All Chapters of Perjanjian Panas dengan Kakak Muridku: Chapter 371 - Chapter 380

Buru-buru kembali masuk ke dalam mobil. Bastian menghela napas pelan saat melihat Monica yang melewati mobilnya. “Oh shitt…” Bastian mengusap rambutnya pelan. “Aku tidak mungkin di sini terus.” Akhirnya Bastian menghidupkan mobilnya. Melajukan mobilnya keluar dari rumah sakit—kemudian berhenti pada minimarket yang berada di depan rumah sakit. Sedangkan di dalam rumah sakit. Eve benar-benar sibuk. Ia tidak melihat jam—dan ia hanya berfokus pada operasi yang dilakukan. Pukul 10 malam. Eve baru selesai. ia menghela napas pelan sembari mencuci tangannya. melepaskan semua pakaian operasi. Ia menatap dirinya di depan cermin. “Kau sudah bekerja keras dokter Eve.” seseorang yang datang mengusap bahunya. Sheril, seorang perawat yang sering membantunya. “Kau juga,” Eve tersenyum. “Kau akan pulang?” “Iya, dok. Dokter juga kan?” tanyanya. “Hm.” Eve meregangkan ototnya. “Aku benar-benar lelah.” Sheril berkacak pinggang. “Sejujurnya…” “Aku juga sedikit kesal dengan Do

Seorang wanita bergerak kecil di atas kasur. Akhirnya ia membuka mata—bangkit dengan mata yang masih berat. Mencoba mencari air yang biasanya ia sediakan di sampingnya. Eve mengernyit—di mana… Saat ia membuka mata lebih lebar—ini bukan kamarnya. Eve menyibak selimut—ia hanya menggunakan dalaman saja. “Shitt. Ini bukan rumahku.” Eve turun dari ranjang. menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 3 pagi. “Di mana yang membawaku ke sini?” Eve berkacak pinggang. Ia membuka pintu kamar—mencari keberadaan Bastian yang sudah pasti menjadi seseorang yang membawanya ke sini. Semua lampu dimatikan. Hanya satu cahaya yang terpancar. Yaitu dari ruang tengah—di sanalah orang yang ia cari berada. Bastian sedang bermain PS. Lalu… Ada kepulan asap rokok yang berasal dari sana. “Kau merokok, Bas?” tanya Eve yang menghadap Bastian dengan tiba-tiba. Membuat Bastian yang begitu fokus memainkan gamenya—akhirnya terperanjat begitu kaget. “AH!” Bastian menunjuk Eve. “Kenapa tiba-tiba

21++ “Jangan hanya bicara.” Eve menyandarkan dirinya pada Bastian. kemudian tersenyum miring. Bastian terkekeh pelan. Mengecup leher Eve pelan. Meloloskan jemarinya ke dalam milik wanita pelan. “Kau menyukainya?” tanya Bastian. Eve memejamkan mata. “Hm.” “Buka kakimu lebih lebar.” Jemari pria itu bergerak semakin gencar menggoda miliknya di bawah sana. Eve merasa—kakinya seperti jeli yang bisa saja terjatuh kapan saja. Namun Bastian setia memeluk pinggangnya dan tidak membiarkannya jatuh. “Ahh!” suara desahan yang akhirnya lolos dari bibirnya. “Lebih cepat…” lirih Eve sembari menoleh ke belakang. Ciuman liar yang menyambutnya membuatnya semakin bergairah. Lidah mereka saling berpengut. Namun tiba-tiba pergerakan pria itu berhenti membuat Eve menahan napasnya sebentar. “Belum saatnya baby.” Bastian menggendong tubuh Eve dengan mudah—dengan menyambung ciuman mereka yang tadi sempat terputus. Bastian menurunkan tubuh Eve perlahan di atas sofa. Ciumannya tur

Beberapa hari terlewati… Bastian yang tidak bisa bertemu dengan Eve karena kesibukannya. Tapi ia tetap berusaha menghubungi Eve. Ada banyak hal yang ia lakukan. Pertemuan dengan klub-klub luar negeri untuk melakukan kerja sama menguras waktu dan tenaga. Namun akhirnya ia bisa pulang dan bisa menemui Eve. Mereka sudah berjanji akan pergi piknik. Bastian sampai berganti pakaian sebanyak tiga kali untuk memastikan penampilannya luar biasa berdampingan dengan Eve. Setelah itu—ia segera pergi untuk menjemput Eve. Kebahagiannya bukan sembarang bahagia yang baru. Kebahagian seperti ini yang selalu ia rindukan. Kebahagiaan yang lama telah hilang lalu muncul bersamaan dengan orangnya. Orang yang ia pilih. Orang yang ia inginkan. Tidak memerlukan perjalanan yang panjang. Sore ini mereka memilih taman pinggir danau yang sedikit jauh dari hiruk pikuk kota. Eve tidak membawa apapun selain dirinya sendiri. Berbeda dengan Bastian yang sudah mempersiapkan segalanya. Dari

“Hai babe..” Eve sampai di Apartemennya. Menyambut Nicholas yang baru keluar dari mobil. Ia berjalan mendekat dengan santai. Tapi Nicholas begitu bersemangat bertemu dengannya. memeluk tubuh Eve dengan erat. Sedikit mengangkat tubuh wanita itu. “Akhirnya selesai,” ucap Nicholas. “Apa?” tanya Eve. “Urusanku sudah selesai di Singapore. Aku tidak akan lagi pergi-pergi.” Nicholas menangkup wajah Eve. “Ah—Oh benarkah?” tanya Eve. “Hm.” Nicholas mengambil tangan Eve. “Kita bisa mempersiapkan pernikahan kita mulai sekarang.” Eve termenung. Ia mengernyit—kemudian mengangguk dan memasang senyum. “Oke tentu saja.” Eve tersenyum lebar. “Itu bagus. kamu tidak akan pergi-pergi lagi?” “Iya. aku tidak akan meninggalkan kamu. Tapi—” Nicholas berhenti. “aku mungkin masih sering pergi. tapi tidak terlalu lama seperti biasanya. Intinya aku tidak akan sering meninggalkanmu dalam waktu yang lama.” Eve menatap Nicholas. Wajah pria itu terlihat begitu antusias dan ceria. “Oke. a