บททั้งหมดของ Hasrat Terlarang Abang Ipar: บทที่ 31 - บทที่ 40

“Kamu janda?” Pertanyaan itu membuat suasana menjadi sangat kikuk.Maudy menatap Sean yang ada dalam gendongan, ia merasa sedikit terhina akan tatapan yang begitu merendahkan dari ibu Putra. Seolah status janda adalah hal yang memalukan dan menjadi aib yang harus ditutupi.“Iya, Tante.” Maudy menjawab dengan senyum yang dipaksakan.Putra menatap Maudy dengan dalam. Ia bisa merasakan bahwa Maudy merasa sangat tidak nyaman.“Pekerjaanmu apa?”“Ma, ini bukan ajang wawancara.” Putra tidak suka dengan sikap ibunya,“Kamu bilang mama harus mengenal Maudy lebih jauh, jadi wajar dong jika mama banyak tanya.” Wanita paruh baya itu menunjukkan sikap angkuhnya. Ia menatap Maudy dengan sorot begitu mengintimidasi. Menilai wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Saat ini saya tidak bekerja, Tante. Tapi nanti saya bisa mencari pekerjaan jika anak saya sudah bisa ditinggal.” Maudy menjawab dengan nada yang begitu meyakinkan.“Anak saya itu pangkatnya sudah tinggi, dia juga berpendidikan. Ya

“Maudy!” Suara tegas milik Putra terdengar menggema di seluruh ruangan saat lelaki itu menerobos masuk begitu saja. Tidak ada siapa pun di sana. Hening, hanya suaranya yang terdengar menggema.“Maudy!” Putra berlari menaiki anak-anak tangga menuju lantai dua. Lelaki itu semakin panik saat melihat tetesan darah di lantai. Meski jejak darah itu tidak banyak, tetap saja ia sangat khawatir dengan keadaan Maudy.Tedengar isak tangis ketika Putra tiba di depan pintu kamar Maudy. Pintu itu terlihat terbuka. Bergegas Putra melangkah masuk ke dalamnya. Tidak peduli dengan norma yang berlaku melarang seorang lelaki dewasa untuk memasuki kamar seorang janda.Tampak Maudy duduk di lantai sudut kamar dengan memeluk Sean dalam gendongan. Wanita itu masih gemetaran. Air mata terus menetes sekuat apa pun ia menahan. Ia tidak menyangka jika Mahen akan senekat itu berniat untuk menodainya.Putra menatap kamar yang sedikit berantakan. Ada pecahan pas bunga di lantai, juga noda darah yang tertinggal di s

“Kenapa kepalamu?” Tama bertanya ketika ia mendapati kepala Mahen terdapat luka yang dililit oleh perban. Lelaki itu mulai berpikir serius mengenai kalimat yang dilontarkan oleh Putra padanya sebelum lelaki itu membawa Maudy pergi.“Bukan apa-apa.” Mahen menjawab dengan acuh tak acuh. Lelaki itu melahap hidangan makan malam seakan tidak ada beban sama sekali. Tidak ada penyesalan dari raut wajahnya setelah ia membuat Maudy takut setengah mati.“Maudy pergi.” Tama memberitahu dengan suara lemah. Ia sangat menyayangkan sekali karena Maudy tidak kembali setelah dibawa oleh Putra siang tadi. Ia tidak sunggung-sungguh meminta Maudy untuk angkat kaki. Ia hanya ingin agar Maudy berhenti berhubungan dengan Putra. Sebab, ada banyak perubahan setelah kedekatan mereka berdua.Tama berpikir Maudy akan memilih dirinya. Namun, ternyata ia terlalu besar kepala. Sebab, Maudy lebih memilih Putra.“Itu bukan urusanku.” Mahen menjawab dengan cuek. Ia terus melahap makanan dengan cepat, lalu bergegas men

Mahen memainkan ponsel yang ada di dalam genggamannya. Lelaki itu memutar-mutar benda pipih itu dengan sorot mata yang tampak kosong menatap sudut kamar.Sudah satu minggu semenjak Maudy pergi dan tidak ada kabar sama sekali . Seharusnya wanita itu datang untuk menjemput barang-barangnya yang tertinggal. Namun, semuanya terjadi tidak sesuai ekspektasi. Tampaknya Maudy tidak membutuhkan barang-barang itu lagi. Bahkan kartu identitasnya tidak ia bawa pergi.Mahen menghela napas dengan kasar. Denting ponsel membuat lelaki itu meraih ponsel Maudy yang ada di ranjang. Ia sangat bersemangat dalam membuka pesan, berpikir jika pesan itu akan memberikannya petunjuk mengenai di mana keberadaan Maudy sekarang. Namun, itu hanya notifikasi jika tunjangan yang Liam tinggalkan untuk Maudy sudah masuk ke rekeningnya.Lagi, Mahen menghela napas dengan kasar. Entah ke mana ia harus mencari. Ia pernah datang beberapa kali ke rumah Maudy yang tengah direnovasi, tapi tidak ia temukan wanita itu di sana. M

Tama menancap gas dengan kecepatan tinggi ketika ia diminta untuk datang ke kantor polisi. Lelaki itu awalnya berpikir jika Mahen baru saja tertangkap atas kasus obat-obatan terlarang. Namun, ia dibuat sangat terkejut ketika mendapati di sana juga ada Putra.“Ada apa ini?” Tama bertanya dengan dada yang dipenuhi oleh rasa panik. Ia menatap Mahen dengan sorot menuntut jawaban. “Apa kalian membuat keributan di tempat umum dan akhirnya diamankan?” Tama menebak. Pikirannya sedang buntu sekarang, ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Sebab, ia sangat stress dengan kepergian Maudy. Kini masalah kembali bertambah karena ulah Mahen.Putra hanya diam. Lelaki itu tersenyum menatap Mahen yang tampak kebingungan. Ia merasa sudah menang meski belum melawan.Petugas kepolisian menjelaskan apa yang telah terjadi. Hal itu membuat wajah Tama memerah karena terbakar oleh api amarah. Ia sangat mengutuk tindakan Mahen yang selalu bertindak sesuka hati tanpa berpikir efeknya sama sekali.Hubungan ayah dan