Di kejauhan, terdengar langkah kaki tambahan. Tidak satu, empat atau sepuluh. Itu sangat banyak. Suara anggota lain yang akhirnya datang membantu, sorak lemah, dan suara ambulans yang makin mendekat. Maia tetap lemas, tapi perlahan napasnya stabil. Matanya berkedip lebih sering, lalu matanya menatap kosong ke atas, seperti orang yang baru melewati badai mimpi buruk. Di bibirnya tergurat senyum tipis, seperti orang yang tahu ia baru saja memilih hidup. Di benaknya, satu kalimat bergema lembut, tapi tidak sepenuhnya nyata. “Bijaklah menggunakan apa yang kau ingat dan rasa pada kehidupan kedua ini.” Maia menggenggam hal itu seperti janji. Ia tidak tahu siapa yang dimaksud dengan ‘kalian berdua’ itu. Atau apakah masih ada ujian di depan? Dia tidak tahu. Tapi untuk saat ini, untuk detik ini, dia memilih bertahan. Dan Mike, yang mendekap tubuhnya erat, meneteskan air mata tanpa malu. Mereka belum m
Last Updated : 2025-09-15 Read more