Semua Bab Cutie Bodyguard : Bab 41 - Bab 50

41Hari berganti. Naysila masih kesulitan menghubungi Yusuf. Gadis bermata besar itu telah mengirimkan puluhan pesan, yang hanya dibaca tanpa dibalas. Naysila gelisah hingga tidak bisa menikmati acara kumpul keluarga besar mamanya. Perempuan berbibir penuh tersebut lebih banyak diam, sambil memandangi ponselnya, dan berharap Yusuf menghubunginya. Akan tetapi, hingga hari ketiga lebaran, Yusuf tak kunjung menelepon atau mengirimkan pesan. Hal itu menyebabkan Naysila gundah dan ingin segera menemui pria tersebut. Siang itu, sesampainya di depan rumah, Naysila langsung berpindah ke mobilnya, yang telah dipanaskan mesinnya oleh Rumi, yang telah datang sejak satu jam silam. Seusai berpamitan pada kedua orang tua dan Damsaz, Naysila langsung melajukan mobilnya keluar dari pekarangan luas. Naysila memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi, supaya bisa segera sampai di tempat tujuan. Akan tetapi, ternyata Yusuf telah pergi bersama rekan-rekannya ke kediaman Sultan Pramudya. Naysila hanya

43Jalinan waktu terus bergulir. Yusuf dan rekan-rekannya telah kembali ke Jakarta, seusai melakukan acara ngunduh mantu di Kota Malang, hari Minggu siang. Kendatipun tidak sempat jalan-jalan, karena keterbatasan waktu, Yusuf merasa senang dengan kesuksesan rangkaian acara pernikahan Jauhari dan Avreen. Sebab acara lamaran Yusuf pada Naysila akan berlangsung Sabtu nanti, Jauhari membatalkan rencananya untuk mengadakan acara kumpul-kumpul di luar kota. Sebagai gantinya, acara akan dilaksanakan di salah satu restoran milik Hadrian di Jakarta. Pagi itu, Yusuf telah berada di kantor PRHZZ di kawasan Mampang. Dia mengebut semua pembacaan laporan dari staf, lalu dia membuat jadwal kerja hingga sebulan ke depan. Keberangkatan Yusuf dan Naysila ke Guangzhou yang ditunda seminggu, menjadikan Yusuf bisa menuntaskan beberapa pekerjaannya di PBK, lalu melimpahkan sisanya pada Andara, Mukti dan Irwin, ketiga asisten Zulfi lainnya. Yusuf mengingat-ingat para juniornya, yang kemungkinan bisa me

45"Ratan pindah ke apartemen itu?" tanya Yusuf, sesaat setelah membaca laporan buatan Kukuh dan Nuriel. "Ya, lantai 21," jawab Wirya. "Itu sudah dipastikan Kukuh yang mengikutinya di lift, waktu ngangkut beberapa tas," lanjutnya. "Makin penasaran aku. Dia sampai pindah dari rumah bapaknya." "Abaikan. Kamu fokus ke acara besok." "Ehm, deg-degan aku." "Santai, Suf." "Abang dulu, begini juga, nggak?" "Enggak terlalu. Karena acara lamaranku sebetulnya cuma formalitas. Tanggal nikahannya justru sudah ditetapkan sebelum lamaran." "Ehm, Bang. Mau minta saran," ucap Yusuf. "Tanggal nikahan yang bagus, itu kapan?" tanyanya. "Jadinya bulan apa?" "Tadinya, Desember. Tapi aku mikirnya, kejauhan." "Lalu?" "Mau dimajukan ke awal Oktober." Wirya mengecek kalender di mejanya. "Oktober, cuma ada nikahannya Putri, ajudannya Ineke. Minggu pertama. Selebihnya, kosong." "Minggu kedua, deh." "Sabtu pagi?" "Ya, langgeng resepsi aja, Bang. Malamnya bisa nyantai." Wirya manggut-manggut. "Oke

47Acara inti lamaran telah usai. Para tamu dipersilakan untuk menyicipi hidangan, yang telah disajikan panitia di deretan stand di carport. Yusuf dan Naysila, mengikuti langkah kedua orang tua mereka menuju ruang kerja di bagian belakang rumah. Tidak berselang lama, Wirya, Damsaz, Heru, dan Zulfi menyusul, untuk mengikuti rapat intern. Asisten rumah tangga memasuki ruangan sambil mendorong troli sarat makanan. Naysila membantu sang asisten menyajikan hidangan buat semua orang di tempat itu. "Fix-nya, tanggal berapa, Wir?" tanya Gamal, sambil memandangi sang ketua panitia. "Sabtu, 11 Oktober. Akad jam 9. Resepsi dimulai dari jam 1 sampai jam 5," terang Wirya. "Berarti bubarnya pas magrib?" "Diusahakan, sebelum magrib sudah benar-benar usai, Pak. Teknisnya, jadi tanggung jawab Aditya dan Nanang." "Oke, atur saja. Kami, para orang tua, menyerahkan semuanya pada tim PBK." "Ada drama, kan, Wir?" tanya Darnila. "Ada, Bu. Ari yang bikin skenarionya," jelas Wirya. "Bukan kamu?" Wi

49Yusuf mendengarkan ocehan Kiara, sembari menimpali sekali-sekali. Pria beralis tebal itu, mulai bosan dan ingin agar Kiara memulai aksinya. Yusuf melirik meja sudut kiri, di mana tim petinggi PBK tengah duduk sambil berbincang. Yusuf mengeluh dalam hati, kala Yanuar merangkul pundak Zulfi, lalu memberi isyarat agar Yusuf meniru tindakannya. Yusuf memerhatikan sekeliling. Dia berpura-pura hendak minum, ketika melihat Max dan Randi, dua sahabat Ratan, di meja ujung kanan. Yusuf penasaran dengan beberapa pria lainnya di dekat Max. Namun, Yusuf tidak bisa kembali menoleh ke sana, supaya pihak lawan tidak mencurigainya. "Mas, habis ini, mau ke mana?" tanya Kiara, dengan suara mendesah. "Pulang," jawab Yusuf. "Mending ikut aku, yuk!" "Ke mana?" Kiara menunjuk ke atas. "Kita check in." Yusuf berusaha untuk tetap tenang, meskipun jantungnya berdegup kencang. "Ehm, yakin?" "Yups." "Kamu yang bayar." "Oke." Yusuf memandangi Kiara yang sedang mengambil ponselnya dari dalam bauget