All Chapters of Perjanjian Panas dengan Kakak Muridku: Chapter 271 - Chapter 280

Tidak mungkin Eve di sini… Itulah perasaan Bastian yang masih merasa bahwa ia dalam mimpi. Itulah kenapa ia menarik tengkuk Eve. Mencium bibir kekasihnya. Ia mengira bahwa ia berada di dalam mimpi dan bebas melakukan apa saja. Eve memejamkan mata—membiarkan Bastian melumat bibirnya. Sampai Bastian menyelipkan tangan di pinggangnya. Menariknya sampai terbaring di kasur. Mengunci tubuhnya—Bastian bangkit. Setengah menindih tubuh Eve. “Ini mimpi kan. Aku bisa melakukan apa saja…” Eve mengerjap pelan. PLAK! Telapak tangan Eve meraup wajah Bastian. “Aku di sini, Bastian.” Bastian membuka matanya lebih lebar. menyipitkan mata—menampar pipinya sendiri. PLAK! Begitu keras. Sampai ia sendiri kesakitan. “AKH!” Bastian berguling ke samping memegangi pipinya yang sakit. “Hahaha…” Eve malah tertawa geli. Menertawakan tingkah konyol kekasihnya yang diluar nalar. Bastian memandang Eve dari samping. “Kenapa kamu tiba-tiba di sini?” tanyanya dengan bingung. “Karena aku ingin ke sini

“Kau merindukan anakmu?” tanya Agnes. Arsen bilang ingin bertemu. Arsen ingin bertemu langsung dengan Malaika. Untuk itu ia datang ke apartemen Agnes. “Aku ingin mengajaknya membeli mainan.” Agnes tidak memperbolehkan Arsen masuk. “Tidak mengajakku juga? Aku ibunya.” Arsen memejamkan mata. “Aku sebentar…” Agnes mengibaskan rambutnya. “Kau bilang akan mempertimbangkan tawaranku. Tapi sepertinya, kau dan istrimu kembali berbaikan….” Agnes menatap sinis Arsen. Tawaran yang dimaksud adalah menjadikan Agnes sebagai selingkuhan. Lalu Malaika akan dirawat Yerin dan Arsen. “Aku masih memikirkannya,” balas Arsen pelan. Masih menahan kesabarannya. Agnes menutup pintu apartemennya. Lalu mendekati Arsen. “Kau ingin merebut Malaika dariku?” “Aku hanya ingin mengenalnya.” Arsen menyipitkan mata. “Kau yang bilang dia anakku. Aku sedang berusaha mengenalnya.” Agnes bersindekap. “Benar juga.” Agnes mendekat lagi. tidak ada takutnya dengan Arsen. Padahal pertemuan mereka

Tes DNA sudah dilakukan. Tinggal menunggu hasilnya yang minimal 7 hari sampai 15 hari. Tes DNA dilakukan seperti keinginan kakek. Semuanya terbuka, tidak ada yang ditutupi. Yerin memilih untuk berharap bahwa Malaika bukanlah anak Arsen. Meski, wajah mereka begitu mirip. Meski Malaika adalah bocah perempuan yang lucu. Tapi ia sangat berharap, Arsen bukanlah ayah dari Malaika. Seperti biasa, di tengah masalah yang dihadapinya. Yerin masih bekerja. “Are you okay?” tanya Jema yang masuk ke dalam ruangan Yerin. “Aku sempat melihat berita yang beredar. Tapi sekarang sudah terhapus dan tidak ada lagi.” Keputusan untuk menjadikannya secara terbuka adalah banyak orang yang akan mengangkat sebagai berita. Namun, Arsen tidak bisa membiarkan hal itu terlalu meluas. Bisa berdampak pada perusahaan juga. “Kau sudah tahu dari lama?” tanya Jema mendekati Yerin. Ia membawa bungkusan makanan untuk Yerin. “Makanlah.” Yerin menghela napas. “Aku menunggu hasil DNA itu keluar. Jika Malaika ada

‘Aku sudah membaca surat dna. Aku pergi, jangan temui aku.’ Itu pesan yang baru saja Arsen terima dari istrinya. “Shitt!” Arsen mencoba menghubungi Yerin tapi tidak bisa. Menghubungi orang rumah untuk menutup pintu saat Yerin akan keluar. tapi Yerin lebih dulu pergi. Bahkan mereka belum sempat berbicara, Yerin memilih pergi begitu saja. Penantian mereka sia-sia. Dihancurkan oleh selembar kertas. Arsen meremas kertas yang berada di tangannya. “Tidak mungkin…” geramnya. “Sekarang sudah jelas kan?” tanya kakek yang baru saja datang ke ruangannya. “Kamu tidak bisa mengelaknya lagi. sekarang terima kalau Malaika adalah anak kamu.” “Aku butuh waktu.” Arsen berjalan ingin pergi. Ia akan menyusul dan mencari Yerin terlebih dahulu. Ia tidak akan bisa melepaskan istrinya begitu saja. “Dia memilih pergi kan?” tanya kakek. “Dia pasti tidak mau bertahan di sisimu menjadi ibu dari anak kandungmu?” Arsen berhenti. “Itu bukan urusan kakek.” “Sudahlah berhenti Arsen,” ucap kakek. “Janga

“Ikut denganku.” “Bastian?” tanya Yerin kebingungan. Entah darimana Bastian tahu dirinya di sini. Yerin menatap sekeliling. “Kamu disuruh Arsen?” tanyanya. Bastian menggeleng. “Tidak sama sekali. Aku membuntuti bu Yerin.” Bastian segera menarik tangan Yerin. “Ayo pergi dari sini.” “Bastian!” Yerin melepaskan tangan Bastian. “Ini terlalu berbahaya untuk kamu. Jangan terlibat, ibu pernah bilang padamu—” “Tidak.” Bastian menggeleng. “Ibu yang dalam bahaya jika berangkat sendirian.” “Ada orang yang mengawasi kita.” Bastian mendekat—mengguncang pelan bahu Yerin. “Orang-orang kakek bisa mencelakai bu Yerin. jadi sebaiknya kita pergi. batalkan penerbangannya.” “Bastian ini rumit…” balas Yerin. “Kamu tidak tahu—” “Aku tahu, Bu. Aku tahu pria tua itu pasti mengancam dan menyuruh bu Yerin pergi kan?” tanya Bastian. “Pria tua itu bisa melakukan apa saja untuk mencelekai bu Yerin. jadi aku mohon jangan pergi.” “Aku, kak Arsen… kita tidak bisa melindungi bu Yerin jika di kore