"Mas, ayo kita bercerai!" Sebaris kalimat itu meluncur dengan lugas dari mulut, Jasmine Adrielle Zivanna (22 tahun). Pagi ini tepat 48 jam mereka baru saja melangsungkan pernikahan, tapi dengan beraninya Zee menggugat Kayvandra Shawn Dirgantara (27 tahun) untuk berpisah. "Jangan bercanda, nggak lucu, Zee." Timpal pria yang masih membiarkan letak resleting celananya terbuka. Kay tertawa geli, ia menggeleng kecil sambil berkacak pinggang di tepi ranjang. "Aku serius, Mas." Jawab Zee sambil memegang erat ujung selimut yang membungkus tubuhnya hingga bagian dada. Ya. Mereka adalah sepasang pengantin baru, dan mereka telah melewati malam pertama dengan penuh cinta yang membara. "Aku sudah memenuhi kewajibanku padamu, Mas. Kamu senang kan sudah mendapatkan bukti jika aku masih perawan. Lagi pula nggak lucu kalau sampai orang lain tahu, janda Kayvandra Shawn Dirgantara, pemilik perusahaan garmen ternama .... masih virgin." Zivanna, perempuan muda itu pasti memiliki alasan kuat saat menginginkan perpisahan secara sadar. "Kamu sudah gila, Zee?" raut wajah Kay berubah tidak santai, ia menurunkan bahunya perlahan. "Iya, aku memang sudah gila, Mas. Oleh karena itu cepat talak aku sekarang untuk menyudahi kegilaan ini!" Perempuan berkulit putih bak batu pualam dengan rambut kemerahan tergerai sepunggung itu menatap tajam presensi Kay yang mati-matian sedang menahan emosinya. Tapi kenapa Zivanna mendadak memutuskan untuk mengambil jalan perceraian ketika mereka baru saja melewati malam pengantin 48 jam dengan penuh gelora? Apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan perempuan yang selalu dipandang Kay adalah wanita termanis dan lemah lembut itu? Kenapa sekarang Kay melihat Zee menjadi sosok tegas dan penuh percaya diri?
Lihat lebih banyak"Tidak ada pembagian harta Gono gini,"
"Tidak ada pembagian hak waris," "Dan tidak ada kewajiban menafkahi setiap bulannya." Jasmine Adrielle Zivanna, perempuan muda 22 tahun itu terlihat duduk tenang di depan meja pengadilan agama. Pandangannya lurus ke depan, seakan tidak memperdulikan kehadiran Kayvandra Shawn Dirgantara yang saat ini menatap tajam padanya. "Apakah Anda bersedia dengan keputusan ini?" tanya seorang hakim yustisial kepadanya. "Saya bersedia," tanpa ragu Zee menjawab. "Hem ... tidak ada proses mediasi? Apakah Anda sudah tidak berniat untuk memperbaiki hubungan Anda dengan suami?" hakim yustisial tersebut memastikan, mereka memandang heran pada Zee. "Tidak," jawab Zee singkat. Tampak hakim yustisial memeriksa beberapa surat dokumen, lalu berunding dengan hakim lainnya. Tanpa menunggu lama, surat dokumen yang masih berada di atas meja itu dirapikan kembali. "Baiklah!" "Gugatan dikabulkan!" "Huft ...." hembusan napas halus terdengar dari arah Zee bertepatan saat hakim yustisial menyatakan keputusannya dengan ketokan palu beberapa kali, ia lega. Berbeda dengan Kayvandra, ia terlihat tidak terima dengan keputusan yang dirasa masih timpang. Namun saat Kay hendak melangkah mendekat ke arah Zee, lengannya ditahan oleh seseorang. "Jangan sekarang!" bisiknya. "Kenapa?" Kay menyatukan kedua alisnya. "Malu, kamu sudah dibuang oleh perempuan gila itu." "Tapi ...." "Kita pikirkan