Arsen berangkat ke kantor pagi itu dengan langkah tergesa, mengenakan jas abu-abu dan ekspresi yang sulit dibaca. Ia hanya sempat menunduk, mencium kening Kamila sebelum keluar. “Aku harus rapat darurat,” katanya pelan, “Bibik akan tetap di sini. Istirahatlah, jangan pikirkan apa pun.” Kamila mengangguk, meski dalam hatinya ada perasaan ganjil. Setelah semua kekacauan semalam — kematian perempuan yang ingin menikahi suaminya, tuduhan media, pertikaian dengan ibu dari pria itu — rumah ini terasa seperti asing yang baru saja selesai disapu debu, tapi bomnya belum berhenti berdetak. Ia duduk di tepi ranjang, menatap hujan yang mulai menetes lembut di luar. Udara dingin masuk dari sela tirai, membawa aroma tanah basah dan melati layu dari taman belakang. Tangannya refleks menyentuh perutnya yang sudah besar sekali, kemungkinan tiga bulan lagi ia akan melahirkan. Ada kehidupan di sana. Kecil, rapuh, tapi nyata. Dan itulah satu-satunya hal yang membuatnya bertahan. Namun ketenangan itu
最終更新日 : 2025-11-03 続きを読む