Nama pria itu Yohanes Pranata. Bukan eksekutif, bukan manajer besar, hanya salah satu analis data proyek merger yang duduk di lantai ke-14—jauh dari rapat-rapat besar dan kamera media. Tapi justru karena itu, Nara memilihnya sebagai pintu pertama.“Dia sudah 7 tahun bekerja di Dirgantara,” kata Raydan. “Pintar, cepat, tapi lebih suka diam. Bukan orang yang ikut politik kantor.”Nara mengangguk mendengar penjelasan Raydan. Menurutnya mendekati Yohanes adalah strategi yang tepat.Nara tidak langsung mendekati secara terang-terangan. Ia memulainya dengan hal kecil: menyapa saat lewat, menitipkan dokumen yang “tertukar,” pura-pura butuh bantuan memahami laporan Excel.“Maaf, Pak Yohanes, bisa bantu lihat ini? Saya tidak paham simbol ini,” katanya suatu sore di pantry.Yohanes, pria berkacamata dengan rambut selalu rapi itu, mengangguk pelan dan menjelaskan data seperti dosen yang kelelahan.Tapi saat Nara menyebut kata “Jatiwaru”, sesuatu di wajahnya berubah. Gerakan tangannya terhenti sep
Terakhir Diperbarui : 2025-05-31 Baca selengkapnya