Home / Horor / Gerbang Neraka: Desa Terakhir / Bab 116 : Gadis Bernama Rani

Share

Bab 116 : Gadis Bernama Rani

Author: Rafi Aditya
last update Last Updated: 2025-07-28 19:35:36

Di ruang makan sekolah, pagi hari tampak biasa. Anak-anak berkumpul, suara sendok dan piring bercampur tawa kecil. Tapi di sudut ruangan, duduk seorang gadis dengan rambut putih terurai, tatapannya kosong namun tersenyum lembut.

Namanya Rani setidaknya, itulah nama yang ia berikan.

Ia duduk tenang, sesekali menatap satu demi satu murid. Matanya berkilat merah samar, tapi tak seorang pun menyadari. Setiap kali seseorang menatap matanya, mereka akan merasa hangat… nyaman… namun perlahan, mulai lupa siapa yang sebenarnya bisa dipercaya.

---

Sementara itu, Ilham duduk di menara barat, memandangi kunci kedua yang kini menjadi batu emas retak. Ia belum tidur sejak kembali dari ruang waktu.

“Kita harus segera mencari kunci ketiga,” katanya.

Revana, yang duduk di sebelahnya, mengangguk.

“Kunci ketiga dijaga oleh seseorang yang ‘seharusnya sudah dikubur’. Kiram menyebut itu dengan nada yang tidak wajar. Apa maksudnya?”

Ilham termenung.

“Seseorang yang sudah mati… tapi belum pergi.”

M
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 116 : Gadis Bernama Rani

    Di ruang makan sekolah, pagi hari tampak biasa. Anak-anak berkumpul, suara sendok dan piring bercampur tawa kecil. Tapi di sudut ruangan, duduk seorang gadis dengan rambut putih terurai, tatapannya kosong namun tersenyum lembut. Namanya Rani setidaknya, itulah nama yang ia berikan. Ia duduk tenang, sesekali menatap satu demi satu murid. Matanya berkilat merah samar, tapi tak seorang pun menyadari. Setiap kali seseorang menatap matanya, mereka akan merasa hangat… nyaman… namun perlahan, mulai lupa siapa yang sebenarnya bisa dipercaya. --- Sementara itu, Ilham duduk di menara barat, memandangi kunci kedua yang kini menjadi batu emas retak. Ia belum tidur sejak kembali dari ruang waktu. “Kita harus segera mencari kunci ketiga,” katanya. Revana, yang duduk di sebelahnya, mengangguk. “Kunci ketiga dijaga oleh seseorang yang ‘seharusnya sudah dikubur’. Kiram menyebut itu dengan nada yang tidak wajar. Apa maksudnya?” Ilham termenung. “Seseorang yang sudah mati… tapi belum pergi.” M

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 115 : Penjaga Waktu yang Tertidur

    Davin duduk di balkon belakang perpustakaan tua, matanya memandangi langit yang retak seperti kaca pecah. Ia mendengar langkah kaki sebelum Ilham dan Revana tiba. “Kalian datang untuk menanyakan sesuatu yang tidak seharusnya kalian ketahui,” katanya tanpa menoleh. Revana langsung ke inti. “Kau… bisa membuka waktu, kan?” Davin tersenyum getir. “Itu bukan kemampuan, Revana. Itu kutukan.” Ilham melangkah mendekat. “Kiram bilang, kunci kedua dijaga oleh waktu. Kami pikir… hanya kau yang bisa menembusnya.” Davin menoleh. Mata biru kelamnya menangkap cahaya suram pagi hari. “Aku bisa,” katanya. “Tapi bukan tanpa harga.” Revana diam. “Apa yang harus kau bayar?” Davin menunduk, menggenggam liontin kecil yang tergantung di lehernya. “Kenangan tentang adikku… satu-satunya orang yang membuatku tetap waras sejak kehilangan semua hal lain.” Ilham menatapnya lama. “Kami tidak akan memaksamu.” Davin menatap Ilham. “Tapi kau tidak perlu memaksa. Karena dunia ini… lebih penting dari satu k

