Cahaya pagi menembus tirai tipis ruang ICU, mengguratkan semburat pucat di wajah Kayvandra. Mesin monitor tetap berdetak stabil, meski lemah, seperti menyanyikan irama tipis kehidupan yang masih bertahan.Zivanna mengusap wajahnya dengan tangan gemetar. Kelopak matanya berat, tapi ia menolak untuk terpejam. Jemarinya masih menggenggam tangan Kayvandra, hangatnya sedikit kembali terasa. Itu membuat dadanya bergetar penuh harapan.“Mas… kalau kamu dengar aku, tolong… kasih aku tanda, sekecil apapun,” bisiknya dengan suara serak.Sovia mulai menggeliat di pangkuannya, matanya mengerjap malas, lalu menatap ke arah ranjang. “Mama… Paman Kay masih tidur?” suaranya lirih, penuh cemas.Zivanna mengangguk perlahan, menahan isak yang hampir pecah. “Iya, Sayang. Tapi Paman sedang berusaha bangun.”Sovia meraih tangan Kayvandra yang semula digenggam oleh Zivanna, ia menggenggam dengan jemari mungilnya. “Paman, ayo bangun… aku janji nggak akan nakal lagi, aku janji mau dengar kata Mama… asal Paman
Last Updated : 2025-09-12 Read more