All Chapters of Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel: Chapter 351 - Chapter 360

371 Chapters

Topeng Giok di Atap

Pak Sutejo terdiam sambil menoleh ke pintu masuk yang terbuka."Juga apa, Pak?" Peter mendesak."Konon mereka punya koneksi dengan dunia lain," Pak Sutejo berbisik sangat pelan. "Makhluk-makhluk yang nggak kasat mata. Siapa yang berani lawan mereka, bisa hilang tanpa jejak."Pak Hendro mengangguk sambil merogoh tas laptopnya. "Makanya saya nggak berani main lama di kota ini, Dok. Terlalu berbahaya buat orang luar.""Dokter Peter mau hati-hati," Pak Sutejo mengingatkan. "Video Dokter udah viral, pasti keluarga-keluarga elit udah tahu. Kalau mereka merasa tersaingi...""Tersaingi?" Peter penasaran."Dokter kan menyembuhkan istri Tuan Ricky Atmajaya yang selama ini ditangani dokter-dokter mahal mereka," Pak Hendro menjelaskan. "Ini bisa jadi ancaman buat monopoli mereka di bidang kesehatan."Pak Sutejo berdiri sambil mematikan TV. "Sudah malam, sebaiknya kita istirahat. Dokter, kamar tujuh di lantai dua. Kalau ada apa-apa, panggil saja."Peter naik ke lantai dua sambil mencerna informasi

Last Updated : 2025-09-21

Duel di Taman Willow

Angin malam bertiup kencang, membuat jubah hitam sosok itu berkibar dramatis. Di kejauhan, suara gonggongan anjing mulai terdengar, seolah merasakan kehadiran energi supernatural."Peringatan untuk apa?" Peter bertanya sambil mengamati gerakan-gerakan halus lawannya."Video viral yang kau buat di Mansion Atmajaya sudah menarik perhatian yang salah," sosok itu berkata sambil mengangkat tangan kanan. "Keluarga-keluarga besar di Kota Teratai bukan hanya konglomerat biasa. Mereka memiliki... koneksi yang tidak seharusnya dimiliki manusia."Peter merasakan aura Qi di sekitar sosok itu mulai menguat. "Koneksi dengan apa?""Dunia lain. Makhluk-makhluk yang sudah lama bersembunyi di balik kedok modernitas." Topeng giok mulai bersinar lebih terang. "Dan sekarang mereka tahu ada kultivator lain yang masuk ke wilayah mereka."Tanpa peringatan, sosok bertopeng itu melompat ke atap bangunan sebelah dengan kecepatan yang mengejutkan. Tubuhnya melayang di udara selama beberapa detik, menantang hukum

Last Updated : 2025-09-21

Pedang Naga Emas

Peter menggunakan seluruh kekuatan Pedang Naga Emas yang tersembunyi dalam tubuhnya. Aura keemasan mulai menyelimuti tubuhnya, menciptakan perisai energi yang berkilauan seperti sisik naga sungguhan.Benturan antara naga hijau dan perisai emas menciptakan ledakan energi yang membuat pohon-pohon di sekitar taman bergoyang keras. Suara benturan terdengar seperti guntur yang bergema di malam sunyi.Seorang penjaga taman yang sedang berpatroli malam terkejut melihat kilatan cahaya hijau dan emas di antara pepohonan. "Apa itu tadi? Petir atau..." Matanya melebar ketakutan. "Hantu berkelahi!"Dia berlari ke pos keamanan dengan kaki gemetar, meninggalkan dua kultivator yang masih bertarung sengit.Peter terpental mundur beberapa meter, kakinya meninggalkan jejak dalam di tanah yang basah. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya, pertanda bahwa serangan tadi cukup melukai."Pedang Naga Emas," sosok bertopeng itu berkata dengan nada terkejut. "Bagaimana seorang kultivator muda sepertimu bisa

Last Updated : 2025-09-21

Bayangan Topeng Giok.

