All Chapters of Sang Penguasa Elemental: Chapter 191 - Chapter 200

Musim pertama kebangkitan Lunareth tiba seperti hujan yang menunda lama. Tanah yang tadinya retak kini lembab, benih-benih purba menembus lapisan abu yang menutupi permukaan. Para penduduk yang kembali dari dimensi tampak sibuk, bergandeng tangan membentuk barisan, bekerja bersama tanpa lelah. Anak-anak berlarian di antara rumput yang baru tumbuh; para tetua menyapu puing dan menata ulang altar; para pembuat alat dan tukang batu menyalakan tungku untuk menempa struktur baru. Semua aktivitas itu mengalir seperti doa kolektif bagi hari esok. Di tengah temaram senja yang hangat, di pusat Lembah Ardent yang kini memancarkan cahaya lembut Veneris Maxima, sebuah upacara kecil namun sakral digelar. Orang-orang berkumpul melingkar; wajah-wajah yang lelah namun penuh harap menatap panggung batu sederhana. Di atasnya Axel berdiri, mengenakan jubah seremonial sederhana namun rapi. Di sebelahnya Ravina, ratu baru, masih bergetar hatinya karena sisa energi suci yang baru saja memperbarui jiwanya

Langit Lunareth kembali tenang, tapi kesunyian itu dipenuhi dengan gema yang tak biasa. Penduduk yang sebelumnya menyaksikan kehancuran armada musuh masih berdiri membeku, mata mereka menatap ke arah langit seolah tak percaya. Empat belas cahaya yang tadi menghancurkan musuh telah lenyap, meninggalkan udara yang bergetar lembut dengan energi suci. Seorang tetua menunduk, menggenggam tongkatnya, suaranya serak ketika berbicara pada tetangga di sampingnya. “Itu... itu satu orang saja... Satu orang, dengan kekuatan yang melebihi apa pun yang pernah kita lihat...” Anak-anak yang biasanya berlarian kini diam terpaku, wajah mereka memancarkan kekaguman murni. Mereka menatap tanah dan langit yang kosong, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Seorang pemuda berbisik, suaranya hampir tak terdengar, “Kalau kekuatan ini berada di tangan musuh kita… kita semua akan binasa dalam sekejap.” Para tetua saling berpandangan, menyadari bahwa legenda dan cerita lama tentang dewa pelindung bukan

Lunareth bersinar lembut di bawah cahaya dua matahari. Setelah beberapa hari perjalanan antar dimensi, kapal-kapal Aliansi Skays mendarat di lembah Fajar Baru. Di dek utama, Axel berdiri tegap, menatap ke arah kapal yang membawa Michella dan puluhan anak-anak Nadreth. Ratu Risha telah menunggu, ditemani Ravina. Begitu kapal terbuka, Michella melangkah turun, anak-anak di belakangnya, mata mereka penuh campuran ketakutan dan kekaguman. “Putraku, kau jembali.” Ratu Risha berkata, menunduk dan menyambut mereka. “Kalian kini aman. Lunareth akan menjadi rumah baru kalian.” Michella membungkuk hormat. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku hanya berharap mereka… bisa hidup dengan damai setelah semua yang terjadi.” Axel menatap anak-anak Nadreth yang memeluk Michella, matanya lembut. “Kalian semua selamat sekarang. Dan kau, Michella… kau juga selamat. Tidak ada yang akan membahayakan kalian lagi.” Di markas utama Aolenric Lerion Prime, para istri Axel berkumpul lewat komunikasi jarak jauh.

Axel dan keempat belas istrinya meninggalkan Lunareth dengan kecepatan penuh. Sepanjang perjalanan, Michella mulai terbiasa dengan lingkungan di dalam Aolenric Lerion Prime. Ia juga mulai akrab dengan para istri Axel. Sosok cantik dengan perilaku manja dan pemalu itu sangat kontras dengan ketabahannya saat melindungi anak-anak terlantar sebelumnya. Jika dianalogikan, Michella telah berubah dari induk harimau ganas menjadi kucing kecil yang lucu. Penampilannya masih tetap sama, meskipun ia telah mengganti pakaian dengan yang baru dan bersih. Namun, gaya khasnya masih terlihat; dua telinga runcing di atas kepalanya dan ekor panjang berwarna putih di pinggulnya memberi kesan glamor dan cantik yang khas, tak dimiliki oleh wanita lain. “Michella, bisakah kau ikut aku sebentar?” tanya Axel tiba-tiba. Seketika pipi Michella memerah. “Ba... baik... baiklah...” jawabnya gugup sambil mengikuti Axel menuju halaman belakang. Para istri Axel saling berpandangan penasaran dengan apa yang akan d

"Terima kasih, suamiku," jawab Michella dengan napas yang perlahan mulai teratur. "Axel, maaf..." "Maaf untuk apa?" "Sebenarnya aku sama sekali tidak mencintaimu," kata Michella dengan kepala tertunduk. "Aku tahu," jawab Axel singkat. "Lalu kenapa kau mengizinkanku bergabung dalam tim ini?" "Aku merasa kau memperjuangkan hal yang benar. Jika hatimu bisa begitu baik melindungi anak-anak terlantar yang bahkan bukan keluargamu selama bertahun-tahun, maka tidakkah gadis sebaik itu layak untuk aku lindungi, bahkan jika dia tidak mencintaiku?" Perkataan Axel yang tegas memunculkan desiran halus di hati Michella. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia merasakan hatinya bergetar. Ia merasa kembali memiliki tempat untuk berlindung setelah sekian tahun hidup dalam ketakutan dan kecemasan. "Baiklah kalau begitu, aku harus kembali dulu," kata Axel santai sambil bangkit dari duduknya. "Tunggu..." seru Michella sambil memegang erat tangan Axel yang hendak pergi. "Ada apa?" tanya A