Naira duduk di tepi ranjang, memandangi layar ponselnya dengan sorot mata kosong. Ia membuka riwayat transaksi, dan di sana, tercatat jelas,transfer lima puluh juta dari nama yang tak dikenalnya semalam. Uang itu sudah sebagian terpakai, untuk rumah sakit, obat, dan cicilan yang tertunda. Tapi tetap saja, melihat angka itu kembali membuat dadanya sesak. Bukan karena jumlahnya, tapi karena cara uang itu datang. Dan janji samar yang mengikutinya.Suara detik jam dinding menggema dalam kesunyian kamar kos sempitnya. Hanya ada satu ranjang kecil, lemari reyot, dan tumpukan map di pojok ruangan. Di atas meja, termos tua dan satu bungkus mie instan jadi saksi bisu perjuangannya selama ini.Ia menunduk. Wajah ibunya terbayang. Terbaring lemah di ranjang rumah sakit, dengan selang infus dan suara mesin monitor detak jantung. Biaya operasi, obat, rawat inap—semuanya seperti jurang tak berujung.Naira menghela napas panjang. Ia menggenggam ponselnya erat, lalu membuka pesan terakhir dari kontak
Huling Na-update : 2025-05-07 Magbasa pa