Peter duduk di tepi tempat tidur single yang keras, menatap langit-langit kamar nomor tujuh yang dipenuhi noda kelembapan berbentuk seperti awan gelap.Kipas angin tua di sudut ruangan berputar dengan suara berderit yang monoton, menciptakan hembusan udara hangat yang bercampur dengan debu halus.Jarum jam dinding yang berdetak pelan menunjukkan pukul tiga dini hari. Matanya tak kunjung terpejam sejak kembali dari duel di Taman Willow dua jam yang lalu.Bayangan sosok bertopeng giok masih memenuhi pikirannya bagaikan hantu yang enggan pergi. Setiap kali mengingat kekuatan yang dipancarkan lawan tersebut, dadanya sesak seolah ada batu besar menindih tulang rusuknya."Mengapa di dunia yang energinya begitu tipis ini ada sosok sekuat itu?" Peter bergumam sambil memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri. "Penjaga Bayangan itu bukan kultivator biasa."Suara gonggongan anjing di kejauhan bersahutan dengan decitan engsel pintu kayu yang digoyang angin malam. Di luar jendela kecil yang kacanya

Last Updated : 2025-09-22

Tiket ke Paviliun Kabut Hijau

"Gimana tidur Dokter semalam?" Pak Sutejo bertanya sambil meletakkan makanan di meja dengan gerakan hati-hati. "Mudah-mudahan nyenyak dan tidak diganggu mimpi buruk.""Cukup nyenyak," Peter berbohong sambil mengaduk bubur dengan sendok kayu yang sudah kusam."Pak Sutejo, soal cerita semalam...""Cerita apa ya, Dok?" Pak Sutejo memiringkan kepala dengan ekspresi polos yang terlihat dibuat-buat. "Saya sudah tua, daya ingat kadang-kadang suka lupa.""Tentang orang-orang asing yang datang ke kota, pingsan misterius, bayangan di atap," Peter mengamati perubahan raut wajah pemilik penginapan dengan saksama. "Anda bilang keluarga Shangguan punya koneksi dengan dunia lain."Pak Sutejo tertawa sambil mengusap kepala botaknya yang berkilat terkena sinar matahari dari jendela."Aduh Dokter Peter, mungkin teh jahe saya semalam terlalu kuat. Dokter jadi bermimpi macam-macam sampai kebangun.""Saya tidak bermimpi, Pak. Ini nyata.""Lho, masa iya ada hal-hal aneh di Kota Teratai?" Pak Sutejo duduk d

Last Updated : 2025-09-22

Gerbang Paviliun Kabut Hijau

Peter mengamati kontras mencolok yang terjadi di sepanjang jalan utama ini.Di satu sisi berdiri gedung kaca berlantai puluhan dengan papan iklan neon berkedip menampilkan produk-produk mewah, di sisi lain masih tersisa rumah-rumah tua dengan dinding bata merah yang mengelupas dan genteng tanah liat yang sudah bertumbuhi lumut.Seorang anak kecil berusia sekitar enam tahun berlarian mengejar layang-layang kertas yang putus benangnya, melintasi jalan dengan lincah di antara kendaraan yang berhenti akibat lampu merah. Ibunya berteriak panik sambil mengejar dari trotoar."Adi, jangan lari ke jalan!" teriak perempuan berkerudung hijau itu sambil mengangkat rok panjangnya agar tidak tersangkut saat berlari.Di sudut persimpangan, seorang kakek renta duduk di kursi plastik sambil menjual rokok dan permen karet. Topi caping yang sudah lusuh melindungi kepalanya dari terik matahari pagi, sementara mata sayunya mengamati lalu lalang kendaraan dengan tatapan kosong."Pak, mau turun di mana tepa

Last Updated : 2025-09-22

Sang Pemilik Berwajah Pucat

"Terima kasih, Kakek. Saya hanya lewat dan mengagumi seni kaligrafi yang indah ini," Peter menjawab sopan sambil sedikit membungkuk hormat sebelum melanjutkan perjalanan."Hati-hati, anak muda," kakek itu berkata tanpa menoleh, suaranya pelan namun terdengar jelas. "Gang ini menyimpan hal-hal yang tidak semua orang siap untuk melihat."Di ujung gang yang semakin sepi dan gelap meski masih siang hari, sebuah bangunan tua dengan arsitektur yang berbeda dari yang lain menarik perhatiannya.Pintu kayu besar berukir naga dengan detail yang sangat halus berdiri kokoh seperti gerbang ke dunia lain.Papan nama yang cat hijaunya memudar dan mengelupas tergantung miring di atas pintu: "Paviliun Kabut Hijau - Barang Antik & Warisan Leluhur". Huruf-hurufnya ditulis dengan gaya kaligrafi kuno yang sulit dibaca orang modern.Lonceng angin dari batu giok hijau tergantung di teras depan yang sempit, bergerak lembut meski tidak ada hembusan angin yang terasa. Suaranya seperti tetesan air di gua yang s

