Malam itu, rumah Aya diselimuti keheningan. Bukan sepi yang menakutkan, tapi semacam keheningan yang penuh kenyamanan. Di dapur, lampu remang menyinari dua cangkir teh yang belum tersentuh. Dedaunan di luar bergoyang pelan tertiup angin malam, dan suara jangkrik menjadi latar yang konstan.Aya duduk di kursi kayu dekat jendela, memandangi langit. Matanya tampak sayu, namun ada kedamaian yang belum lama ini ia kenali kembali. Di tangannya, ada sepucuk surat tua—sudah menguning, terlipat rapi dengan tulisan tangan Rey di sampulnya: “Untukmu, jika suatu saat aku tak lagi bersamamu.”Ia baru menemukannya pagi tadi, terselip di kotak kayu tempat mereka dulu menyimpan dokumen rumah tangga. Dan entah mengapa, Aya baru punya keberanian membacanya malam ini.Dengan gemetar, ia membuka surat itu dan mulai membaca pelan-pelan."Aya, jika kau membaca ini, mungkin aku sudah tak bisa menatapmu lagi. Tapi aku ingin kamu tahu satu hal—bahwa mencintaimu adalah bagian terbaik dari hidupku, meski aku ti
Last Updated : 2025-05-27 Read more