All Chapters of Istri 24 Bulan Tuan Muda: Chapter 141 - Chapter 150

165 Chapters

Bab 141

"Lita adalah pengecualian, Brian! Dia memang pantas dapetin semua itu!" tegas Sabrina, tak sudi anaknya membela sang istri."Mama!" bentak Brian, suaranya meninggi untuk kesekian kalinya malam ini.Sabrina berakting pura-pura terkejut dengan cukup dramatis.Ia kemudian menoleh ke Diana. “Tuh, Di... kamu lihat sendiri, kan? Brian berani teriak ke tante. Sejak sama Lita, dia berubah. Padahal kamu tahu sendiri kan, Brian itu anak yang lembut... Dulu dia gak pernah begitu ke tante.”Diana terdiam. Mulutnya sempat terbuka, tapi tak ada kata yang terucap. Ia hanya menunduk sejenak... lalu bangkit dan menghampiri Brian, mengelus pelan pundaknya.“Yaan... jangan kayak gitu, ih. Minta maaf ya sama mama. Mama kamu sedih loh kalau kamu begini. Jangan durhaka, ya? Yuk... minta maaf...” bujuk Diana lembut, seperti berbicara pada anak kecil.Brian diam. Ada konflik di matanya, antara marah dan rasa bersalah karena sudah berteriak t

Last Updated : 2025-09-06

Bab 142 : Mereka Diam

Sambil terus mencuri pandang ke arah pintu, Brian menyalakan ponsel Lalita dengan sangat hati-hati.Cahaya remang dari layar mulai menyala, dan suara detak jantungnya terasa seperti bergema di dalam ruangan yang sunyi.“Semoga cepet nyala... semoga cepet nyala...” gumamnya, nyaris seperti doa.Begitu ponsel menyala sepenuhnya, tanpa ragu Brian memasukkan kode sandi yang sudah ia hafal sejak lama: "010101".Dalam sekejap, layar utama terbuka. Ia langsung masuk ke WA—membuka riwayat panggilan, dan juga chat.“Kalau Lita tahu ini... bisa-bisa gue dituntut, deh. Tapi... firasat gue jelek banget. Gak biasanya dia tolak panggilan telepon kalo gak lagi meeting,” desisnya pelan, rasa bersalah mulai menggerogoti dada.Beberapa nama langsung menarik perhatiannya—ibu Aldo dan adik perempuan Aldo.Mereka terus-menerus mengirim pesan kutukan dan hinaan pada Lalita.Tidak hanya satu atau dua. Tapi puluhan... bahkan ratusan. Seperti tak ada habisnya.Menakutkan!Benar-benar seperti teror.Notifikasi

Last Updated : 2025-09-07

Bab 143

“Kamu kenapa?” tanya Lalita pelan, begitu melihat Brian kembali ke mobil dengan wajah lesu dan langkah berat.“Nggak kenapa-napa,” jawab Brian cepat, memaksakan senyum. “Yuk langsung cabut. Kita masih ada dua jadwal presentasi lagi.”Lalita mengangguk, meski pandangannya masih mengikuti wajah Brian, mencoba mencari tahu apa yang terjadi.“Udah… presentasi tadi gak usah dipikirin,” ucap Brian sambil menyalakan mesin mobil. “Fokus aja ke presentasi selanjutnya.”“Iya... Tapi kamu serius, kan, kalau presentasi aku tadi bagus?” tanya Lalita. Ia masih tidak yakin dengan jawaban Brian sebelumnya.Brian hanya diam dan fokus menyetir.Namun, saat lampu merah menyala, Brian menoleh dan menatap Lalita sejenak sebelum menjawab.“Serius, Lita. Aku perlu ngomong berapa kali lagi biar kamu yakin? Aku udah jawab pertanyaan yang sama dari tadi kan? Kira-kira kamu aka

Last Updated : 2025-09-08

Bab 144

“Selamat sore, Bapak Ibu. Perkenalkan, nama saya Brian Wiguna. Saya akan memulai presentasi sore ini...” ucap Brian memulai presentasinya.Bisik-bisik di dalam ruangan tidak ia hiraukan. Matanya tetap fokus pada layar presentasi, tangannya mantap mengendalikan pointer.Brian sudah tahu akan jadi seperti ini saat ia menyebutkan nama lengkapnya. Biasanya, ia hanya memperkenalkan diri dengan nama Brian saja."...demikian presentasi saya hari ini. Apakah ada yang ingin Bapak/Ibu tanyakan?" tanya Brian dengan memamerkan senyum manisnya.Hening.Persis seperti yang terjadi di presentasi pertama mereka pagi tadi.Sunyi.“Tidak ada, Pak,” jawab salah seorang pria yang Lalita juga lupa namanya.“Baik kalau begitu... Saya akhiri presentasi hari ini. Selamat sore semuanya...” Brian membungkukkan badan sopan.Sebelum berdiri, ia menoleh ke Lalita dan berbisik pelan, “Kamu du

Last Updated : 2025-09-08

Bab 145

Brian merasa kepercayaan dirinya hancur seketika. Dia adalah Direktur Operasional Wiguna—sosok penting yang seharusnya mampu mengarahkan laju bisnis perusahaan.Namun, satu kalimat dari Sabrina saja cukup untuk meruntuhkan keyakinannya. Cukup untuk mempertanyakan eksistensi dirinya di dalam perusahaan."Saya tidak bisa mengambil risiko itu. Saya harap kamu mengerti. Apa pun yang kamu tawarkan saat ini, tidak akan membuat saya goyah. Silakan pergi..."Bahkan, Bima berani mengusirnya. Orang-orang yang dulu menunduk hormat saat menyebut namanya, kini bahkan enggan menatap matanya. Ia, pewaris Wiguna—diusir begitu saja.Brian menghela napas berat. "Haahh..."“Baiklah, saya permisi.”Ia keluar dari ruangan Bima tanpa berkata apa-apa lagi. Langkahnya berat dan cepat.Di ruang meeting, ia mengemasi barang-barangnya dengan gerakan mekanis, seperti robot kehilangan arah. Tak ada salam perpisahan. Tak ada suara.Langit tam

Last Updated : 2025-09-10

Bab 146

“Lepasin, pa!”Sabrina menepis kasar tangan suaminya yang mencoba menenangkan.Wajahnya merah padam, matanya melotot penuh amarah, nyaris meledak kapan saja. Suasana ruang tunggu rumah sakit menjadi tegang seketika.“Pu...lang. Kamu harus pulang sekarang...” ucapnya dingin pada Brian, nyaris menggertakkan gigi.Brian tetap berdiri kaku, enggan beranjak. Kepalanya sedikit tertunduk, tetapi matanya menatap Lalita.Brian enggan berpisah.“Brian! Pulang!”Teriakan Sabrina menggema di sepanjang lorong rumah sakit.Beberapa pengunjung menoleh, mencuri pandang dengan wajah penuh tanya.Lalita yang duduk lemas di kursi ruang tunggu hanya bisa menghela napas. Suaranya terdengar lemah, namun tetap mencoba menenangkan situasi yang makin memanas.“Tapi, Lit...” Brian masih belum yakin. Hatinya berat.“Udahhh... aku nggak apa-apa. Kamu pulang aja, istirahat, ya...” jawab Lalita sambil menatapnya dengan senyum samar.Brian mengangguk pelan. Ia tahu, ini bukan waktunya melawan. Dengan berat hati, ia

Last Updated : 2025-09-11

Bab 147

Satu bulan sudah berlalu sejak penolakan Bima dan Tono.Seusai setiap sesi presentasi Fort, Brian selalu menyempatkan diri untuk kembali menemui calon klien.Ia mengetuk pintu-pintu kantor mereka, menyodorkan rencana kerja sama dengan penuh kesabaran.Namun, jawaban yang ia terima nyaris selalu sama, seakan sudah menjadi skrip yang sudah hafal di luar kepala ,“Kami tidak berani melawan ibu Sabrina.”Jawaban itu terdengar bagai tembok tinggi yang mustahil dipanjat. Brian nyaris kehilangan akal.Karena tak kunjung mendapatkan klien baru, tekanan datang dari segala arah. Para pemegang saham mulai gusar, bahkan mendesak Lalita untuk mundur dari jabatannya.Brian sudah tidak mampu lagi membungkam mereka; kali ini, sikap para pemegang saham begitu kasar, melewati batas. Pagi itu, mereka mengadakan rapat khusus, dengan tujuan memecat Lalita.Suasana ruangan Hadi amat mencekam. AC yang berhembus kencang tidak mampu menetralkan hawa panas dari ketegangan yang menggantung.“Sudah satu bulan kit