Last Updated : 2025-09-22

Tatapan yang Menembus Jiwa

Pertarungan semakin panas dan destruktif dengan setiap detik yang berlalu.Debu berterbangan hingga ruangan dipenuhi kabut tipis yang membuat pandangan terbatas dan sulit bernapas.Papan kayu lantai berderit keras setiap kali salah satu dari mereka mendarat setelah melompat tinggi dengan bantuan teknik ringan.Perempuan itu melancarkan tendangan melingkar yang mengincar rusuk kiri Peter dengan kecepatan yang mengejutkan. Angin yang tercipta dari kecepatan tendangan itu membuat beberapa gulungan kertas beterbangan ke udara seperti kupu-kupu yang panik.Peter menangkis dengan telapak tangan sambil mundur, merasakan kekuatan yang cukup besar dari lawannya.Udara di sekitar mereka bergolak setiap kali kekuatan bertabrakan dengan brutal. Papan kayu bergetar hebat, menciptakan bunyi seperti drum yang dipukul beruntun dalam ritme yang kacau. Sinar matahari yang menyinari ruangan membuat bayangan mereka menari seperti dua penari yang terlibat dalam tarian maut."Siapa sebenarnya Anda?" peremp

Last Updated : 2025-09-22

Paviliun Kabut Hijau, Rahasia di Balik Batuk.

Lampion giok di langit-langit memantulkan cahaya kehijauan yang basah di permukaan guci pecah berserakan. Rak kayu tua menguarkan bau serbuk gaharu dan debu halus yang menumpuk bertahun-tahun. Lonceng angin dari batu giok berdenting pelan karena arus energi tak kasat mata yang mengalir di antara barang antik.Marni Huang berdiri setengah menutup dada, napasnya belum rata setelah pertarungan tadi, mata setajam paruh elang yang siap menyambar mangsa. Di baliknya, sosok pria pucat yang tadi muncul dari ruang belakang kini terlihat lebih jelas di bawah cahaya lampion.Andrew Huang, demikian nama yang tertulis di papan kecil di sudut meja kasir, memiliki telapak tangan pucat dengan sendi-sendi yang menonjol seperti akar pohon kering. Batuk pendek yang ditahannya membuat bahu kanannya bergetar halus setiap beberapa detik.Cahaya lampion memantul di iris Andrew seperti kilat yang letih dan kehilangan kekuatan. Suara batuknya terpotong-potong dengan ritme yang tidak alami, namun tekanan napas

Last Updated : 2025-09-23

Menjahit Kembali Meridian yang Terkoyak.

"Jika kau gagal," Andrew berkata setelah menimbang lama, "kau harus angkat kaki dari Kota Teratai dan melupakan semua yang kau lihat di Paviliun ini."Peter mengangguk tanpa ragu. "Saya setuju dengan syarat itu."Marni menggeser meja kayu berat ke posisi yang lebih lapang, kemudian mengambil kain linen bersih dari lemari kecil di sudut ruangan. Lampion digeser lebih dekat, membuat cahaya kehijauan menyebar lebih merata di area yang akan digunakan untuk pengobatan.Bunyi lonceng giok makin jelas terdengar meski tidak ada angin yang bertiup. Seperti ada kekuatan tak kasat mata yang mulai berkumpul di ruangan tersebut, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.Andrew menarik kursi kayu yang kokoh ke tengah ruangan, duduk setengah menyamping dengan tangan menggenggam lutut. Posisi tubuhnya tegang, namun matanya menatap Peter dengan campuran keraguan dan harapan tipis."Tunjukkan bahwa lidahmu bukan sekadar pisau tumpul yang hanya bisa melukai," ucapnya dengan nada menantang.Lonceng gio

Last Updated : 2025-09-23

...

33 34 35 36 37 38

SCAN CODE TO READ ON APP