saja langkah selanjutnya, tidak perlu mengurusi urusan yang sudah tidak penting lagi." Kayvandra menurut, ia mengepalkan tangannya. Kay tidak lepas menatap presensi Zivanna, perempuan yang baru dinikahinya selama 2 hari itu tidak menampakkan kesedihan sedikitpun. "Lihat baik-baik, bibirnya tidak berhenti tersenyum. Tidak lama lagi, dia pasti mendapatkan penggantimu." Kay menoleh cepat, rahangnya terlihat mengeras. Benar saja. Zee mengembangkan senyumnya, sangat manis. "Terima kasih banyak atas bantuannya," ia mendekat ke arah meja, lalu mengulurkan tangannya. "Sama-sama Nona Jasmine," ucap para hakim menjabat erat tangan Zee satu persatu. Lepas memberikan ucapan terima kasih, Zee melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu keluar. Ruang persidangan terasa sesak bagi Zee dengan hadirnya Kayvandra beserta mantan ibu mertuanya, ia berhenti sebentar di depan mereka lalu mengangguk sebagai tanda penghormatan terakhir sebagai seorang menantu. "Sombong sekali, cuih ....!" nyonya Dirgantara menatap sinis pada mantan menantunya, bahkan tidak segan meludah di hadapan orang banyak. Zee acuh, ia melanjutkan langkahnya dengan santai. Digenggamnya dokumen perceraian yang baru saja ia dapatkan, "Aku bebas ...." monolog Zee setelah ia menyalakan mesin mobilnya, Zivanna meninggalkan gedung pengadilan agama dengan membawa sebaris dendam. *** Plak ....! "Bodoh! Dasar bodoh!" teriak tuan Anumerta Wijaya, ayah Zivanna. Suaranya menggema di seluruh ruang rumah mewah mereka, mengalahkan getaran gelombang ribuan skala richter. Zivanna memegang pipi kirinya, ia diam dan tidak membalas. "Bisa-bisanya kamu mengambil langkah perceraian tanpa alasan apapun, bikin malu keluarga saja!" Marah. Tuan Anumerta sangat marah dibuatnya .... "Keluarga Kay adalah keluarga terpandang, Zee. Mereka pengusaha yang merajai bisnis sampai ke benua Eropa. Tapi kenapa kamu malah menggugat cerai putranya setelah berhasil menikah dengan, Kay?" tuan Anumerta belum bisa mengendalikan emosinya, sengaja ia memanggil Zee untuk datang ke rumah dan bertanya tentang kebenarannya. Zee tetap diam, ia duduk tertegun sambil memainkan buku-buku jarinya. "Mau jadi apa kamu setelah ini, hah? Apa kamu mau mengikuti jejak mama kamu yang tidak tahu diri itu?!" Zee mengangkat wajahnya, ia tercengang. Kenapa bisa ayahnya membandingkan dirinya dengan sang ibu yang memilih kabur dengan kekasih gelapnya saat Zee masih berusia 9 tahun? "Zee tidak akan merepotkan Papa, jadi tenang saja, Papa tidak perlu khawatir soal Zee. Lagi pula Zee kan sudah dewasa, Zee tahu langkah apa yang harus Zee ambil. Zee yakin, keputusan Zee tidaklah salah ...." ia meremat ujung dress flowy selutut yang dikenakan, Zee harus bisa menyuarakan isi hatinya meskipun saat ini tubuhnya menahan gemetar hebat. "Kau, sudah merasa pintar, hah?!" tunjuk tuan Anumerta dengan wajah marah. "Pa, kenapa takut hanya karena aku bercerai dengan Kay? Kita bisa kok memulai bisnis ini sendiri tanpa campur tangan mereka. Papa masih mampu, Papa masih punya aku yang akan mensupport penuh di bidang garmen ini." "Jadi kamu menyudutkan papa? Kamu berpikir kalau papa tidak becus mengurus perusahaan tanpa bantuan mereka? Dasar anak