Semua Bab Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan: Bab 31 - Bab 40

Selina tidak percaya bahwa ketua persit itu adalah Nilam, anak dari mantan pembantunya. Selina mengerjapkan mata beberapa kali, ingin memeriksa pengelihatannya. Namun, hasilnya tetap sama. Wanita yang berdiri di depan ruangan itu adalah Nilam. Terakhir kali Selina melihat Nilam adalah saat gadis itu bekerja di butik pengantin. Siapa sangka, dalam hitungan bulan wanita itu sudah menyandang status sebagai Bu Danyon, istri seorang komandan.“Tapi, kok aku nggak denger kabar pernikahannya ya? Atau aku aja yang ketinggalan berita?” batin Selina keheranan. Selina terus memperhatikan Nilam sepanjang acara berlangsung. Meski ada banyak pertanyaan di kepalanya, Selina lebih memilih menghormati Nilam. Rasanya posisi mereka terbalik sekarang. Dulu, Nilam adalah anak dari pembantunya, tetapi sekarang Nilam yang justru menjadi atasan Selina. Selina ikut senang jika Nilam memiliki kehidupan yang lebih baik.Sementara itu Nilam tidak berbicara banyak saat perkenalan. Bu Anton-lah yang membantunya b

Selama beberapa saat, kepala Nilam seolah berhenti berfungsi. Galih juga diam di tempat, terlalu terkejut dengan kejadian ini. Hingga akhirnya Nilam tersadar, barulah dia langsung memundurkan badannya dan menunduk. Sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya yang memerah.“Mampus, Nilam! Jadi orang ceroboh banget sih kamu!” batinnya merutuki diri sendiri. Nilam sedikit mendongakkan wajahnya untuk melihat ekspresi Galih, tetapi pria itu malah membuang muka. Nilam jadi tidak bisa melihat air mukanya dengan jelas.“Pa-Pak Komandan... Maaf, aku nggak sengaja. Tadi aku kaget banget pas Pak Komandan tiba-tiba noleh, um...” Nilam tidak bisa menyelesaikan ucapannya. Tenggorokannya terasa sangat kering dan telapak tanganya berkeringat dingin. Galih pasti menghabisinya setelah ini!Namun, jauh dari pikiran Nilam, Galih sedang berusaha keras menyembunyikan kegugupan dalam dirinya. Galih bisa merasakan tubuhnya sedikit memanas. Antara marah dan kesal, tetapi Galih juga merasakan sesuatu yang aneh dari

Galih melihat kekacauan itu. Dia sedang menyalami para tamu pengajian yang datang ketika mendengar jeritan Nilam. Semua orang seketika memutar kepala mereka ke arah Nilam. Gadis itu tampak kepanasan karena teh yang menyiram dirinya. Sebagian gamisnya basah, terlihat sekali tangan Nilam yang terkena teh panas memerah. “Eh, ada apa ribut-ribut di dalam?” tanya salah seorang tamu undangan yang penasaran akan apa yang terjadi. Mengabaikan pertanyaan yang berseliweran di sekitarnya, Galih segera beranjak memasuki ruang tengah dan memeriksa keadaan Nilam. Di ruang tengah, Rere tampak gemetaran memegangi nampan dengan cangkir teh yang terbalik di atasnya. Cairan pekat teh menetes dari nampan itu dan sebagiannya lagi terlihat membasahi gamis Nilam.“Nilam, apa yang terjadi?” tanya Galih bingung. Nilam sibuk mengibaskan gamisnya agar teh panasnya tidak menempel pada tubuhnya. Gadis itu terdengar mendesis pelan. Cairan panas teh tadi meninggalkan sensasi yang menyengat di kulitnya. Galih mena

Nilam masih kesusahan menjangkau area kemerahan di punggungnya. Namun, tiba-tiba Nilam merasakan seperti ada seseorang yang tengah mengawasinya. Nilam mendongak ke cermin dan melihat sosok Galih berdiri di luar pintu kamar mandi. Gadis itu melotot dan menoleh ke belakang lalu memekik keras.“Aaaa! Pak Komandan ngapain sih di sana!?” teriaknya sambil menutupi dadanya yang terbuka dengan kedua tangan. Seakan ada yang menyadarkan Galih, teriakan Nilam spontan membuatnya berbalik badan. Galih menghela napas panjang sambil memejamkan matanya rapat-rapat. Ia berusaha menghapus bayangan tubuh Nilam dari benaknya. Tanpa sadar tubuh Galih jadi memanas melihat pemandangan itu. Kenapa Nilam harus membiarkan pintu kamar mandi terbuka seperti itu? “Jangan teriak-teriak, Nilam. Saya nggak ingin suara kamu membangunkan Ara,” tegur Galih kemudian.Nilam mencebik kesal. Ia segera mengambil atasan piyamanya dari gantungam lalu menutupi area depan tubuhnya. Rasa malunya malam ini meningkat drastis set

Karena Galih diam saja, Nilam tetap menempel pada pria itu seperti lem. Dorongan untuk membalas dendam pada Rere masih ada, tetapi Nilam harus tahu apa tujuan wanita itu datang ke sini.“Aku kaget ada tamu, ternyata Mbak Rere toh,” kata Nilam basa-basi. “Ada keperluan apa nih Mbak Rere pagi-pagi udah main ke sini?”Rere memasang ekspresi ramahnya dalam menghadapi Nilam. Matanya masih melekat pada bagaimana cara Nilam duduk di sebelah Galih. Gadis itu seperti sengaja memamerkan kemesraannya kepada Rere. “Oh, ini Mbak, aku mau anterin barangnya Ara,” jawab Rere sambil merogoh tasnya. Dia mengeluarkan sebuah dompet merah muda bermotif hati dan meletakkannya ke meja.“Kemarin malam itu Ara main sama sepupunya di atas kasur. Terus dompetnya jatuh di sela-sela tembok. Ibu yang nemuin pas beres-beres rumah dan ada namanya Ara. Jadi, aku anterin ke sini. Takutnya Ara nyariin,” lanjutnya.Nilam mengambil dompet merah muda itu dan mengangguk pelan. Dompet itu berisi uang jajan Ara dari Galih. I