laci dibuka, atau suara pengetikan cepat dari ruang kerjanya. Itu membuat Hanna makin sadar, lelaki itu memang memilih tenggelam dalam dunia pekerjaannya, bukan dirinya.Hanna memeluk lututnya sendiri. Dalam hati, ia ingin sekali keluar, menghampiri Rafael, lalu bertanya dengan lantang:
Last Updated : 2025-10-16 Read more