tidak tahu malu, sudah dibela malah bertingkah!" tuan Anumerta tidak berhenti membalas perkataan putrinya, ia merasa harga dirinya diinjak-injak. "Bukan begitu, Pa. Zee hanya ingin kita berdiri dengan kemampuan kita sendiri tanpa harus ...." "Alah! Jangan sok menceramahi papa soal ini, anak baru kemarin seperti kamu tahu apa soal bisnis?" tangan tuan Anumerta dikibaskan, ia menolak segala masukan dari Zee. "Papa salah paham, maksud Zee sebenarnya ...." Zee mencoba untuk menjelaskan, tapi kenyataannya adalah .... "Sudah! Papa capek sama kamu, Zee. Kalau kamu tidak bisa papa atur, mending sekarang kamu pergi dari rumah papa. Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi! Papa tidak sudi mengakui kamu sebagai anak papa," Deg! Jantung Zee seakan lepas dari bingkainya, kelopak mata hazel miliknya kini penuh dengan embun. "P-Papa ...." lirih Zee dengan suara bergetar. "Buktikan! Buktikan pada papa jika kamu tidak akan merepotkan koneksi papa lagi," kelopak matanya melebar, tuan Anumerta menuntut pembuktian dari putrinya. "Pa," lidah Zee kelu, lalu .... Zee bangkit dari tempat duduknya, ia menelan saliva yang terasa alot untuk ditelan. "Sampai kapanpun tidak ada yang namanya mantan anak, Pa. Zee minta maaf karena sudah bikin Papa kecewa. Zee pun tidak menginginkan status janda di usia muda, tapi Zee punya alasan sendiri kenapa Zee mengambil langkah perpisahan dengan Kay." "Jangan terlalu banyak mendramatisir!" bentak tuan Anumerta, hatinya tidak bisa luluh meskipun wajah putrinya sudah basah oleh air mata. Seperti mimpi saat tuan Anumerta mendengar pernikahan putrinya kandas hanya dalam waktu 2 hari, bahkan Zee sudah mempersiapkan segala sesuatunya jauh hari dari sebelum janji suci itu diikrarkan. "Tidak, Pa. Buat apa Zee mengada-ada? Maaf jika Zee tidak melibatkan Papa dalam keputusan yang Zee ambil kemarin," Zivanna mencoba untuk menjelaskan, tapi tetap saja diskusi mereka sore ini menemui jalan buntu. "Pergi! Papa muak melihatmu di sini, kamu sudah mencoreng muka papa." usir tuan Anumerta dengan jari telunjuk mengarah ke arah pintu keluar. "Papa ...." lunglai sudah Zivanna, semangatnya benar-benar -- patah. "Papa bilang pergi sekarang juga, Jasmine Adrielle Zivanna! Keluar kau dari rumahku!" bentakan tuan Anumerta seakan menyadarkan Zee dari lamunan. Zee, tanpa mengucapkan kalimat perpisahan pergi dari kediaman orang tuanya. Ia menggenggam banyak luka, tidak kentara, namun sangat berbekas di dalam lubuk hatinya. "Jangan pernah kembali kalau kamu belum bisa sesukses papa!" Zee menoleh, "Papa, jangan pernah menyepelekan kemampuan seseorang. Siapa tahu, sekarang aku memang ada di posisi bawah. Tapi suatu saat nanti, aku pasti bisa lebih sukses dari kalian semua ...." "Sombong kamu!" teriak tuan Anumerta dengan wajahnya yang bengis. "Cepat pergi! Keluar!" sambung tuan Anumerta tanpa memikirkan perasaan putrinya. "Zee pergi Pa, jaga kesehatan Papa ...." Tuan Anumerta membuang muka, ia membiarkan Zee pergi meninggalkan rumahnya. Namun saat Zivanna baru melangkahkan kakinya, ponsel miliknya berbunyi. Ia mengangkat panggilan telepon yang berdering beberapa kali tanpa menunggu lama. "Halo, Ra," [Ibu Zivanna, ada beberapa investor