All Chapters of Gairah Panas Atasan Mantan: Chapter 281 - Chapter 290

“Raja harus gimana sekarang, Mama? tanyanya, suaranya serak dan ragu, seolah benar-benar bingung harus melangkah ke mana. Wajahnya yang biasanya tenang malam itu tampak pucat, mata berkaca-kaca, dan setiap kata yang keluar selalu terputus karena galau yang menekan dadanya.Nayla, yang masih duduk di sampingnya di ruang tamu apartemen sang anak, membuang napas kasar berulang kali. Ia tak menyangka anak sulungnya bisa berada dalam situasi serumit ini, apalagi jauh dari rumah, di negeri orang. Tadi ia tak bisa memejamkan mata sedikitpun. Sementara suaminya sudah masuk kamar lebih dulu, tadi ia sempat melongok ke kamar lalu kembali keluar untuk duduk dan bicara dengan Raja. Nayla paham betul kondisi putranya, ia bisa merasakan ada beban besar yang menekan di pundak anak sulungnya.“Harus ada yang dikorbankan, Raja,” kata Nayla setelah beberapa saat terdiam. Suaranya berusaha dibuat senang mungkin agar tidak membuat Raja semakin tertekan. “Kita nggak bisa ambil semuanya sekaligus. Raja ha

Raja membawa Margaretha memasuki sebuah pusat perbelanjaan mewah di jantung kota. Dari luar saja bangunannya sudah terlihat elegan, penuh kaca dengan cahaya lampu yang memantul indah. Begitu mereka masuk, hawa sejuk dari pendingin ruangan langsung menyambut, bercampur dengan aroma khas parfum yang biasanya digunakan untuk memberi kesan premium. Langkah mereka mantap menuju lantai khusus yang dipenuhi butik-butik branded ternama.“Lama banget rasanya aku tak pulang ke New York. Semua sedikit berubah. Tapi aku menyukai perubahan ini,” ucap Margaretha manja.“Asal bukan kamu yang berubah, sayang,” tambah Margaretha lagi sambil menatap ke arah Raja.Raja tersenyum, “mana mungkin aku berubah,” jawabnya.“Itu yang kumau. Karena Aku tidak pernah ingin kamu berubah terhadapku. Tapi aku berharap semakin hari kamu semakin mencintaiku, sayang,” ujarnya lagi.“Pasti,” jawab Raja. Sejak awal Raja sudah bertekad bahwa hari ini bukan sekadar jalan-jalan biasa. Ia benar-benar ingin memanjakan Margar

Jantung Raja berdetak kencang ketika ia tertangkap basah sedang menggenggam tangan perempuan lain oleh kekasihnya. Detak itu terasa sampai ke telinganya sendiri, membuat kepalanya sedikit pening. Dia bahkan tidak tahu harus berkata apa. Demi apa pun, Raja tidak pernah menyangka kalau wanita yang selama tiga bulan ke belakang ia cari-cari dengan putus asa, ternyata adalah pelayan di rumah kekasihnya sendiri. Sejak awal, dia selalu merasa dunia itu besar, tapi sekarang, ia yakin kalau dunia benar-benar sempit.Perempuan yang sedang mengandung anaknya itu, Merry, terus meronta. Dia jelas ingin pergi, ingin melepaskan diri dari genggaman Raja. Tapi Raja tetap menggenggam tangannya erat. Tidak peduli betapa gugupnya dia, hari ini dia harus bicara. Tidak bisa lagi menghindar. Dia harus jujur pada kekasihnya. Dia tidak mau menelantarkan anak dalam kandungan perempuan tak berdosa ini.Margaretha berjalan turun menuju ke lantai bawah. Suara langkah kakinya terdengar jelas di lantai marmer. Ada

Raja membuka pintu apartemennya dengan wajah serius. Ia memberi isyarat pada Merry dan bibinya untuk masuk. Keduanya tampak canggung, terutama Merry yang masih memegangi tas lusuhnya. Bibinya, pelayan senior yang selama ini bekerja di rumah Margaretha, tampak gelisah.“Silakan duduk dulu,” ujar Raja, suaranya lebih tenang tapi jelas masih menahan emosi. “Saya minta maaf, Bu. Karena masalah ini, Ibu jadi kehilangan pekerjaan. Padahal ibu di sana sudah bekerja puluhan tahun.” Raja merasa tak enak hati pada perempuan ini. Gara-gara masalahnya ia ikut diseret hingga dipecah.Bibinya Merry menggeleng pelan. “Saya… saya yang minta maaf, Tuan. Saya seharusnya bisa lebih menjaga keponakan saya. Saya tidak menyangka semua ini akan terjadi. Pekerjaan itu sudah lama saya jalani, dan sekarang… saya kehilangan semuanya. Tapi saya ikhlas.”Tak ada perahu wajah kebencian sedikitpun dari wanita paruh baya ini. Apa yang dia ucapkan benar-benar tulus dari hatinya. Dia tentu lebih memilih bersama kepon

Ia pun segera bersiap untuk pergi ke rumah Margaretha. Setelah menerima telepon dari Dandi tentang keributan di media sosial, benaknya sudah penuh dengan bayangan yang membuat dadanya sesak. Raja berjalan ke pintu kamar dan membukanya perlahan. Saat ia membuka pintu kamar, ia melihat Merry dan bibinya sedang berada di dapur. Mereka tampak canggung, seolah tak tahu harus berbuat apa pagi itu.“Selamat pagi, Tuan,” sapa bibi Merry pelan. “Bibi bingung mau bikin sarapan apa untuk Tuan Muda,” ucapnya lagi sambil mendekat, lalu ia membawa roti panggang ke arah Raja. “Tapi bibi sudah buatkan roti panggang untuk Tuan Muda, semoga suka,” tambahnya.Raja berhenti sejenak di ambang pintu dapur. Jujur, sebetulnya ia sama sekali tidak merasakan lapar. Perutnya seperti terkunci karena masalah besar yang sedang menunggunya di rumah Margaretha. Namun, ia tahu menolak pemberian wanita paruh baya itu hanya akan menambah rasa bersalah dalam dirinya. Dalam situasi seperti ini, sedikit perhatian dari bib