“Masih sakit?” tanya Aira pelan, tangannya menyodorkan gel hangat ke arah Alvano yang sedang duduk di sofa, sebelah tangannya memegang sisi pinggang yang memar. “Tidak,” jawab Alvano cepat, terlalu cepat. Aira mengangkat alis, tapi tak berkata apa-apa. Ia duduk di hadapannya, membuka tutup botol dan mengoleskan gel itu ke kulitnya yang lebam. Alvano meringis pelan, tapi tidak mengelak. “Kalau kamu bilang ‘tidak sakit’ tapi wajah kamu nyengir kayak gitu, artinya bohong,” gumam Aira sambil terus mengoles. “Aku cuma enggak mau kelihatan lemah.” “Lemah bukan berarti salah, Van,” bisik Aira. Hening sejenak. Alvano menunduk. Tatapan matanya kosong, seperti sedang berusaha menelan ingatan yang enggan dia buka. Aira tahu, ini lebih dari sekadar luka di kulit. “Setiap kali kamu deket, aku takut,” ujarnya tiba-tiba. Aira berhenti bergerak. “Takut kenapa?” “Karena kamu ngingetin aku sama perasaan yang pernah bikin aku hancur. Perasaan kalau aku punya sesuatu yang berharga… sesu
Last Updated : 2025-07-13 Read more