menawarkan kerjasama pada kita] "Oke, bagus! Kamu siapkan saja semua dokumennya. Lima belas menit lagi aku akan datang, tolong kamu urus persiapan meeting malam ini sebaik mungkin." [Siap Ibu CEO] Zee, menarik smirk devilnya. Dari sini ia bisa melihat jelas, jika semua orang disekelilingnya tidak benar-benar tulus mencintainya."Zee...." panggil Kay setelah terkulai di samping perempuan itu."Hm...?" jawab Zivanna dengan suara gumamam, ia masih sibuk menetralkan perasaannya yang kacau akibat khilaf yang disengaja kali ini."Kita rujuk, yuk!" kalimat singkat yang barusan terucap dari bibir Kayvandra membuat Zivanna menoleh.Ia menelan saliva, Zivanna hanya memandang pria lelah di sampingnya dengan raut sulit ditebak. “Huft…” kedua manik mata indahnya menatap ke atas langit-langit kamar.Tangannya meraih selimut dan membungkus tubuhnya lalu turun dari atas ranjang dan mengambil air putih hangat yang disediakan di atas meja kecil. Sedangkan Kay, ia mengenakan boxer miliknya kembali. Kayvandra berjalan mendekat ke arah meja dan meraih bungkus rokok, “1402,” kata Kay saat mengambil satu batang rokok dan menyalakannya dengan pemantik.Dahi Zivanna berkerut samar, “Apa?” ia tidak mengerti. Diletakkannya gelas yang sudah kosong ke tempatnya. “14… apa?” ulang Zivanna meminta penjelasan.“Kamu bisa menggunakannya. Di
“Akh! Mas….” Zivanna terkejut saat Kayvandra menarik tangannya dengan tiba-tiba.Bruk…Tubuh ramping itu jatuh di atas kasur yang empuk. Tanpa memberi kesempatan pada Zivanna, Kay segera menindih tubuhnya. “Apa maksudnya ini?” kedua tangannya mengunci pergelangan tangan, Zivanna. Raut wajahnya terlihat dingin tanpa senyuman.“A-Aku nggak sengaja, Mas….” kata Zivanna seolah terlambat untuk menyesali perbuatannya yang ceroboh itu.Ia melihat pria di atasnya begitu marah atas kelancangannya. Otak kecil Zivanna tiba-tiba membeku, hingga tarikan napasnya tersengal karena menahan segala emosi dalam dada. “A-Aku boleh pergi ‘kan, Mas?” tanya Zivanna dengan sangat hati-hati, ada ketakutan saat pria itu menampakkan sisi garangnya.“Setelah apa yang kamu lakukan padaku?” hembusan napasnya membelai lembut di wajah, Zivanna. “Kamu akan pergi begitu saja?” aroma khas rokok mint bercampur minuman anggur tercium dan membangkitkan gairah yang mulai terserap di setiap inci pori-pori kulitnya.Zivanna
“Bukankah kamu senang kalau melihatku celaka? Atau… aku mati sekalian?” Kay, dengan wajah datarnya mengatakan apa yang ia rasakan selama ini. Ketika Zivanna tidak pernah menunjukkan perasaannya setelah mereka bercerai 7 tahun yang lalu.“M-Mas, kamu ngomong apa sih?” ia terlihat salah tingkah di hadapan, Kay. Zivanna menarik mundur kedua tangannya dan menggeser posisi duduknya agar sedikit berjarak.Kalimat yang diucapkan Kay adalah penafsiran terhadap keadaannya di masa lalu. ketika ia merasa tersakiti dengan kehadiran Jessica dan pengkhianatan Kayvandra padanya. Saat ini... Zivanna hanya takut kehilangan Sovia dan Ethan, untuk masalah yang lain, Zivanna tidak peduli.“Huft….” Kayvandra menghembuskan napas perlahan. Rasa sakit itu masih dirasakan, tapi ada yang lebih sakit daripada luka bekas timah panas yang menghujam di bagian dadanya. “Aku memang salah, dari segi manapun aku memang bersalah. Waktu itu, aku bersama tim manajemen melakukan meeting di luar kota. Cerobohnya aku yang t