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 114 : Tiga Kunci Jiwa

    Malam menggigil, meski tidak ada angin. Ilham duduk di ruang meditasi tersembunyi di bawah sekolah. Lilin-lilin berwarna biru mengambang perlahan di udara, menyala tanpa sumbu. Cahaya mereka menari dalam keheningan. Di hadapan Ilham berdiri Revana, matanya memejam, tangan terbuka lebar. “Tarik napas,” katanya pelan. “Biarkan kesadaranmu turun ke tubuh. Ke tempat yang paling kau hindari…” Ilham memejamkan mata. Untuk pertama kalinya, ia tidak mencari cahaya atau kegelapan dalam dirinya. Ia mencari luka. Luka yang selama ini ia pikir hanya mimpi buruk masa kecil. Tapi luka itu nyata. Luka itu menyimpan kunci pertama. --- Di dalam pikirannya, Ilham kembali ke masa kecil yang tak ia pahami. Ia berdiri di halaman rumah tua, tempat bunga-bunga kuning tumbuh liar. Langit di atasnya retak, seperti cermin yang dilempar batu. Setiap retakan menciptakan suara teriakan, tangisan, desahan terakhir orang-orang yang telah tiada. Ia berjalan menuju sumur tua di tengah halaman. Dari dalam sum

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 113 : Bayangan Bernama Kiram

    Angin malam meniup tirai aula besar yang setengah terbuka. Saras berdiri membelakangi para murid yang mulai gelisah, tatapannya tertuju ke pintu utama yang perlahan terbuka tanpa disentuh siapa pun. Davin, yang berdiri di samping Saras, merasakan sesuatu menjalar di kulitnya. Seolah dunia tiba-tiba lebih berat. Langkah pertama itu datang pelan. Bayangan hitam muncul dari kegelapan. Sosok tinggi berjubah abu-abu tua, rambutnya panjang dan acak-acakan. Wajahnya setengah terbakar, kulitnya mengelupas seperti bekas luka lama yang tidak pernah sembuh. Semua murid menahan napas. Saras menggenggam tongkat perak pusaka Sekolah Tanpa Nama. “Kau siapa?” suaranya dingin dan penuh kewaspadaan. Sosok itu berhenti lima langkah dari mereka. Suaranya pelan, serak, namun jelas. “Namaku Kiram. Penjaga Gerbang Keempat yang dibuang dari takdir karena membocorkan rahasia dunia.” Saras menegang. Gerbang Keempat adalah gerbang yang hilang. Dalam seluruh dokumen yang ia pelajari selama ini, tidak sa

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 112 : Anak yang Mengingat Langit Ungu

    Malam turun perlahan, namun langit di atas Sekolah Tanpa Nama tak berwarna hitam. Awan tipis melayang keunguan, bercampur kabut aneh yang hanya muncul setiap kali warisan takdir mulai bergolak. Di kamar sempitnya, Ilham duduk bersila, matanya terpejam. Revana menyentuh dahinya dengan dua jari. “Kau ingin ingat?” tanyanya. Ilham mengangguk perlahan. “Aku tak bisa mengontrol semuanya. Tapi aku bisa membukakan pintu.” Dan saat jari Revana bersentuhan dengan kulitnya dunia runtuh. --- Ilham berdiri di sebuah ladang ilalang, langit di atasnya berwarna ungu menyala. Ia kecil, mungkin usia lima tahun. Di sebelahnya berdiri anak perempuan, rambut kepang dua, membawa boneka lusuh. “Namamu Ilham?” tanya gadis kecil itu. “Ya,” jawabnya polos. “Aku… Lira.” Ilham menatap boneka gadis itu. “Kenapa bonekamu penuh darah?” Gadis itu tersenyum. “Karena aku tak sempat menyelamatkan ayahku dari gerbang ketiga.” Ingatan itu pecah. --- Ilham terguncang saat bangun. Ia hampir terjatuh dari t

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 111 : Anak Kosong Bernama Revana

    Kabut turun lebih tebal dari biasanya pagi itu. Sekolah Tanpa Nama seolah terisolasi dalam dimensi yang berbeda. Suara burung tak terdengar, dan cahaya matahari terasa muram. Sesuatu sedang mendekat… dan belum ada yang menyadarinya. Di luar pagar belakang, tepat sebelum lereng jurang, seorang anak perempuan berdiri. Tubuhnya kurus, bajunya compang-camping, rambutnya acak-acakan dan mata cokelat kelamnya tajam menatap sekolah. Ia tidak mengetuk. Tidak memanggil. Hanya berdiri. Menunggu. --- Risa yang sedang menyiram tanaman adalah orang pertama yang melihatnya. Ia mendekat perlahan, waspada. Tapi anak itu tidak bergerak, tidak berbicara. “Kamu siapa?” tanya Risa. Anak itu menatapnya, lalu menjawab lirih, “Revana.” Risa melihat ke tangannya. Tidak ada tanda bercahaya. Ia meminta untuk melihat punggungnya. Tidak ada luka api. Bahkan aura spiritual pun tidak terasa. “Dia… kosong,” gumam Risa saat melapor ke Saras. Saras menatap Revana langsung. Saat mata mereka bertemu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status