Last Updated : 2025-09-13

Bab 148 : Rapat Lagi

Silvi kemudian melirik Aryo dengan sorot mata tajam.“Saya belum bisa memutuskan hal ini,” ucap Brian berusaha tenang.Pria itu benar-benar berusaha keras untuk berpikir jernih.“Pak Brian!” suara Silvi meninggi, tak mampu lagi menyamarkan rasa frustrasinya.“Saya tetap tidak akan menandatangani dokumen ini...” jawab Brian mantap.“Baik.” Silvi menarik napas panjang, lalu menatap Brian dengan tatapan menusuk.“Kami akan menunggu keputusan Pak Brian secepatnya. Saya harap Bapak tidak terlalu lama memutuskan. Karena saya, sebagai pemegang saham, TIDAK RELA kalau perusahaan ini BANGKRUT. Saya permisi.”Tanpa menunggu tanggapan, Silvi bangkit dari kursi pergi dengan langkah terburu-buru.Suara hak sepatunya sangat mengintimidasi, memecah hening ruang rapat yang masih menampilkan layar presentasi yang masih menyala dengan grafik-grafik dan

Last Updated : 2025-09-14

Bab 149 : Memanas

Brian langsung berkendara menuju rumah orang tuanya.Sesampainya di rumah mewah bercat putih dengan halaman luas dan penjagaan ketat itu, satpam melapor singkat, “Bu Sabrina belum keluar rumah hari ini, Pak.”Brian hanya mengangguk, lalu melangkah masuk.Di dalam, aroma kopi dan kayu manis samar tercium dari dapur. Brian melewatinya begitu saja dan berjalan cepat mencari ibunya.Langkahnya pun terhenti di depan ruang kerja Sabrina. Dari pintu yang sedikit terbuka, ia mendengar suara ibunya.Sabrina duduk anggun di balik meja kayu besar, mengenakan blus putih rapi. Di hadapannya, Ali—asisten pribadinya—memegang map berisi dokumen.“Apa Brian masih coba negosiasi sama calon klien Fort?” tanya Sabrina sambil menandatangani sesuatu dengan tenang.“Masih, Bu. Sampai kemarin Pak Brian masih berusaha,” jawab Ali hati-hati.Senyum tipis tersungging di bibir Sabrina. “Keras kepala juga dia...”Ali memandang Sabrina ragu. Ia cukup gelisah. Hanya saja, jika tidak diutarakan, Ali akan sangat pena

Last Updated : 2025-09-16

Bab 150 : Memanas (2)

Gino tersenyum sinis pada Alina. “Maksud kamu apa? Saya sudah cukup lama bekerja di Fort, saya tahu betul kualitas Citra. Jangan coba-coba meremehkan penilaian saya!”Alina membalas dengan tatapan berani. “Saya nggak meremehkan, Pak. Saya cuma tanya ke bapak. Setelah probation, kapan terakhir kali Bapak benar-benar kerja satu proyek sama dia? Jangan-jangan cuma dengar cerita orang, tapi nggak lihat langsung.”Beberapa karyawan berbisik-bisik. Ada yang mengangguk setuju, ada pula yang menatap Alina dengan wajah khawatir.Gino menghela napas kasar. “Alina, kamu ini masih hijau. Jangan sok tahu soal hal-hal yang sudah saya jalani bertahun-tahun. Citra itu rajin, disiplin, dan bisa diandalkan. Kalau dibandingkan dengan Lalita...” suaranya ditekan, “…ya jelas kalah jauh.”“Rajin?” Alina mengangkat alis. “Rajin telat submit laporan? Rajin bikin salah tapi gak mau ngaku dan tanggung jawab? Atau rajin ngelempar kerjaan ke orang lain? Saya punya cukup banyak saksi yang tahu cara kerja Citra ya

Last Updated : 2025-09-16

...

12 13 14 15 16 17

SCAN CODE TO READ ON APP