Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan의 모든 챕터: 챕터 211 - 챕터 220

Malam itu, langit kota dipenuhi cahaya lampu dari gedung-gedung tinggi. Dari balkon restoran di lantai atas sebuah hotel mewah, Thomas dan Valerie duduk berhadapan, di bawah gemerlap lampu gantung kristal dan langit yang tenang. Makan malam bersama di restauran itu menjadi langkah utama dalam rencana mereka. Meja makan mereka tampak elegan, dua gelas anggur, lilin kecil yang bergetar tertiup angin lembut, dan aroma daging panggang yang baru saja disajikan di meja. Keduanya bisa duduk tenang dalam satu meja, tanpa rasa takut diketahui oleh orang luar. Valerie menatap Thomas sambil tersenyum kecil. “Sudah lama sekali sejak kita terakhir makan malam berdua di restauran begini,” katanya pelan. Thomas menatapnya balik, mata itu memancarkan kehangatan yang lembut. “Terakhir kali kita makan berdua… Jenn masih bayi. Kau waktu itu memarahi aku karena terlalu sibuk bekerja sampai lupa ana

Hujan turun cukup deras malam itu. Lampu-lampu kota memantul di genangan jalanan depan apartemen tempat Thomas dan Valerie tinggal saat ini. Suara bel terdengar tajam memecah keheningan, menimbulkan getaran aneh di dada Thomas. Thomas berjalan ke arah pintu, tapi Valerie menahannya dengan lembut. “Biar aku yang bukakan pintu,” ucapnya dengan nada tenang, meski matanya penuh dengan kewaspadaan.Kedatangan Sofia tentu sudah diperhitungkan oleh Valerie dan Thomas. Begitu pintu terbuka, sosok wanita elegan berdiri di sana, bajunya agak basah karena seperti terkena basah hujan, dengan tatapan yang nampak menusuk. Sofia... Gaun mahalnya sedikit lembap, tapi posturnya tetap tegap, penuh wibawa seorang istri sah yang merasa berhak menuntut penjelasan, dan juga siap menyalahkan Valerie atas semua yang terjadi. “Jadi ini benar,” kata Sofia dingin, matanya menatap Valerie dari atas ke bawah. “Wanita yang selama in

Beberapa hari setelah malam penuh amarah itu, Sofia Ludrent Klorn kini nampak berubah. Ia tak lagi terlihat kalut atau histeris. Sebaliknya, ia kembali menampilkan sosok yang selama ini dikenal publik. Anggun, berwibawa, dan berbahaya dalam diam, penuh dengan tindakan yang telah diperhitungkan matang. Dengan arahan Maria, Sofia mulai melangkah satu per satu, menata ulang kekuatan yang hampir hancur karena selama ini tidak terlalu ia pedulikan. Pagi itu, ia melangkah masuk ke ruang rapat utama perusahaan Ludrent Group karena tahu Thomas tidak datang, entah apa urusannya saat itu. Semua kepala departemen berdiri menunduk memberi salam sebagai mana mestinya. “Aku tidak ingin membuang waktu,” ucapnya dengan suara tenang namun mengandung tekanan. “Mulai hari ini, aku ingin laporan keuangan, proyek ekspansi, dan daftar mitra baru dikirim langsung ke padaku juga, bukan hanya ke bagian direktur eksekutif.”

Malam telah larut, namun lampu di ruang tengah rumah keluarga Ludrent masih menyala dengan sinar yang terang. Sofia mondar-mandir dengan gelisah, wajahnya pucat, matanya menatap jam dinding setiap beberapa detik berlalu. Begitu terdengar suara pintu terbuka, ia langsung menoleh cepat. Tahu kalau Maria pasti sudah kembali. Sebelum pergi, Maria sudah meminta izin untuk menemui Ayahnya, dan mencoba untuk bicara baik-baik. “Maria!” serunya, bergegas menghampiri. “Di mana saja kau? Apa yang dikatakan Ayahmu padamu tadi?!” Maria menutup pintu perlahan, masih dengan wajah yang nampak begitu lelah. “Ibu, tolong tenang dulu. Aku baru saja sampai—” “Aku tidak butuh kau menenangkan Ibu saat ini, Maria!” bentak Sofia tajam. “Katakan pada Ibu! Apa dia menyebut nama perempuan itu lagi?!” Maria menarik napas panjang. Ia tahu percakapan ini takkan mudah untuk diungkapkan. Dengan hati-hati, ia berkata, “Ayah tida

Hari itu, ruang konferensi utama di kantor pusat Ludrent Klorn Corporation dipenuhi oleh para wartawan, investor, dan staf senior. Lampu-lampu kamera berkedip nyaris tanpa jeda. Suara berdesakan, gumaman, dan pertanyaan tidak sabar bercampur menjadi satu di ruangan itu. Sejak Thomas menatap membawa kasus keluarganya ke pihak berwajib, ada banyak sekali spekulasi, dan dugaan yang perlu untuk dijelaskan. Sebuah konferensi pers mendadak diumumkan oleh Thomas Ludrent sendiri setelah menimbang tentang situasi, langkah yang membuat semua pihak terus bertanya-tanya. Selama ini, Thomas dikenal tertutup dan jarang menampakkan diri di depan publik, apalagi setelah isu-isu besar melanda keluarganya itu. Namun siang itu, ia berdiri tegak di depan podium, mengenakan setelan abu muda dengan ekspresi tenang namun penuh dengan wibawa. Di sebelahnya, duduk seorang perempuan yang wajahnya membuat hampir semua orang di ruangan itu terdiam membeku. Wajah itu… tidak asing bagi siapa pun ya