Lahat ng Kabanata ng Aku di Antara Kalian: Kabanata 61 - Kabanata 70

Sudah banyak contoh, rekan-rekannya hancur karena perempuan simpanan. Usaha yang dirintis dengan perasaan keringat, lenyap sekelip mata. Keluarga berantakan hanya karena nikmat semu dari wanita penggoda. Anaknya menjadi korban dengan adanya perceraian. Pak Gatot belajar dari kehancuran mereka. Dia meneguhkan hati karena tidak ada yang kurang dari sosok Bu Puri. Jadi untuk apa mencoba yang lain. Taruhannya martabat dan harga diri. Untuk itu dia bisa sesukses sekarang karena tidak banyak tingkah. Selalu ingat siapa yang menemaninya berjuang.Dirinya bisa dianggap lolos melewati itu semua, tapi bagaimana dengan anak-anaknya? Ujian bukan lagi tentang dirinya, tapi kedua putranya."Sebaiknya Manggala jangan diberitahu dulu, Bu.""Bagaimana kalau besok tiba-tiba Gala datang ke sini, Yah?""Nggak apa-apa kalau dia tahu sendiri. Tapi Gala nggak akan ke sini kalau nggak ada perlu." Pak Gatot menatap istrinya. "Doakan yang terbaik saja. Untuk sekarang kita syukuri dulu bahwa anak kita sudah kem

Selama seminggu setelah Kiara menemukan resi pembayaran di laci, jujur saja hatinya sangat sedih dan sakit. Rasanya tidak adil dengan semua itu. Namun pada akhirnya dia menyadari, wajar Manggala mengistimewakan Nada karena dialah wanita yang sangat dicintainya. Sedangkan dirinya sudah diberikan status, dinafkahi, anaknya mendapatkan sosok ayah yang baik, sudah cukup bagi Kiara. Kesadaran yang membuatnya ikhlas dan tidak memikirkan lagi semua itu.Manggala juga bangkit untuk melepaskan sarung. Kiara mengambilnya lalu melipat beserta sajadah yang mereka pakai. Kemudian membuka gorden jendela kamar.Di luar masih gelap. Embun pagi menempel di kaca jendela. Dan udara terasa sangat dingin. Kiara kembali menutup gorden dan menoleh pada Manggala yang masih duduk di tepi pembaringan."Ki, kita nggak bisa terus begini. Kalau ada apapun, sekarang harus dibicarakan berdua."Kiara yang berdiri di dekat jendela mengangguk. Seulas senyum mengembang di wajahnya, walau hati masih diliputi perasaan ca

AKU DI ANTARA KALIAN- EmosiSemua mata tertuju pada Manggala yang tiba-tiba muncul lalu duduk tepat berseberangan dengan kakaknya. Keduanya saling pandang. Manggala cukup tajam menatap Narendra yang terkejut melihat kedatangannya yang tiba-tiba."Arsha anakku. Kamu hanya menanam benih, tapi aku yang mengurus semuanya. Aku yang membersamainya sejak tiga bulan dalam kandungan. Aku juga yang menyambut kelahirannya. Kamu ke mana saat itu? Membiarkan seorang gadis hancur sendirian. Tahu nggak, betapa sulitnya situasi waktu itu. Kiara nggak bunuh diri saja sudah bagus."Mendengar ucapan sang adik yang menyudutkannya, tatapan Narendra tidak terima. Keadaan yang membuatnya harus pergi. Buktinya dia tidak jatuh cinta lagi pada perempuan lain. Namun mendengar kata bunuh diri, membuat dadanya kembali tersayat."Kamu nggak tahu apa yang kualami." Narendra membela diri."Aku sudah tahu. Ayah menceritakan semuanya. Kamu S2, Mas. Jago IT. Kenapa tidak bisa mencari cara supaya bisa menghubungi Kiara

Sementara Narendra masih tetap duduk di sana. Menatap kosong ke arah pepohonan yang bergoyang pelan tertiup angin. Kini ia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan langkah selanjutnya adalah keberanian untuk menatap wajah Kiara dan anaknya. Dada Narendra begitu perih membayangkan bagaimana menderitanya Kiara kala itu. Lalu apa ia sanggup bertatapan lagi dengan perempuan pujaannya?Harus sanggup. Dia tidak pernah mengkhianati Kiara. Terpaksa pergi, juga karena keadaan yang memaksa. Kiara harus tahu alasannya tiba-tiba menghilang waktu itu. Narendra menyentuh dadanya yang perih. Apa Manggala sudah jatuh cinta pada Kiara? Mereka sudah menikah selama dua tahun. Bagaimana pernikahan mereka yang katanya terpaksa itu?"Minum, Ren." Bu Puri kembali muncul dan memberikan segelas air putih pada putranya. Ia juga menyentuh ujung bibir Narendra yang terluka. Saat Manggala memukul, Bu Puri juga mendengar dari dalam. Mak Yah yang tadi menenangkannya."Makasih, Bu." Narendra minum seteguk lantas melet

"Hari ini aku nggak kerja, Yah. Aku keluar sama Kiara dan Arsha.""Kalian ke luar kota?""Nggak jauh. Hanya di lereng Kelud."Pak Gatot menghela napas berat."Apa ada masalah di kantor, Yah?""Nggak ada. Ayah hanya mikirin kamu dan kakakmu. Semalaman ibumu nggak bisa tidur mikir kalian berdua.""Jangan khawatirkan kami.""Ya sudah kalau gitu. Hati-hati.""Makasih, Yah."Manggala termangu sejenak. Dia mengerti dengan perasaan kedua orang tuanya. Sebenarnya cukup sederhana, kakaknya sadar dengan posisinya dan tidak perlu lagi mengusik Kiara dan Arsha. Itu sudah cukup baginya."Ada apa, Mas?" Kiara menyusul masuk."Nggak ada apa-apa." Manggala tersenyum, menyambut Arsha dari pelukan Kiara dan menciuminya. Bocah itu terkekeh karena geli dengan ciuman sang ayah yang bertubi-tubi. Mereka jatuh dan gelud di atas spring bed. Tawa keduanya memecah hening pagi.Lima belas menit kemudian, Manggala mengajak mereka keluar kamar. Berjalan-jalan ringan di sekitar penginapan untuk menghirup udara peg