“Kita sudah makan malam ‘kan? Ayo! Antar aku pulang ke New Archadia sekarang. Tugasku sudah selesai, aku sudah membayar lunas. Jadi jangan menagihku lagi dengan urusan-urusan yang tidak masuk akal begini.” Zivanna berdiri dari duduknya, ia meletakkan jas milik Kay di atas sandaran kursi.“Kenapa buru-buru sekali?” kedua alis Kay menyatu, ditatapnya Zivanna dengan raut wajah yang rumit. “Oh… aku tahu,” ujar Kay menebak sendiri, “Kamu ingin segera bertemu dengan pria bernama David-David itu ‘kan?” “....” Zivanna mencoba menelaah kalimat yang barusan terlontar dari mulut mantan suaminya. Kedua alisnya menukik tajam, pria itu mulai lagi dengan argumentasinya. Padahal beberapa detik yang lalu mereka menikmati makan malam dengan tenang.“Ternyata benar dugaanku,” gumam Kay yang masih bisa didengar jelas oleh, Zivanna.“Kalau Mas masih ingin di sini, silahkan. Yang jelas malam ini juga aku akan kembali ke New Archadia.” Zivanna meraih tas pestanya, gurat kekesalan jelas terlihat di wajah ca
“Kau,” langkah Zivanna maju setapak. Wajah murkanya tidak dapat ia sembunyikan lagi.“Kenapa? Bukankah itu kenyataannya? Mereka adalah anak-anakku. Sovia dan Ethan adalah keturunan Dirgantara.” Kay meletakkan gelas di atas meja, lalu memandang tenang pada Zivanna yang berapi-api.“Beraninya kamu bilang kalau mereka darah dagingmu, setelah Mas terang-terangan menghina ibunya ini.” Zivanna menunjuk dirinya sendiri.“Kita cari tempat lain untuk bicara?” Kay mengajaknya pergi dari keramaian Galeri Investasi BEI. Ia berniat untuk membicarakan soal putra putri mereka yang belum jelas siapa yang pantas menyandang predikat ‘ayahnya.’“Kenapa nggak di sini aja, Mas? Nggak ada yang curi dengar pembicaraan kita di tempat ini kok. Mereka sibuk sendiri dengan visi misi masing-masing. Mas nggak perlu takut ketahuan kalau Mas pernah menjadi suami aku 7 tahun yang lalu.” Zivanna mencoba meredam emosinya sendiri. Ia tidak ingin memancing keributan di tempat umum seperti ini, apalagi di hadapan para in
Setelah beberapa bulan berlalu, Kayvandra akhirnya pulih dari cedera yang dialaminya. Ia terlihat lebih kuat dan sehat, meskipun masih ada sedikit bekas luka yang membekas. “Kita akan hadir di sini? Sungguh? Membosankan, ck....” kay membaca kertas undangan yang ada di tangannya. “Harus,” jawab Alvaro yang berjalan mendekat ke arahnya dengan membawa dua gelas wine. Dalam undangan tersebut, Kayvandra menerima undangan untuk menghadiri sebuah perkumpulan investor di Galeri Investasi BEI dan Komunitas Pasar Modal. Mereka belum memutuskan untuk hadir, masih ada beberapa jadwal meeting yang harus diselesaikan. “Bisa nggak kamu aja yang pergi?” Kay berharap Alvaro bisa menggantinya. “Di situ akan berkumpul banyak investor kaya, Kay. Akan lebih baik kalau kamu bisa ikut dan merayu mereka.” Alvaro meletakkan gelas wine di meja yang berada tepat di hadapan, Kayvandra. “Aku? Merayu mereka?” Kay menunjuk dirinya sendiri, bola matanya melebar sempurna. “Kenapa harus aku?” lanjutnya. “Kare
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen