Rafka mondar-mandir di sudut ruangan, langkahnya beradu dengan denting halus jam dinding yang nyaris tak terdengar.Di luar jendela, awan kelabu menggantung rendah, seolah turut menekan dadanya. Ia menarik napas panjang, menahan emosi yang mulai memuncak, lalu menatap Nadira yang duduk tegak di kursinya."Kalau kamu tetap bersikeras mau bangun peternakan kuda," katanya, suaranya bergetar halus tapi tegas, "apa kamu yakin itu bisa menghasilkan? Kamu tahu kan, berapa besar biaya pembelian lahan itu? Kalau proyeknya gagal, perusahaan bisa ambruk."Nadira menoleh, tanpa sedikit pun gelisah tergambar di wajahnya. Tatapannya tenang, dingin, hampir menyerupai cermin datar yang memantulkan kecemasan Rafka tanpa menyerapnya.“Paman tak usah repot-repot memikirkannya,” ucapnya pelan namun mengandung sengatan, seperti pisau yang terbungkus beludru.“Saya sudah cari uang sendiri sejak remaja. Saya tahu mana yang realistis, mana yang cuma ambisi kosong.”
Last Updated : 2025-08-13 Read more