Sekejap saja, seperti ada serpihan es yang menembus kulit dadanya, menancap dalam, lalu diputar perlahan.Nyeri itu menjalar tanpa ampun, menusuk langsung ke pusat hatinya. Bukan rasa sakit yang membuat seseorang meringis, tapi jenis yang membekukan tubuh, membungkam suara.Naura berdiri membeku beberapa detik, lalu mencoba mengangkat bahu dan menepuk dadanya ringan, seperti tak ada yang serius terjadi.“Itu semua salah kamu sih, ribut banget,” gumamnya, dengan nada ringan yang justru terasa kontras dengan ketegangan yang mengambang di ruangan.Dia ingin meredakan suasana, ingin kata-katanya menjadi pelipur. Tapi saat matanya menangkap wajah Mahesa yang tegang, dengan garis rahang mengeras dan mata gelap membatu, ucapannya tercekat.Naura buru-buru mengganti ekspresi, wajahnya dipulas cemas dan nada suaranya berubah jadi lembut, memohon. “Maaf, Mahesa… aku nggak sengaja.”“Keluar.”Nada Mahesa dingin, tajam, seperti pecahan kaca yang
Last Updated : 2025-08-26 Read more