Di ruang makan sekolah, pagi hari tampak biasa. Anak-anak berkumpul, suara sendok dan piring bercampur tawa kecil. Tapi di sudut ruangan, duduk seorang gadis dengan rambut putih terurai, tatapannya kosong namun tersenyum lembut. Namanya Rani setidaknya, itulah nama yang ia berikan. Ia duduk tenang, sesekali menatap satu demi satu murid. Matanya berkilat merah samar, tapi tak seorang pun menyadari. Setiap kali seseorang menatap matanya, mereka akan merasa hangat… nyaman… namun perlahan, mulai lupa siapa yang sebenarnya bisa dipercaya. --- Sementara itu, Ilham duduk di menara barat, memandangi kunci kedua yang kini menjadi batu emas retak. Ia belum tidur sejak kembali dari ruang waktu. “Kita harus segera mencari kunci ketiga,” katanya. Revana, yang duduk di sebelahnya, mengangguk. “Kunci ketiga dijaga oleh seseorang yang ‘seharusnya sudah dikubur’. Kiram menyebut itu dengan nada yang tidak wajar. Apa maksudnya?” Ilham termenung. “Seseorang yang sudah mati… tapi belum pergi.” M
Huling Na-update : 2025-07-28 Magbasa pa