Akash, yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. Tapi nada bicaranya tetap tenang, bahkan nyaris seperti bicara pada diri sendiri.“Saya juga nggak nyangka, Bu Pipit … Roni orang yang kuat. Saya pikir dia tipe pria yang bertanggung jawab. Tapi … ya, kita nggak pernah benar-benar tahu isi hati seseorang.”Pipit menunduk lagi, mengangguk pelan.“Bu Pipit, sabar ya … semoga ada jalan keluar terbaik,” sambung Innara dengan suara lembut. Ia menatap Pipit dengan tulus, tanpa sedikit pun kesan menyalahkan. “Kita doakan, mudah-mudahan Allah bukakan pintu hidayah untuk Bang Roni.”Mereka bertiga saling pandang, dalam diam. Masing-masing dengan beban dan luka yang berbeda. Tapi di antara kesunyian dan air mata itu, ada satu kesamaan—mereka sama-sama tidak ingin Lina kehilangan masa depan hanya karena kesalahan orang dewasa.Akash meraih tangan Lina dan menggenggamnya pelan. “Kamu kuat, ya … demi Mama, demi Papa, kamu harus jadi anak pintar.”Lina mengangguk kecil, masih tersedu, tapi mulai tenan
Last Updated : 2025-07-18 Read more