Prima tersenyum kecut, pipinya menegang menahan rasa malu yang gagal ia sembunyikan. Matilda menatap kepala desa muda itu dengan ekspresi datar, lalu berkata lagi,“Bercanda, loh, Pak,” ujar Matilda santai, sambil membuka botol mineralnya. "Saya doain, semoga Bapak cepat dapat jodoh, ya. Soalnya kalau Nayla jodohnya udah ada—”Ucapan Matilda belum sempat selesai, terpotong seorang petugas pemadam yang datang tergesa ke arah warung. "Bu, Pak, api sudah berhasil dipadamkan. Tapi area dalam masih belum sepenuhnya aman, dan akan kami tutup sementara waktu. Karena, masih banyak puing panas,” ujarnya.Mendengar hal itu Nayla seketika berdiri. Kursi kayu yang ia duduki terseret kasar ke belakang, membuat semua orang menoleh. “Saya mau ke sana, Pak!” serunya, emosional. "Saya harus lihat ke dalam!"Surti sontak ikut bangkit. “Nay, jangan dulu! Masih bahaya!” sergahnya, meraih lengan Nayla.“Betul itu,” sambung Matilda cepat. “Nanti kalau plafon yang runtuh lagi bagaimana, Nay?! Mama nggak mau
Last Updated : 2025-10-14 Read more