Malam turun perlahan dengan suhu yang mulai menusuk. Lampu jalanan memantulkan cahaya suram di trotoar yang basah oleh gerimis. Felia berdiri di seberang taman kota, tempat yang disebut dalam pesan misterius itu. Di balik jaketnya, ia menyembunyikan rasa gugup yang membuncah, sekaligus keyakinan yang rapuh.Ia menoleh ke kiri dan kanan. Tempat itu hampir sepi. Hanya ada seorang pedagang kopi keliling dan dua orang anak muda yang duduk di bangku taman, terlalu sibuk dengan ponsel mereka.Hingga akhirnya, seseorang muncul dari bayangan. Seorang pria—sekitar akhir 30-an, mengenakan mantel panjang hitam dan topi fedora—berjalan ke arahnya dengan langkah terukur.Felia mundur sedikit, tubuhnya kaku. “Felia,” sapa pria itu dengan suara berat namun lembut, “terima kasih sudah datang.”Felia menatapnya tajam. Wajah itu asing tapi juga familiar. Ada sesuatu di garis rahangnya, di tatapan matanya, yang memicu kenangan lama… samar dan tak utuh. “Siapa kamu?” suaranya terdengar tajam, meski nadan
Last Updated : 2025-06-30 Read more